Ketahuan

1522 Words
Part 2 ⚘⚘⚘⚘⚘ Jantungku mendadak berdetak hebat. tangan gemetar dan tubuh terasa lunglai seketika. Aku terduduk diatas kasur Sri, luka jahitan jalan lahir anak kembarku terasa ngilu tatkala duduk tanpa hati-hati karena pikiran yang begitu panik, mataku pun mengembun dengan sendirinya. Tiba-tiba aku berfikir yang tidak-tidak terhadap suami dan juga pembantuku. Apa yang telah mereka lakukan? Aku harus menyelidiki keduanya dan tak akan tinggal diam. Batinku mendadak sakit dan terasa penuh amarah. Namun harus bisa menahan diri untuk tidak emosi sebelum menangkap basah mereka berdua. Aku juga tak mau rugi, habis manis sepah dibuang. Tak aku izinkan siapapun menyakiti dan menyampakanku begitu saja termasuk bang Ronal. Aku akan merencanakan sesuatu. ⚘⚘⚘⚘⚘ "Kenapa kamu baru pulang jam segini, Sri. Ini udah pukul 15:00, tadi aku nyuruh kamu pulang dzuhur. Betapa repotnya aku di rumah sendiri?" Aku bertanya dengan tegas namun sebisa mungkin menahan diri untuk tidak emosi. "Maaf, Bu Dinda. Aku tadi ke pasar beli baju, kata Ibu kemarin kan aku harus pakai baju yang nggak ketat, setelah itu ke klinik beli obat lancar haid, kata Ibu juga kan aku gangguan hormon, haidku berantakan, jadi aku khawatir," Sri berkelit. Ia nampak santai menghadapiku dan tak gugup sama sekali, beda dengan kemarin yang tampak gugup. "Ya ampun, keluar lama hanya untuk urusan itu, beli baju beli obat haid, seperti itu bukan hal penting-penting amat, Sri. Kalau berobat penyakit serius wajar. Lain kali aku nggak izinkan kamu keluar lama-lama. Di rumah saja repot banyak kerjaan terbengkalai, cucianmu belum kamu selesain. Tadi juga kamu nggak masak nasi, Sampai-sampai Ayah mertuaku mau makan siang aja nunggu aku masakin dulu. Lain kali yang serius kerjanya. Kamu di sini untuk bantu-bantu, kalau kamu nggak bisa kerja dengan bener aku bisa nyari penggantimu," Aku mulai memarahinya namun dengan intonasi yang lembut. Seketika raut wajah Sri berubah memerah karena mendengar ancamanku. Ia tampak kesal dan tak menjawab kemudian langsung berjalan cepat meninggalkanku menuju kamarnya. Wah, sudah mulai berani membangkang dan mulai tidak sopan. Di marahi bukannya menunggu aku selesai berbicara, malah berani-beraninya menghindar. Dia merasa bukan sebagai pembantu di sini. Bekerja semau-maunya. Aku harus bisa bersabar menahan diri untuk jangan meluapkan emosiku dahulu, sebelum rencanaku berhasil. Kemudian aku bergegas ke teras samping menemui Mang Narno, banyak yang ingin kutanyakan. Mang Narno terlihat sedang melamun dan merebahkan badannya di kursi rotan. "Mang, tadi pagi kok nggak ke sini, kenapa?" Mang Narno segera duduk dan menjawab. "Tadi pagi aku udah mau kesini, tapi pak Ronal nelpon nyuruh aku buat santai aja nggak usah berangkat dulu dan aku disuruh berangkat siang aja jemput Sri," jawab Mang Narno. Aku kaget mendengar jawabannya yang kelihatan apa adanya. "Tadi jemput Sri di mana, dia sendirian apa masih sama Bang Ronal?" Cecarku. "Jemput di depan mall bintang, Pak Ronal masih di situ tapi di dalam mobil, Sri brrdiri nunggu aku di parkiran Mall," jawabnya. Aku benar-benar syok mendengar penuturan Mang Narno. Rasanya sakit hatiku semakin meningkat setelah mendengar cerita Mang Narno barusan. Aku segera masuk ke dalam rumah dan menghampiri Sri di kamar pembantu. Tanpa mengetuk terlebih dahulu aku langsung membuka pintu kamarnya. Saat pintu terbuka, aku terkejut Sri pun tampak terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba. "Sri, kamu minum apaan. Ini pil KB siapa? Kenapa ada pil KB di atas mejamu, ada air putih di gelas pula. Kamu habis minum pil KB, ya?!" Aku bertanya dengan membentaknya, Sri nampak panik dan buru-buru merapihkan pil KB dan memasukkan ke dalam plastik putih. "Ini pil KB titipannya Ibuku, Bu. Beli di kota karena harganya pasti lebih murah dari pada di desa. Air putih ini buat aku minum karena haus habis keliling pasar," Sri mengelak dan tak tampak gugup seperti kemarin. Ia nampak lebih santai, sampai-sampai aku heran dengan perubahan sikapnya hari ini. Sudah tak ada rasa canggung lagi terhadapku. "Jangan bohong, Bukannya kamu bilang kalau Ibumu janda? Terus buat apa nitip pil KB. Lagipula di kampung di bidan juga banyak. Harga sama aja apalagi kamu kirim pakai jasa ekspedisi pasti akan lebih mahal kalau beli di sini," aku terus menekan Sri. "Ya, Ibuku nitip juga bukan buat dia tapi buat saudara di kampung. Aku nurut aja Bu. Di titipin yaudah beliin aja, nggak mau tau juga lebih mahal atau buat siapa, namanya juga titipan," balas Sri santai. Tiba-tiba aku terfokus pada kota dan plastik warna pink bertuliskan mall bintang yang ada di sebelah Sri di atas ranjangnya. "Sri kamu dari pasar atau dari Mall, ini plastik tulisannya Mall Bintang. Kamu habis jalan-jalan ke mall ya! Ini ada HP baru pula, memangnya kamu punya uang buat beli HP ini. Siapa yang beliin kamu HP, ayo ngaku! Ini HP mahal lho, harganya pasti di atas 10 juta rupiah, lebih bagus dari HP ku malah. HP ku aja harganya 5 juta rupiah beli setahun yang lalu. Ini di beliin siapa, jawab!" Aku mulai tak bisa menahan emosi. Aku membuka dengan paksa bungkusan plastik mall itu ternyata isinya baju baru bermerk dan ada banyak sekali. Nafasku mulai memburu rasanya seketika kepalaku pusing. Ingin menangis dan memarahi Sri kemudian memukulnya menampar sepuasnya, namun aku kembali berpikir, kalau aku tak sabar bisa-bisa rencanaku gagal. Sebisa mungkin aku harus menahan emosi meski rasanya sulit sekali. Aku harus bisa sabar demi misiku demi masa depan anak kembarku. Aku yakin apa yang aku pikirkan benar adanya. Namun aku ingin menangkap basah perbuatan b***t Bang Ronal bersama Sri pembantuku dan merekamnya. Bang Ronal juga harus membayar tunai rasa sakit hati ini. Sebisa mungkin aku perjuangkan hartanya untuk masa depan anakku. Aku harus bisa merayunya sebelum benar-benar membuangnya. "Ini tadi_ aku_" Sri nampak terbata-bata untuk menjawabnya. Aku langsung memotong. "Iya aku tahu! Udah nggak usah di terusin. Nikmatin aja hadiah yang kamu dapat itu. Kalau dari jalan yang nggak halal dan nggak berkah nanti yang rugi kamu sendiri. Kamu tinggal di sini baru setengah bulan, gajian aja belum tapi udah bisa belanja senilai belasan juta begitu. Aku anggep aja kamu punya tuyul jadi uangmu mendadak banyak," pungkasku pura-pura tak peduli. Padahal hatiku sebenarnya emosi dan sakit sekali. "Oh ya, Sri. Aku ingetin jangan telat minum pil KB" aku langsung merebut plastik klinik berisi pil KB dari tangannya dan menunjukkannya. "Ini diminum sesuai harinya, jangan sampai telat sehari pun. Kalau telat minum pil ini bisa-bisa perutmu keisi anak setan, karena kamu belum nikah. Siapa lagi yang nyuntik perutmu kalau bukan setan dan makhluk halus. Kalau udah punya suami kan isinya pasti janin dari suamimu," sindirku tajam. Sri nampak menunduk tak berani menatapku. "Kalau malam jangan terlalu ngoyo, nanti tulang badanmu bisa pada patah kalau tiap malam digoyang sama setan. Setannya mah puas keenakan terus dan yang rugi itu kamu kedepannya. Selalu berpikir jernih sebelum melakukan hal yang buruk," sindirku lagi. Aku langsung keluar meninggalkan kamar Sri kemudian masuk ke dalam kamarku. Aku memeluk anak kembarku dan menyusui keduanya. Menatap mereka berdua membuatku sedih. Tak terasa air mata menetes, aku pantang menangis di depan orang lain. Setelah tak ada yang melihat barulah aku luapkan emosi dan kesedihanku. Aku meratapi nasib ini yang di khianati suami. Padahal belum genap setahun menikah dengannya. Umur pernikahan kami baru menginjak 10 bulan, anakku masih 3 minggu usianya, sebulan setelah menikah aku sudah hamil beberapa minggu. Mungkin Bang Ronal belum puas bersebadan dengan istrinya. jadi mencari pelarian lain yang bisa memuaskan syahwatnya. Sedih membayangkan itu semua. Jika tahu akan seperti ini, aku tak akan menerima Sri menjadi pembantu di sini. 2 minggu lalu Bang Ronal mencari pembantu di yayasan dan langsung membawanya ke sini. Kesan pertama ketika melihat Sri aku terkejut karena ia masih muda dan sangat seksi. Meski penampilannya kampungan kulitnya coklat dan tidak terlalu cantik. Tapi laki-laki yang melihatnya bisa berhasrat karena melihat ukuran dadanya yang sangat besar walaupun tak di dukung oleh wajahnya. Tapi awal-awal suamiku tak mencurigakan. Sejak aku keluar mengajak anak kembarku ke dokter anak, suamiku menjadi aneh. Jangan-jangan itu kali pertama mereka berhubungan. Jangan-jangan merah-merah di leher dan dadanya hasil hubungan mereka, noda merah di kasur itu mungkinkah saksi awal hubungan terlarang mereka berdua. Kalau benar begitu, betapa bergairahnya suamiku bermain di ranjang pembantu bersama Sri. Aku tak habis pikir, teganya ia menyakitiku yang baru saja melahirkan anaknya. Harusnya dia bahagia dan bersyukur memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan yang sehat tampan cantik, sehingga bisa melupakan nafsu syahwatnya untuk berhubungan badan, karena sudah memiliki mainan baru yang lucu. Nyatanya hasratnya lebih diunggulkannya di banding fokus pada kebahagiaan memiliki buah hati. Nafasku seketika sesak serasa di tekan oleh benda yang sangat berat. Ujian ini lah benda berat itu, yang menyesakkan dadaku. Rasanya aku sudah tak ada rasa cinta lagi terhadap Bang Ronal, sudah sangat jijik.Apalagi jika membayangkan ia menggerayahi tubuh Sri. Aku tak akan mau lagi di ajak berhubungan dengannya sekalipun jahitanku sudah sembuh total. Tujuanku sekarang tinggal memperjuangkan harta untuk menghidupi kedua anakku saja. Setelah itu aku akan tinggalkan Bang Ronal. Aku tak sudi melanjutkan pernikahan dengan laki-laki yang tak setia sepertinya. Mudah celup sana celup sini, tak mau juga menanggung resiko penyakit yang di sebabkan ulah bejatnya itu. Saat ini lebih baik aku juga fokus merawat anak dan merawat tubuhku sendiri agar tetap terlihat cantik meski sudah pernah melahirkan. Aku yakin masih bisa mendapatkan suami yang lebih baik dari pada Bang Ronal, yang pasti setia dan lebih tampan darinya. ⚘⚘⚘⚘⚘ Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD