two

1417 Words
"Selamat siang semuanya." dokter Nagata memulai pembicaraan membuat semua yang ada di aula diam.  "Pasti kalian sudah tahu tujuan dikumpulkan di aula ini, saya ingin memperkenalkan di samping saya adalah dr. Ryu Alrico Reynand, putra bungsu saya yang baru kembali dari Jepang. Dia adalah dokter spesialis jantung, dia bekerja di rumah sakit besar Tokyo selama hampir 2 tahun, dan saya ingin ia mengabdi di rumah sakit milik orangtuanya. Selain ia berdinas disini ia juga saya angkat sebagai wakil pimpinan, jadi jika saya ada urusan di luar atau ada halangan, ia yang akan memegang kendali dan keputusan di rumah sakit health and health ini." ucap dokter Nagata dengan fasih, walau ia bukan WNI namun sejak kecil ia sudah tinggal di Indonesia dan menganggap Indonesia adalah negaranya.            "Kalian bisa mengatakan aspirasi kalian, ide atau apapun untuk kebaikan dan kemajuan rumah sakit ini," ucap dokter Nagata, ia menoleh pada Ryu dan mengangguk.             Ryu mengangguk hormat pada ayahnya, kemudian berdiri.              "Nama lengkap saya sudah disebutkan oleh ayah saya, namun kalian boleh memanggil saya dokter Ryu, sama seperti pada rekan dokter yang lain. Mohon bimbingannya pada dokter senior, dan kerjasamanya pada dokter muda disini." ucap Ryu takzim, ia membungkukkan badannya tanda hormat.       "Baiklah sekian perkenalannya, silahkan menikmati hidangan yang disediakan." ucap dokter Nagata pada semua dokter yang berkumpul di aula. Dengan teratur para dokter menuju hidangan yang disediakan begitupun Vania dan Zelina, hanya Auryn yang masih diam duduk di tempatnya.                Beberapa dokter senior mendekati dokter Nagata dan Ryu, mereka bercakap cakap, Auryn melihat Ryu terlihat sopan santun.       "Pria itu terlihat sopan, siapa sangka dia pria yang aku lihat kemarin dengan sikap yang berbeda," gumam Auryn.      "Eh Ryn...melamun aja, ayo kita salaman sama dokter Ryu, siapa tahu kita bisa hang out bareng dia."  "Kalian nggak ingat apa, dia kan pria di cafe kemarin."  "Iya kita ingat Ryn, makanya itu. Berarti dia berteman sama banyak model papan atas, kalau kita gaul sama dia siapa tau kita nanti juga kenal sama para model."  "Hhh...kejauhan kalian mikirnya. Kalian aja lah, aku mau makan, lapar." Auryn beranjak dari duduknya dan menuju hidangan yang sudah disiapkan.         "Tuh anak kenapa ya, aneh deh. Ya udah yuk kita ke dokter Ryu." Vania dan Zelina kemudian mendekati Ryu yang memang sedang berdiri bersama beberapa orang.    Auryn mengambil menu umum yaitu sate ayam dan nasi, ia juga mengambil air mineral dan mencari tempat duduk untuk makan, ia melihat Vania dan Zelina sudah bercakap cakap dengan Ryu dan sesekali tertawa akrab. Ia akui Vania dan Zelina merupakan gadis yang ceria dan mudah akrab dengan siapa saja, beda dengannya yang malas berakrab ria kecuali ada yang mengajaknya bicara terlebih dulu. Ia memang ramah pada siapa saja dan cekatan tapi tidak suka terlalu akrab dengan orang lain.           Setelah makan Auryn keluar dari aula dan kembali ke IGD, ia tak ingin berlama lama di aula karena ia yakin banyak pasien di IGD yang harus ia tangani. Ia biarkan Vania dan Zelina mengakrabkan diri dengan Ryu, dokter baru sekaligus anak pemilik RS health and health. Ia kembali berkutat dengan tugasnya di IGD hingga sore hari jam kerjanya usai. Ia tak melihat lagi Vania dan Zelina setelah acara perkenalan dokter Ryu tadi siang, mungkin mereka bertugas di poly 1 fikirnya. Ia menyelesaikan tugasnya menangani pasien terakhir kemudian mencuci tangannya dengan cairan disinfektan, ia meletakkan stetoskop dan snellinya di locker, namun di mobilnya ia memiliki peralatan lengkap jika suatu saat ia bertemu orang dijalan yang memerlukan pertolongan. Ia bergegas melangkah keluar menuju area parkir, di ares parkir ia melihat gadis yang sama yang bersama Ryu kemarin, gadis itu berdiri seperti sedang menunggu. Auryn yakin gadis itu sedang menunggu Ryu. Auryn masuk dalam mobilnya dan keluar dari area parkir, saat melewati di mana gadis itu berdiri, ia melihat Ryu melangkah keluar dari lobby rumah sakit mendekati gadis itu.     Oooo----oooO Sebulan berlalu, Auryn, Vania dan Zelina semakin akrab, Auryn banyak menghabiskan waktunya bersama sahabat sahabatnya itu dari pada di rumah karena ia tahu, rumahnya akan selalu sepi karena papa dan mamanya selalu ada acara di luar, hanya ada Ardan dirumah yang selalu belajar, ia ingin seperti keluarga yang lain, bisa makan malam bersama, bisa berkumpul saat weekend namun itu sudah tak ia rasakan sejak lama. "Ryn....." Auryn yang sedang makan sendiri menengadahkan kepalanya dan melihat Vania sudah duduk didepannya.    "Eh Van, mana Zelina?" "Dia hari ini libur Ryn, kamu makan gado gado aja, nggak makan nasi?, diet?" "Enak aja diet, dalam kamus aku nggak ada itu diet diet, banyak makanan enak ngapain diet." celetuk Auryn.           "Kirain....habis dinas jalan yuk ke mall, mumpung habis gajian aku shopping." ucap Vania.    "Boleh, tapi aku nggak shopping ya?" "Ih...kenapa, tabungan kamu kan banyak sih beli apa gitu." "Nggak deh Van, barang barang aku masih bagus semua, buat apa menimbun barang branded." "Ya terserah kamu aja lah," jawab Vania.      Mereka melanjutkan makan siang mereka dengan bertanya tentang pekerjaan dan tugas masing masing, Mereka sering sharing seperti ini karena mereka bisa saling belajar. Setelah jam kerja mereka selesai, Auryn dan Vania kemudian pergi ke mall bersama dengan mobil Auryn karena Vania tidak membawa mobil, mereka sampai mall dalam waktu 30 menit. Vania kalap keluar masuk butik membeli baju, sepatu dan tas sedangkan Auryn hanya mengikutinya saja, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru mall, mall lumayan ramai malam ini, Vania sedang memilih baju di sebuah butik sedangkan Auryn hanya melihat lihat saja di sebelahnya.     "Ini bagus nggak Ryn?" tanya Vania mengangkat sebuah gaun berwarna merah menyala. Auryn menoleh dan menatap baju ditangan Vania.    "Bagus, kamu coba aja dulu." ujar Auryn.   "Oke...." Vania meletakkan beberapa paper bag ditangannya yang berisi tas dan sepatu, lalu membawa gaun merah itu ke pass room untuk mencoba gaun itu.   Auryn masih melihat lihat pakaian pakaian dibutik itu dengan sesekali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru butik, dan tak sengaja ia melihat orang yang ia kenal. "ya ampun...dia lagi," ucap Auryn spontan, ia masih memandang seorang pria bersama seorang gadis yang mencoba sebuah gaun di sudut lain butik.    "Ryn....Auryn...." Auryn terkejut saat Vania sudah berada disampingnya. "Ish kamu bikin kaget aja sih." "Habis dari tadi dipanggil nggak bereaksi, melamun apaan sih Ryn?" tanya Vania.        "enggak...nggak ada. Coba lihat." Auryn mengalihkan pembicaraan. Dilihatnya gaun merah itu cocok sekali dengan kulit putih Vania.    "Pas banget di kamu Van."  "Beneran?" "Iya." "ya udah aku ambil." Vania bergegas menuju pass room kembali. Dan tak lama kembali menenteng paper bag.   "Udah.? Kemana lagi?" "Makan yuk, lapar." "Oke, udah malam juga," jawab Auryn.    Keduanya pun keluar dari butik dan mencari resto yang terdekat dengan butik, mereka masuk ke resto Korea tak jauh dari butik terakhir mereka datangi. Namun suasana resto penuh dan meja sudah terisi.    "Penuh Van, cari tempat lain aja," ucap Auryn.    "Jangan, aku lagi pengen bulgogi Ryn, disana aja," Vania menarik tangan Auryn memasuki resto dan mendekati sebuah meja.   "Selamat malam dokter Ryu," sapa Vania pada Ryu yang sedang duduk bersama seorang gadis, Auryn terbelalak menyadari apa yang akan dilakukan Vania.   "Malam....kamu bukannya dokter Vania?" "Ternyata dokter Ryu masih ingat. Benar dok. Apa boleh kami ikut bergabung di meja ini soalnya semua meja sudah terisi." Ryu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru resto yang memang sudah penuh terisi semua mejanya.   "Silahkan." "Terima kasih dok, ayo Ryn, oh ya kenalkan ini dokter Auryn, dokter di RS health and health juga." "Hai...," sapa Ryu pada Auryn.   "Halo." "Van, jangan. Kita cari resto lain aja, nggak sopan tau." "Ish nggak apa apa kali Ryn," Vania menarik tangan Auryn untuk duduk yang berhadapan dengan Ryu dan gadis disampingnya.          Auryn menatap gadis itu dan Ryu yang sedang bercakap cakap, gadis dihadapannya beda dengan gadis yang ia lihat sebulan lalu yang berpelukan denga Ryu. Ia yakin Ryu adalah seorang player, Vania memesan bulgogi dua porsi untuknya dan Auryn. Auryn merasa menjadi seorang pengganggu dalam kebersamaan Ryu dan gadis itu sedangkan Vania cuek saja. Ia mempercepat makannya karena ia tak ingin berlama lama disini.    Dengan sedikit memaksa Auryn mengajak Vania pergi meninggalkan resto korea itu untuk pulang.    "Dasar kamu Van, masa orang lagi pacaran kamu gangguin sih." "Biarin aja, orang aku ingin deketan ama dokter Ryu." "Ya ampun, dia itu sudah punya pacar Van, dan dia itu player, bulan lalu kan bukan gadis itu pacarnya." "Ah santai kali Ryn, malah satu tantangan buat aku kalau bisa menjadi pacar dokter Ryu, kalau aku jadi pacarnya akan aku pertahankan hingga ia tidak bisa berpaling dariku." "Hhhh....bebal banget di kasih tahunya. Seorang player bagaimanapun juga akan sulit berubah Vania, malah bikin sakit hati nanti." "Udah kamu nggak usah fikirin itu, yang penting kamu dukung aku aja." Auryn menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Vania, sahabatnya itu sepertinya niat sekali ingin mendekati dokter Ryu.    Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD