bc

Ketulah Cinta

book_age18+
15.7K
FOLLOW
195.6K
READ
love after marriage
age gap
arranged marriage
goodgirl
sporty
CEO
maid
comedy
suger daddy
asexual
like
intro-logo
Blurb

Zulfa Maulida, gadis 19 tahun yang memalsukan usianya lebih tua. Ia bekerja sebagai office girl di perusahaan milik Adrian Lazuardi saat siang hari. Dan, saat malam hari bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah mertua Adrian yang sudah dua tahun ditinggal meninggal istrinya, nama mertua Adrian adalah, Zulkifli Mahmud (baca Aku Hanya Bayangan 1, 2, dan Meraih Cintamu).

Zulfa Maulida.

"Amit-amit jabang bayi, usia boss tua itu sudah empat puluh tujuh tahun, selisih dua puluh tujuh tahun dari aku, bahkan beliau lebih tua dari orang tuaku."

Namun sebuah peristiwa tidak terduga, membuat mereka harus menikah dengan rasa terpaksa.

chap-preview
Free preview
PART. 1 ZULKIFLI MAHMUD
Zulkifli Mahmud, pria empat puluh tujuh tahun itu baru saja menyelesaikan sholat subuh, saat pintu kamarnya di ketuk pelan. Dibuka pintu kamar, sesosok tubuh mungil seorang gadis menyambutnya. Senyum manis tersungging di bibir si gadis. "Selamat pagi, Pak. Maaf, saya ingin mengambil pakaian kotor," ujar si pengetuk pintu. Zul menyingkir dari ambang pintu, memberi jalan bagi Zulfa, gadis dua puluh tahun itu untuk masuk ke dalam kamarnya, ia tersenyum dan menganggukan kepala pada Zulfa. Hal ini terjadi setiap hari, selama tiga bulan ini, jadi sudah tidak perlu banyak kata lagi untuk bertanya. "Sarapan sudah siap di meja makan, saya permisi." Zulfa yang membawa pakaian kotor dari dalam kamar mandi, menganggukan kepalanya. Zul hanya menjawab dengan mengangguk juga. Zul kembali menutup pintu kamar, lalu mengganti baju koko, dan sarung yang dikenakan, dengan kemeja, dan celana kain, pakaian kerjanya. Ditatap wajahnya di cermin, ia tersenyum mengingat kalau diusianya yang ke empat puluh tujuh tahun, ia sudah jadi kakek dari empat orang cucu. Putri kembarnya, memberikan masing-masing sepasang cucu kembar untuknya. Tapi, senyumnya menghilang, saat teringat akan almarhumah istrinya, yang sudah meninggal hampir dua tahun lalu. Berbagai tragedi terjadi secara beruntun dalam keluarga mereka. Tapi kepedihan hati, dan waktu-waktu penuh air mata itu kini sudah berlalu. Kedua putri kembarnya hidup bahagia bersama suami dan anak-anak mereka. Sedang ia memilih untuk hidup seorang diri di rumah ini. Zul ke luar dari kamarnya, untuk menuju meja makan. Ia membuka tudung saji yang ada di atas meja. Satu piring nasi putih, satu piring kecil tumis wortel dan buncis, serta satu telur mata sapi ada di bawah tudung saji. Zul duduk, lalu memulai sarapannya, sendirian, tanpa istri, anak, menantu, dan cucunya. Terkadang ia merasakan kesepian, tidak ada teman untuk berbagi cerita, dan bercanda. Tapi, untuk menikah lagi, ia harus berpikir sejuta kali. Ia takut, jika kejadian yang sama terulang lagi. Ia takut, tidak mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin istrinya, karena hal itulah yang dijadikan alasan almarhumah Devina, untuk berselingkuh darinya. Zul menyuap makanannya perlahan, Zulfa juga tengah sarapan di dapur, ia sudah selesai mencuci dan menjemur pakaian Zul yang hanya beberapa lembar saja. Ia harus menyelesaikan makannya sebelum Zul, karena mobil jemputan karyawan akan segera datang. Bergegas Zulfa mengakhiri sarapannya, dan menyiapkan bekal untuk makan siangnya. Setelah semua di rasanya beres, ia menemui Zul di ruang makan. "Bapak, saya pergi duluan. Assalamuallaikum" "Walaikum salam" Zul menatap punggung Zulfa yang meninggalkan ruang makan. Gadis itu memang bekerja di dua tempat. Sebagai office girl di kantor Adrian, tempat di mana Zul juga bekerja. Dan menjadi ART nya setelah jam kerja usai. Tadinya ia punya ART yang usianya cukup tua, tapi mengundurkan diri karena ingin mengikuti anaknya yang menikah. Zulfa, adalah pilihan Adrian dan Devita. Melihat kinerja Zulfa selama dua tahun di perusahaan, membuat Adrian dan Devita yakin, kalau Zulfa bisa dipercaya untuk mengurus semua keperluannya. *** Zulfa sudah memulai tugas paginya, di kantor Adrian. Ia tengah melap pintu dan dinding yang terbuat dari kaca. Satu tangannya memegang botol berisi cairan pembersih, tangan kanannya memegang lap untuk membersihkan. Suasana kantor yang masih terasa sepi, membuat suara canda dan tawanya dengan teman sesama office girl terdengar cukup nyaring. Mereka sedang membicarakan drama India yang mereka tonton setiap malam di layar televisi. Tiba-tiba, Zulfa menghentikan aktifitasnya, ia membukakan pintu yang terbuat dari kaca untuk seseorang yang sangat dihormatinya. "Selamat pagi, Pak. Ingin dibuatkan minum apa?" Tanyanya begitu tubuh orang itu melewati ambang pintu. "Pagi, seperti biasa saja" jawab orang itu datar, namun ada senyum di bibirnya. "Baik, Pak" Zulfa menganggukan kepalanya. "Terimakasih." Orang itu berlalu dari hadapannya. "Fa!" panggil Ani teman yang bersamanya. "Apa?" Zulfa mendekati Ani. "Kamu kok bisa tahan, tinggal dengan orang sependiam Pak Zul, kamu itukan orangnya tidak bisa diam?" Tanya Ani. "Iya ya, kenapa ya, kok aku betah. Hmmm, mungkin karena si boss tua tidak banyak permintaan, tidak pernah memerintah, tidak pernah cerewet dalam hal apapun. Apapun yang aku masak, selalu beliau makan. Tidak pernah protes sekalipun," jawab Zulfa bergumam. "Coba sekali-sekali kamu membuat masakannya diberi garam yang banyak, kira-kira beliau protes tidak ya," ujar Ani ikut bergumam. "Hisst, nanti kualat, sudah ya, aku ingin buatkan beliau minum dulu, nanti aku ke sini lagi." Zulfa meninggalkan Ani yang meneruskan pekerjaannya. Dalam pikiran Zulfa, ingin juga menuruti saran Ani tadi, ia ingin sesekali mendengar Zul menegurnya, karena pekerjaannya yang dianggap tidak becus, karena selama ini, sekalipun ia belum pernah ditegur atau dimarahi. 'Bagaimana beliau bisa marah, pekerjaankukan selama ini selalu beres.' -- Zulfa membawakan teh hangat ke ruangan Zul, diketuknya pintu perlahan. "Masuk" Zulfa membuka pintu, lalu melangkah mendekati meja kerja Zul, diletakan cangkir teh hangat di atas meja. "Ini minumnya, Pak" "Terimakasih" Zul tidak berusaha mengalihkan tatapan dari layar laptopnya. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" "Tidak, terimakasih" jawab Zul, kali ini diangkat wajahnya. Ditatapnya wajah Zulfa yang tersenyum kepadanya, dibalas senyum Zulfa sekedarnya. "Kamu boleh pergi" "Baik Pak, saya permisi" "Ya" Zul kembali kepada layar laptopnya. Zulfa memutar tubuhnya, lalu ke luar dari ruangan Zul sambil menghela napasnya. 'Ada ya orang seperti itu, tanpa basa basi. Ekspresi dan wajahnya lempeng saja, padahal sudah hampir dua tahun aku kenal beliau. Eeh, tapi kalau kumpul dengan keluarganya, Pak Zul kelihatan ceria wajahnya' BERSAMBUNG

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nur Cahaya Cinta

read
357.9K
bc

Bukan Istri Pilihan

read
1.5M
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Istri Muda

read
391.6K
bc

Suamiku Calon Mertuaku

read
1.4M
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook