3. The Girl is My Best Friend

1299 Words
“Eeh Kinan, cowok cakep itu kayanya aku kenal deh.” Ella, sahabat Kinan satu-satunya dengan heboh mengguncang tangan Kinan. Dia belum lama pindah ke Jakarta karena pindah tugas. Sebenarnya sudah ketiga kali Ella datang ke gedung kantornya, tapi baru kali ini dia melihat Arfi.  Baru saja Ella akan menghampiri Arfi, tiba-tiba saja lelaki muda tampan itu beranjak pergi bersama teman kerjanya. “Ooh itu Pak Arfi. Kamu kenal dia?” Tanya Kinan dengan heran. Kinan sendiri tidak menyangka bahwa sahabatnya ini kenal dengan Arfi. “Gak yang kenal banget sih. Tapi gitu deh, kami pernah satu sekolah pas SMP sebelum papa pindah tugas ke Makassar.  Aku kelas satu dia udah kelas tiga. Tambah cakep aja sih. Kira-kira masih ingat gak ya sama aku? Apakah aku sememorable itu ya?” Ella bertanya pertanyaan retoris. “Kamu jangan merendah Ella, kamu cantik, supel, pintar, ramah. Pasti  akan diingat oleh cowok-cowok.” Jawab Kinan sambil tersenyum tulus. Ella dan dirinya bagaikan langit dan bumi. Ella bagai rembulan purnama sempurna sedangkan dia bagaikan Larissa. Nama yang cantik bukan? Tapi apakah kalian tahu Larissa? Hmm mungkin hanya sebagian saja yang tahu, Larissa adalah salah satu nama satelit Planet Neptunus. See, seperti Larissa yang banyak orang yang tidak tahu, demikian pula dirinya. Tapi tidak masalah bagi Kinan, toh dia memang tidak suka keramaian. Dia memang gadis yang tertutup. Hanya pada orang-orang tertentu saja dia bisa lebih terbuka. “Aah kamu juga cantik kok. Tapi Kinan kamu harus lebih pede dong, jangan menutup diri terus. Pede pede dan pede! Jumat lusa jadi yaa kita makan malam terus sekalian ke mal. Aku jemput kamu, pulang kantor kita langsung cuzz berangkat.” Karena sudah lewat magrib dan jalanan yang sudah lengang, keduanya memutuskan pulang. Tanpa Kinan tahu, jalan hidupnya akan terseret ke pusaran cinta Ella dan Arfi. Garis hidup manusia sudah tersurat, dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. *** Saat ini Kinan sedang bersama Ella di lift, tadi mereka sudah makan malam dan sekarang hendak pulang.  Di suatu lantai, lift berhenti. Kinan yang berdiri di pojok lift mendunga, matanya membola saat melihat ada lelaki dan peremuan yang masuk ke lift itu. Arfi dan Mya! Dia sempat melihat Mya melepaskan gandengan tangan Arfi, mungkin merasa tidak enak karena di tempat umum. Mendadak, d**a kiri Kinan terasa perih. Ada perasaan sakit dan cemburu melihat kemesraan keduanya. Tapi, siapa dia? Mungkin saja Arfi tidak tahu bahwa dia bahkan ada. Beda dengan dirinya yang selalu mengingat kebaikan kecil yang dilakukan Arfi hampir dua tahun lalu, yang membuatnya memendam rasa tersembunyi. Waktu itu saat bersepeda ke Kota Tua, ban sepedanya mendadak kempis. Entah kenapa pula tidak ada tukang tambal ban di dekat situ. Mungkin karena kasihan melihatnya yang kebingungan, tiba-tiba ada tiga pesepeda yang mendekatinya dan menawarkan bantuan untuk memompa. Salah satunya dengan sigap memompa dengan pompa tangan yang selalu dibawa. Hanya lima menit saja. Tapi lima menit itu mampu meninggalkan bekas kekaguman. Ella yang berdiri di sebelah Kinan menjadi heboh karena bisa bertemu Arfi walau di lift. “Eeh Arfi? Ini bener Arfi Sindhu kan?” Tiba-tiba saja Ella dengan antusias bertanya pada Arfi, yang dibalas dengan nada terdengar ragu. “Iya. Saya Arfi. Tapi maaf saya lupa pada Anda, nona. Euum siapa ya?” Jawab Arfi sambil tersenyum manis. Dilihatnya gadis yang menyapanya, dia seorang gadis yang cantik dan menarik, berpakaian cukup sopan, hingga tidak enak jika Arfi tidak membalas sapaan itu. Setidaknya sebagai sopan santun saja. “Duuh kamu tega banget sih Fi, mentang-mentang udah lama ya kita gak ketemu. Aku Ella. Kita satu SMA loh walau aku adik kelas sih, tapi berhubung Arfi Sindhu itu terkenal karena jago di pelajaran dan ekskul, semua gadis pasti tahu.” Jelas Ella dengan bersemangat, mata cantiknya berpindar indah. “Ella? Euum Ella si jago voli itu? Waah iya sudah lama banget gak ketemu. Hai apa kabar?” Akhirnya Arfi ingat juga siapa gadis yang sudah menyapanya dengan heboh. Dia mengulurkan tangan untuk menyambut uluran tangan Ella. “Baik dong, seperti yang kamu lihat.” Jawab Ella, menampilkan senyum terbaiknya. Tapi tiba-tiba dia tersadar jika Arfi tidak sendiri. Ada seorang gadis super cantik bertubuh tinggi langsing yang berdiri di sebelah Arfi yang sedang melihatnya dengan penasaran. “Eeh maaf mbak, saya teman Arfi dulu pas SMA, adik kelas sih. Euum ini kalau gak salah Mbak Mya Prameswari ya? Salah satu selebgram favorit saya.” Ella bertanya ramah pada Mya. “Iya, saya Mya. Waah senangnya ada yang menjadikan saya favorit, jadi tersanjung loh. Hai apa kabar?” Mya mengulurkan tangannya untuk bersalaman. “Hai Mbak Mya, saya Ella. Bukan hanya saya, tapi teman saya ini juga suka banget sama tutorial make up yang mbak bagikan. Iya kan?” Ella mengguncang tangan Kinan yang menunduk sedari tadi. Arfi mengerutkan keningnya saat tahu ternyata gadis yang bersama Ella adalah Kinan. “Kapan-kapan mampir saja ke kantor kami, ada coffee shop yang enak loh. Eeh tapi, sepertinya saya pernah lihat temannya Mbak Ella yang itu, apa kita satu gedung ya?” Mya memang mempunyai ingatan yang tajam. “Eeum iya mbak, tapi saya di lantai 3.” Jawab Kinan perlahan, coba memberikan senyum walau samar. Dia tidak pernah merasa nyaman jika bersama banyak orang. “Waah asiik, benarkah itu? Boleh ya mbak kami main kapan-kapan?” Tanya Ella, dia yang memang supel dan ramah semakin semangat saat Mya menawarinya datang ke kantor. “Tentu saja boleh, kenapa tidak?” Jawab Mya dengan heran. “Eeh takut kalau Mbak Mya nanti salah sangka sama saya dan teman saya ini kalau kami ke kantor Arfi.” Jawab Ella lagi. Dagunya menunjuk ke arah Arfi. “Loh kenapa saya mesti salah sangka? Aaah saya tahu.. kalian menyangka kami ada hubungan ya?” Tanya Mya lagi, dia sudah bisa meraba apa alasannya hingga gadis di depannya sungkan untuk datang ke kantor. Ella melihat Mya dengan antusias, sementara si gadis kikuk tadi mencuri pandang ke arah Arfi dengan mata yang tampak sedih. “Main saja, gak ada larangan kok, silakan. Kapan-kapan nanti saya traktir di coffee shop itu ya. Nah permisi dulu, ini sudah sampai parkiran. Yuk Ella, sudah malam, saya masih harus mengantar Mya dulu dengan selamat hingga rumahnya. Duluan ya…” Arfi menarik tangan Mya agar mengikutinya hingga mobil. Ada satu pasang mata yang melihat ke arah keduanya, terutama tautan tangan Arfi dan Mya, dengan tatapan sendu. Kinan melihat Arfi yang jalan bersama Mya. Mereka memang pasangan yang serasi. Arfi yang tampan, Mya yang cantik. Walau Kinan mendengar gosip ada lelaki tampan lainnya yang juga mengincar Mya. Daniel Tedja. Lelaki kaya raya, tajir melintir dan kabarnya bucin berat ke Mya. Kadang kala Kinan juga memimpikan ada lelaki yang menjadi bucinnya. Tapi mungkinkah itu terjadi? Apakah ada lelaki yang bisa tulus mencintainya? Dengan segala kekurangannya? “Haaah….” Kinan menghembuskan nafas pelan tapi tetap didengar oleh Ella. “Kenapa Kinan? Capek ya? Kalau gitu kita pulang juga yuk, kuantar.” ***  Dua bulan sudah berlalu, Ella semakin sering datang ke kantor Arfi yang terletak di gedung yang sama dengan Kinan. Kinan tahu itu, dan dia hanya bisa memendam rasa saja. Tiap kali Ella cerita, dia juga memberikan senyum simpul, senyum bahagia yang penuh kepedihan. Bahagia karena Ella bahagia dengan kedekatannya dengan Arfi, tapi sekaligus sedih mendera, karena dia tahu bahwa dia harus merelakan perasaannya sakit sekali lagi. “Kinan, sudah kuputuskan satu hal.” Tiba-tiba saja Ella mengagetkan Kinan yang sedang membaca novel. “Kinannn!!” Ella melambaikan tangan ke depan Kinan. Dia tahu kebiasaan sahabatnya jika sudah membaca, sangat konsentrasi hingga lupa sekeliling. “Eeh Ella. Ada apa?” Tanya Kinan dengan wajah bingung. “Arfi mengajakku kencan lusa. Kalau dia nembak, aku akan terima!” Mata cantik Ella berbinar, hingga membuat kecantikannya semakin menguar. Kinan menelan ludahnya. Kembali dia harus berpura-pura. Senyum tersungging di bibirnya, tapi hatinya berdarah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD