023. Di Kota D

1060 Words
Rena berjalan mondar mandir di dalam ruang tamu rumah Laras. Dia telah berkeliling menjelajahi setiap ruangan dan sisi rumah ini, berpikir bahwa Laras mungkin sedang bersembunyi di suatu tempat tersembunyi, namun dia tidak menemukan sosok gadis itu bahkan sehelai rambut pun. Dia hampir menelepon semua anggota keluarga Laras, namun berpikir bahwa masalah mungkin semakin besar dan beberapa hal yang tidak diinginkan akan terjadi, Rena mengundurkan niatnya dan hanya memberitahu Randi. Jika Rena memberitahu orang lain selain Randi, Rena yakin bahwa mereka akan memesan helikopter atau menyewa angkatan laut, darat, dan udara untuk mencari sosok gadis itu. Jadi demi kedamaian dan ketenangan bersama, Rena memilih untuk tidak memberitahukan anggota keluarga kaya itu. Rena melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah sembilan, sekolah sudah masuk dan dia tentu saja akan diberi absensi bolos oleh guru. Menghela napas panjang, Rena merasa bahwa dia pasti berutang banyak pada Laras di kehidupan sebelumnya. Sehingga dalam kehidupan ini, dia perlu mengorbankan banyak hal untuk gadis itu. Setelah beberapa saat, Rena mendengar deru mobil. Dia langsung berlari keluar dan melihat bahwa itu adalah pemuda yang dikenalnya. Kakak kelasnya dahulu yang dia segani serta kakak sepupu temannya. "Apakah kamu sudah mencari di semua ruangan?" tanya Randi setelah keluar dari mobil. Rena menatap ke arah Randi dengan canggung dan mengangguk kaku, "Ya, sudah," katanya lalu mengalihkan pandangannya ke dalam rumah seolah dia sedang berpikir dan mencari sosok Laras. Bukannya Rena ingin menjadi canggung di depan Randi, tetapi berpikir bahwa pemuda itu menyukai Laras yang memiliki hubungan kakak adik sepupu, Rena tidak bisa tidak terus memikirkannya. Hubungan cinta terlarang! Tiga kata itu terus berputar di kepala Rena. Dia tahu situasi saat ini sedang genting, tetapi Rena sebagai pecinta gosip dan drama kehidupan orang lain tidak bisa tidak memikirkannya dan mulai menjalankan plot drama dalam pikirannya. "Aku akan mencari ke tempat lain, kamu cari kembali dalam rumah. Biasanya dia akan bersembunyi di sudut ruangan," kata Randi, raut wajahnya sangat tenang, namun suaranya yang mendesak memperlihatkan bahwa pemuda itu sedang gelisah saat ini. Rena mengangguk berulang kali, mengiyakan titah Randi. Kemudian dia melihat pemuda itu berjalan kembali masuk ke dalam mobilnya, dengan tangan bergerak cepat di layar ponsel. Langka kaki Randi berhenti ketika panggilan masuk Rifaldi datang dari ponselnya. Dia menerima panggilan tersebut dan meletakkan ponsel di dekat telinganya. "Randi, kenapa Laras datang ke kota D?" tanya Rifaldi dengan suara bingung yang jelas di dalamnya. Randi langsung mengerutkan keningnya, "Dia di kota D?" "Kamu tidak tahu? Dia tiba-tiba datang dan menjadi sangat pendiam. Aku pikir kamu tahu masalahnya," kata Rifaldi yang tampak seperti bergumam, dia berpikir tentang bagaimana adiknya yang kecil itu yang biasanya sangat enggan menginjakkan kaki di kota D tiba-tiba datang dengan kemauan sendiri. Randi memiliki perasaan lega karena telah mengetahui keberadaan Laras, namun berpikir gadis itu menjauh darinya setelah mengetahui perasaannya, Randi merasa sedikit tidak nyaman. "Ya, aku tidak tahu." "Mungkin Laras memiliki sesuatu, aku akan bertanya langsung padanya. Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu lagi," kata Rifaldi dan kemudian panggilan terputus. Randi membuang napas panjang, dia berbalik dan melihat teman adik sepupunya kini menatapnya menunggu kabar darinya. "Laras di kota D," katanya. Rena mengangguk, dia cukup banyak menebak ketika melihat Randi menelepon. "Iya," katanya. Kemudian dia melihat Randi terus berjalan menuju mobilnya. Ketika tangan pemuda itu berada di gagang pintu mobil, Rena mengerutkan bibirnya dan bersuara. "Aku kira-kira tahu mengapa Laras pergi lari ke kota D," katanya. Gerakan Randi berhenti, dia berbalik untuk menoleh melihat Rena. Saat ini gadis itu masih tampak terlihat santai, mungkin hanya tatapan penasaran dan keinginan tahu yang besar yang tampak sangat mencolok. Namun dalam tatapan dan ekspresi wajah serta nada suaranya tiada hinaan atau makian yang terlihat. "Bagaimana menurutmu?" tanya Randi dengan tenang. Ditanya seperti itu, Rena merasa sedikit canggung. Dia melihat wajah Randi yang tampak sangat kelelahan seolah belum cukup beristirahat, dan merasa sangat kasihan. Bagaimana pun Randi sangat tampan, Rena tidak tega melihat wajah orang tampan terlihat begitu menyedihkan. "Kak Randi tahu Laras sangat impulsif, jangan terlalu mengambil hati setiap ucapan dan tindakannya," katanya dengan hati-hati. Dia bahkan memiliki keinginan untuk berkata bahwa dia sangat mendukung jika Randi bersama Laras. Namun itu adalah hal sensitif untuk dikatakan, dan Rena tidak berani untuk mengambil resiko seperti itu. Randi mengangguk, "Um, terima kasih." Setelah mengatakan itu, dia masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari pekarangan rumah Laras. Rena memperhatikan mobil itu menjauh dan menghilang menghela napas berat. Dia berdecak lidah dan duduk di tangga teras depan rumah. Merasa sangat lelah karena telah berlarian ke sana kemari untuk mencari Laras. "Kapan gadis itu bisa sedikit tenang sehingga aku juga bisa bersantai," gumam Rena. Dia mengangkat tangannya untuk menahan dagunya ketika dengan malas menatap ke depan. "Padahal Kak Randi tidak begitu buruk, kenapa Laras tampak sangat menolaknya?" Rena telah berteman dengan Laras sedari kecil, dia kurang lebih tahu tentang masalah internal keluarga Laras. Karena sering bermain dengan Laras, Rena bisa melihat betapa Randi menjaga gadis yang susah diatur dan keras kepala itu. Dibandingkan dengan pemuda lain yang mungkin menyakiti Laras seperti Kevin sebelumnya, Rena lebih tenang jika orang di sisi Laras adalah Randi. Namun Rena sadar bahwa pikirannya terlalu naif. Randi dan Laras adalah sepupu dengan hubungan dekat, tidak mungkin mereka berdua bersama. Bahkan jika Laras menerima Randi, keluarga mereka tidak akan menyetujui hal ini dan pastinya dalam lingkaran keluarga terpandang akan ada gosip buruk yang tersebar. Rena sangat menyesal tidak membawa kripik, dia ingin sekali makan keripik sembari merenungkan drama cinta teman dekatnya itu. Namun memikirkan bahwa ini masih jam sekolah, Rena tersentak, sedikit mengumpat sebelum dengan sigap berlari untuk memesan taksi online. Laras— yang menjadi kekhawatiran setiap orang kini duduk di sofa dengan wajah cemberut, berulang kali Rifaldi bertanya padanya, dia akan mendengus atau hanya memutar matanya kesal. Setelah lama, dia akhirnya bangkit berdiri dan berjalan ke kamarnya sembari berkata kesal, "Kenapa aku harus memiliki alasan untuk datang ke sini? Itu tidak seperti aku mengunjungi orang lain. Aku hanya pergi ke rumah ayahku dan bertemu kakakku, apa yang aneh?" gerutunya. "Anak nakal ini," suara pria paruh baya terdengar mendekat. Laras menoleh dan melihat sosok ayahnya di ujung tangga. "Ini masih waktu sekolah dan kamu datang tanpa memberitahu siapa pun, apakah kamu ingin merepotkan orang lain jika kamu menghilang?" "Aku merepotkan?" Mata Laras melebar, "Orang Tua, jika aku menghilang, diculik, atau tersesat, Anda tidak perlu mencariku. Aku masih memiliki banyak orang yang mengkhawatirkanku dengan tulus!" Laras berteriak kesal, lalu berlari ke kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD