Perjanjian dan Burisrawa

1056 Words
Roisa duduk lemas menatap poto-poto dirinya yang tidak pantas terlelap bersama seorang pria. Jebakan yang ia susun bersama Mauren dan Airin untuk Amanda kini berbalik memerangkapnya. ternyata rasanya sangat sakit. Salahnya yang sudah begitu jahat, sekarang jika sudah begini siapa yang mau ia salahkan? "Ba-bagaimana bisa?" teriak Roisa panik kemudian menyobek semua poto-poto itu menjadi serpihan kecil. Sam memandang sinis pada Roisa yang kini terlihat shock dengan poto yang ia berikan. Beruntung keponakannya sangat pintar dan mampu mendeteksi kebiadaban Roisa, jika tidak pasti sekarang keponakannya yang berada di situasi Roisa. "Percuma saja kau menghancurkan poto itu, aku punya soft copy-nya." Roisa kembali bergetar, tentu saja poto-poto itu ada salinannya. "Sudah tahu apa kesalahanmu?" tanya Samuel. Dia duduk tepat di seberang meja. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Roisa yang terlihat frustasi. "Kau membuat masalah dengan orang yang salah," ucap seorang wanita yang sudah Roisa hapal. Seketika Roisa menengadah mencari pemilik suara. Matanya membulat sempurna saat ia melihat siapa pemilik suara tersebut. "Amanda," ucap Roisa terkejut. "Hai, tidak menyangka kita akan bertemu dalam situasi dan kondisi seperti ini," ucap Amanda seraya menatap Roisa dari ujung rambut ke ujung kaki. Roisa mengikuti tatapan Amanda yang menatapnya dengan pandangan sarkastik. Dia sadar penampilannya saat ini sangat memprihatinkan. dengan kaos kebesaran yang sesekali melorot di bagian bahu. Wajah polos tanpa riasan dan rambutnya masih basah. Seandainya memungkinkan, Roisa ingin mengubur wajahnya di dalam tanah. "Thank you Om Sam, tanpa bantuan dari Om aku tidak tahu harus berbuat apa," ucap Amanda. "Your welcome, kau temani ia dulu. Aku ke dalam sebentar." "Tentu, Om Sam." "Om?" beo Roisa. Amanda sukes membuatnya terkaget-kaget. "Ya, dia adik Mamaku. Kamu pasti kaget 'kan, bukan hanya rencanamu yang gagal tapi aku juga bisa membalikkan keadaan." Roisa semakin lemas, dia tidak bisa berkata-kata lagi. Sekarang masa depannya bisa dipastikan suram. Amanda pasti akan membuat perhitungan dengannya dan membalas dendam. "Jangan khawatir, aku tidak akan menyebarkan poto-potomu selama kau berjanji tidak akan berusaha mencelakaiku lagi. Kita bisa mulai berteman dengan baik sekarang, bagaimana?" Roisa menatap Amanda tak percaya, tidak mungkin syaratnya semudah itu 'kan? "Kenapa, kau keberatan?" tanya Amanda dengan suara halusnya yang merdu. "Hanya itu saja?" tanya Roisa memastikan. "Apa ada hal lain yang kau inginkan?" Amanda balik bertanya. Roisa masih belum percaya dia bisa lolos semudah ini. Rasanya mustahil Amanda akan memaafkannya begitu saja setelah rencana jahat yang sudah ia buat untuknya. Roisa berdiri dan menatap Amanda dengan tajam, dia bertanya dengan langsung, "apa kau sudah memaafkanku untuk kesalahan fatal yang sudah kulakukan?" Amanda mengangguk dan menunjukkan senyum manisnya. Matanya melengkung seperti bulan sabit, tidak ada kepura-puraan yang tampak di wajah ayu Amanda. "Aku tahu kamu cuma terpengaruh sama Mauren dan Airin. Aku tahu, kok. Sejatinya kamu gadis yang baik. Buktinya, kamu tidak tega memberiku gelas berisi obat tidur itu dan menggantinya tanpa sepengetahuan Mauren dan Airin kan?" "Tapi ... saat itu kamu jelas-jelas pingsan di meja kafe." "Pura-pura, sebelumnya aku sudah meminta bantuan Om Sam. Aku tidak tahu kalau ternyata kau berubah pikiran dan berusaha menyelamatkanku. Sayangnya, obat yang kuberikan padamu lebih dulu bekerja. Kau pingsan dan dibawa Om Sam sebelum aku memberitahu Om untuk membatalkan rencana menjebakmu dengan poto syur." "Aku nggak ngerti." "Intinya aku mengetahui rencanamu dan merencanakan serangan balik untukmu. Sayangnya, di tengah jalan kau berubah pikiran. Hanya seperti itu. Rencanamu gagal tapi rencanaku menjebakmu mengambil poto syurmu tetap berjalan. Jadi, ayo kita berteman saja. Kita mulai dari awal," tawar Amanda. Roisa tidak tahu harus lega atau marah. Dia ingin tertawa dan menangis di saat yang bersamaan. "Tidak semudah itu," ucap Sam yang menyela pembicaraan mereka. "Om, kami sama-sama bersalah. Lagipula Roisa menyadari dia salah dan tidak melaksanakan rencananya." "Aku tidak yakin, dia harus mendapatkan hukuman karena berani mengusik keponakan kesayangan Om." "Ayolah, Om. Maafkan Roisa," bujuk Amanda. "Tidak, aku harus yakin dia tidak akan mencelakaimu lagi. Kau terlalu naif, mudah sekali percaya pada ucapan orang yang jelas-jelas ingin mencelakaimu." "Aku janji, Om. Tidak akan mengganggu Amanda lagi, suer. Sebelumnya aku nggak pernah begini, ini karena aku sedikit salah paham kemudian dibumbui oleh temanku jadinya aku khilaf, Om. Please maafin aku." Samuel meletakkan tiga lembar kertas yang ia bawa di atas meja. Dia tidak akan melepaskan Roisa dengan mudah. "Tanda tangan!" Perintah Sam. Roisa melihat tiga lembar kertas yang berisi perjanjian yang mengikatnya dengan Samuel. Roisa membaca dengan seksama dan seketika meradang membaca pasal-pasal yang harus ia jalankan. Semua isinya jelas hanya menguntungkan Samuel dan merugikannya. "Aku harus tinggal di sini dan menjadi pembantumu? Ti-dak ma-u." Samuel mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan salah satu poto syur milik Roisa. Dengan nada dingin dan mengancam dia bicara pada Roisa. "Hanya dengan satu klik poto ini akan tersebar ke seantero dunia." Roisa membelalakkan matanya dengan sempurna. Poto dirinya yang berbaring dengan manja di lengan seorang pria sudah pasti akan mengantarkannya ke jurang kehancuran jika sampai tersebar. "Jangan! Kumohon," ucap Roisa memelas. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan." Roisa bergegas mengambil pena kemudian tanpa pikir panjang membubuhkan tanda tangannya. "Om, yakin gak menyesal minta aku tinggal di sini? Aku makannya banyak lho, Om." Samuel mengabaikan ucapan konyol Roisa. Dia akan tetap memanfaatkan Roisa karena berani mengusik anggota keluarga Wibisana. "Om, dekat denganku bahaya, tahu. Nanti kalau, Om, tergoda sama aku gimana? Aku nggak tanggung jawab, ya." Kembali Roisa berusaha membuat Sam membatalkan niat menghukumnya sebagai pembantu meski hasilnya sia-sia. "Terlalu percaya diri tapi sayangnya kau bukan tipeku," jawab Samuel sinis. Amanda tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Roisa membujuk Samuel membatalkan hukuman Roisa. Padahal dia yakin Samuel juga sudah memaafkan Roisa, tapi dia tidak mengerti kenapa Samuel bersikeras tetap menghukum Roisa. "Burisrawa, titenono sok mben lak bakal kecanthol mbi aku (Buris rawa, lihat saja suatu saat nanti pasti akan tertarik padaku)," umpat Roisa pelan. "Bicara apa barusan?" tanya Samuel. Dia memang tidak paham bahasa yang diucapkan Roisa. "Oh, aku nggak ngomong apa-apa. Hanya berdoa semoga Om betah di rumah ada aku di sini. Jangan mual kalau sering melihatku nanti," ucap Roisa berbohong. Hatinya tertawa riang karena Samuel tidak mengerti ucapannya. Sewaktu-waktu Roisa akan menggunakan bahasa jawa untuk mengumpat Sam jika lelaki itu melakukan hal yang menyebalkan tanpa takut Samuel akan marah atau tersinggung. Samuel mendekati Roisa dengan mata tajam dan berapi-api, kemudian dia bicara di dekat telinga Roisa dengan nada dingin yang mampu membekukan jantung siapapun yang mendengar. "Apa kau pikir aku tidak tahu siapa Burisrawa?" dummes Mädchen Judul buku : Her Uncle Penulis : Ailova
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD