Hukumanmu sebentar lagi

1122 Words
'Duh Gusti, pie nek wes ngene ki jal? (ya Tuhan, kalau sudah begini bagaimana coba?' batin Roisa panik. Meski badan Roisa tinggi untuk ukuran perempuan di kampungnya, tapi di hadapan Sam tinggi badan Roisa tidak sebanding. Tenaganya juga pasti tidak akan mampu mengimbangi kekuatan Sam. Kali ini Roisa panik dan takut. "Pakai kamar mandi yang di luar!" ucap Sam. Roisa berbalik menatap wajah Sam yang datar. Tidak ada seringai seperti yang ia bayangkan atau wajah mupeng layaknya seorang laki-laki yang menginginkan perempuan. Sam kemudian berjalan melewati Roisa menuju ke kamar mandi. Sementara itu Roisa membeku di tempatnya berdiri. "Apa yang aku takutkan tadi?" gumam Roisa. Dia menepuk-nepuk wajahnya sendiri karena malu. Roisa kemudian bergegas keluar dari kamar, rupanya kamar Sam sudah dibuka kuncinya. Roisa terkejut begitu ia keluar dari kamar, ternyata dia berada di sebuah rumah yang besar bukan sedang berada di hotel. "Wow, sebenarnya apa yang terjadi semalam?" Roisa kembali masuk ke kamar Sam, dia tidak mau mandi di kamar mandi luar. Dia tidak tahu seluk beluk rumah ini dan penghuninya. Dia tidak mungkin berkeliling rumah mencari kamar mandi hanya dalam balutan selimut. Sam keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit pinggangnya. Tangannya sibuk mengusak rambutnya yang masih basah dengan handuk. Roisa hampir tidak mampu mengedipkan mata saat melihat sam keluar dari kamar mandi. Cara teraman melindungi matanya yang masih polos adalah dengan menutupnya dengan selimut yang ia kenakan. "Masih belum mandi? Menungguku memandikanmu?" "Tidak, tidak, tidak! Aku nggak tahu kamar mandi di mana. Aku mandi setelah kau selesai mandi saja," ucap Roisa masih dengan wajah yang tertutup selimut. Dalam hati Roisa terus berdoa agar ia tidak khilaf melihat indahnya ciptaan Tuhan dalam wujud seorang Sam. "Waktumu lima menit." "Loh, kok jadi lima menit? Tadi kan kamu bilang sepuluh menit." "Empat menit lima puluh lima detik," ucap Sam datar. "Ba-bagaimana bisa?" "Empat menit dua puluh detik." Mulut Roisa komat-kamit meski tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dengan geram dia segera berlari menuju ke kamar mandi. Kemudian dengan kencang dia menutup pintu kamar mandi. "Bodo amat! Mana bisa mandi hanya empat menit," gumam Roisa dongkol. "Memangnya siapa dia? Seenaknya memerintahku." Di dalam kamar mandi Roisa menatap bayangan wajahnya pada cermin besar yang terpajang di sana. "Ini sih orang kaya beneran. Apa yang sudah aku lakukan semalam?" Berkali-kali Roisa mencoba mengingat apa yang terjadi semalam namun gagal. Dia tidak mengonsumsi alkohol atau obat terlarang, bagaimana bisa dia berakhir di kamar bersama orang asing tanpa sadar? Roisa terus menatap pantulan wajahnya di cermin, dia hampir tidak mengenali lagi gadis culas yang ada dalam bayangan cermin itu. Sejak kapan dia berubah jadi gadis jahat yang tega membingkai temannya yang sama-sama perempuan. "Aku pasti sudah hilang akal karena setuju dengan ide Mauren dan Airin untuk menjebak Amanda. Sekarang justru aku yang terkena karma dan terjebak dengan laki-laki yang tidak aku kenal." Semua berawal dari rasa cemburunya pada Amanda yang selalu menjadi pusat perhatian di kampus. Roisa yang merasa lebih cantik dan lebih beken dari Amanda merasa iri di dalam hatinya. Puncaknya saat Wisnu, kakak senior yang diam-diam ia sukai menyatakan perasaanya pada Amanda. Kecemburuannya semakin bertambah saat Amanda menolak Wisnu mentah-mentah. Hatinya yang sedang panas semakin terbakar dengan ucapan Mauren dan Airin yang memanas-manasinya. "Pasti Amanda itu yang kecentilan, dia deketin Kak Wisnu setelah itu dia beri harapan," ucap Airin saat itu. "Benar, buaya betina suka ghosting sana-sini. sekarang giliran Kak Wisnu sudah jatuh dalam perangkapnya, dia tolak di depan umum. Kayaknya dia sengaja lakuin itu karena tahu kamu suka sama dia, deh," timpal Mauren. Roisa saat itu memakan mentah-mentah ucapan Airin dan Mauren. Bahkan saat mereka berdua membisikan sebuah ide gila, Roisa setuju tanpa berpikir panjang. "Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan? Kok, aku bodoh banget mau aja dengerin mereka berdua? Otakku pasti waktu itu ketinggalan di kosan sampai mau aja melakukan hal kotor sama temanku sendiri," gumam Roisa lagi. Dia benar-benar menyesal telah mencoba menjebak Amanda. Dia berharap semoga rencananya semalam gagal. Semoga hanya dia yang terjebak dengan laki-laki asing. Roisa mengamati setiap bagian tubuhnya, tidak ada bekas merah atau memar atau yang sejenisnya. Tidak ada rasa sakit di bawah tubuhnya. "Artinya aku nggak diapa-apain 'kan?" "Kenapa kamu berharap aku apa-apain?" tanya Sam mengagetkan Roisa dari pintu. Sam membuka pintu tanpa bersuara dan tiba-tiba muncul di dalam kamar mandi. "Arrggggg!!!" teriak Roisa spontan, dia mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Om m***m, kenapa masuk ke sini? Om 'kan tahu aku lagi mandi di sini." "Mandi apa masih kering begini? Sudah kubilang waktumu empat menit. Sekarang keluar! Waktumu sudah habis." "Tapi aku baru cuci muka." "Terus?" "Aku mau mandi dulu," ucap Roisa dengan tatapan mengiba. Sam mendengkus, dia benci berurusan dengan mahluk yang bernama wanita. Selalu ribet dan merepotkan. "Tiga menit, aku hitung dari sekarang!" Jebret!!! Sam menutup pintu dengan bantingan keras. Roisa yang terlonjak kaget mendengar suara bantingan pintu segera berlari ke bilik kaca dan menyalakan shower. Dengan gerakan cepat Roisa membasuh dirinya dengan sabun dan shampo. Ini adalah mandi paling kilat yang ia lakukan. Tangannya bergerak cepat sedangkan pikirannya terus berkelana dengan apa yang akan terjadi berikutnya. Rasanya tidak mungkin tidak ada yang terjadi semalam. Meskipun dia berdoa tidak ada yang terjadi tapi tetap saja dia harus berpikir dengan logika. "Apa dia sindikat perdagangan manusia, ya? Mampus, tamat riwayatku. Kira-kira gimana caranya lari dari tempat ini, ya? Ya Tuhan, selamatkan aku." Dug dug dug ... pintu diketuk dengan keras dari luar. Roisa semakin mempercepat gerakannya. Dia memakai handuk yang entah milik siapa, dia melilitkan handuk itu di tubuhnya kemudian memakai kaos yang diberikan Sam. "Waktumu habis," ucap Sam dari balik pintu. Roisa berjalan tergesa-gesa ke luar dengan rambut yang tergerai dan masih basah. Kaos yang dikenakannya mulai basah karena tetesan air dari rambutnya. Bibirnya yang mungil pucat dan memerah karena gigitan Roisa yang memiliki kebiasaan menggigit bibirnya saat sedang gelisah. Pipinya juga bersemu merah karena kulitnya yang putih terkena air hangat selama ia mandi. Pemandangan yang sangat menggiurkan bagi seorang pria. Sam memalingkan wajahnya agar Roisa tidak melihatnya menahan apel adamnya naik turun karena menelan saliva. "Kita bicara di meja makan, kenakan bajumu dengan benar!" ucap sam kemudian meninggalkan Roisa penuh tanya. 'Benar bagaimana? Kaos ya pakainya begini, emang harus gimana?' tanya roisa dalam hati, dia tidak sadar kaos yang digunakan kebesaran dan melorot sebelah memperlihatkan sedikit bahu polosnya. Hanya sarapan pagi tapi di meja makan terdapat banyak makanan lezat. Sayangnya, tak satupun dari makanan lezat itu mampu membuat Roisa tertarik setelah dia melihat beberapa lembar poto di meja makan. Jantungnya seakan berhenti berdetak tatkala melihat semua poto itu. "Hukumanmu akan dimulai sebentar lagi, sekarang makanlah agar kau bisa menghadapi kenyataan!" ucap Sam datar lebih datar dari papan triplek. "Ibuk ...," panggil Roisa lirih dengan air mata yang siap tumpah dari matanya. Judul buku : Her Uncle Penulis : Ailova
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD