2

1028 Words
Mohon maaf cerita ini dalam tahap revisi. Jika menemukan judul dengan tanda (#), harap dilewati dulu karena isinya pasti ngacoh. *** "Ayo main sekali lagi, Tante. Nanti kita berhenti kalau Allen udah menang," pinta Allen. "Allen kapan menangnya? Kalah terus," olok bocah itu bikin Allen makin naik pitam. Allen menggulung lengan bajunya dengan emosi. "Allen hanya belum mengeluarkan kemampuan Allen yang sebenarnya!!!" "Ya udah ayo main lagi," putus Sherina tanpa minat. Allen berkonsentrasi penuh. Sumpah malu-maluin dari tadi dia kalah lawan main sama anak TK. Pokoknya kali ini dia harus menang bagaimanapun caranya. Keberuntungan menerpa Allen karena dia akhirnya menang. Mahasiswa tingkat dua itu langsung menari-nari dan melompat gembira. Dia nggak tahu padahal Sherina memang sengaja mengalah biar permainan yang membosankan itu cepat selesai. "Tante Celi! Karena Allen menang, Allen dapat hadiah dong!" seru Allen riang gembira. Sherina mengambil sebungkus permen fox dan menyerahkan pada Allen. "Ini." "Ck! Ini kan Allen yang beli. Tante harus kasih hadiah yang dari Tante!" tegas Allen. Nggak tahu umur emang ini bocah. Bisa-bisanya malak anak TK. "Celi nggak punya uang," ucap Sherina polos. Allen terkekeh dengan raut m***m. "Hadiah buat Allen nggak perlu dibeli." Allen menunjuk pipinya. "Cium Allen di sini." "Oke," jawab Sherina tanpa prasangka. Dia mendekatkan bibirnya ke pipi Allen dan mengecupnya sekilas. Allen terdiam. Ada perasaan aneh yang meluap dari dalam dirinya. Padahal Allen sudah sering ciuman penuh gairah sama mantan-mantan pacarnya. Tapi belum pernah dia merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Apa ini? Allen memandangi wajah Sherina yang begitu polos. Gadis itu begitu manis dengan pipinya yang chubby. Allen sangat ingin melahapnya. Perlahan Allen memegang pipi Sherina dengan kedua tangannya dan mencubitnya "Gemes! Gemes!" teriak Allen setelah melepaskan cubitannya dan merengkuh badan Sherina santuy aja sih. Karena dia juga sering dianiaya begitu sama Nina kakaknya. Allen merengkuh tubuh kecil yang lembut dalam pangkuannya. Perasaan meletup-letup dari dalam dadanya belum menghilang juga. Perasaan apa ini namanya? Allen tidak bisa mendefinisikannya. Allen tersadar akan tindakan tidak bermoral yang baru saja dia lakukan. Dia mencuri ciuman pertama Sherina. Cih! Nggak apa kan? Dia kan masih bocah. Allen berusaha membela dirinya sendiri di dalam hati. Ini pasti hanya karena dia emang suka sama anak kecil. "Kak Nina belum balik," lirih Sherina tampak murung. Allen melihat jam dinding di ruang tengah. Sudah hampir empat jam sejak ayah dan calon ibu tirinya tadi keluar. Padahal tadi mereka bilang hanya pergi dua jam saja. Allen baru sadar. Kebersamaannya dengan Sherina benar-benar menyenangkan sehingga membuat Allen lupa segalanya. Huh! Jangan-jangan ayahnya sekalian ngajakin calon bininya kencan. Ya udahlah, lebih bagus juga kalau mereka lebih lama. Biar Allen juga lebih lama bersama Sherina. Selain aja mereka nggak pulang kali ya. Biar nanti malam Allen bisa bobok sambil memeluk Sherina. "Oh ya, ya. Kenapa mereka belum balik?" Tepat saat itu ponsel Allen bergetar. Panjang umur sekali yang menelepon adalah ayahnya. "Dad, katanya cuman dua jam?" kekeh Allen. "Maaf, Anda anak pemilik ponsel ini?" tanya suara wanita yang terdengar asing di seberang telepon. Tubuh Allen membeku. Bertahun-tahun lalu dia pernah mengalami hal ini. Saat ibunya menelepon, begitu diangkat ternyata yang bicara adalah orang lain. Deja vu yang mengerikan. "Ya, benar. Ayah saya di mana?" tanya Allen dengan suaranya yang gemetaran. Sherina kecil menatap Allen yang tampak panik dengan tanda tanya. Kenapa Allen terlihat takut dan sedih. "Pemilik ponsel ini mengalami kecelakaan. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit." Pukulan keras serasa menghantam kepala Allen hingga dia menjadi linglung. Kecelakaan? Ayahnya kecelakaan? "Ru-rumah sakit mana?" tanya Allen. Begitu si penelepon menjawab. Allen mengucap terima kasih dan menutup teleponnya. Buru-buru dia bangkit dan mengambil jaket. Dia menggendong Sherina yang meronta-ronta. "Celi bisa jalan sendili!" "Sherina!" bentak Allen emosi. Detik kemudian dia menyesal karena melihat mata Sherina yang berkaca-kaca. Allen mendekap tubuh Sherina erat-erat. "Maaf, Sherina. Maaf. Cup cup, jangan nangis ya. Kita harus cepat, jadi Sherina digendong dulu ya," ucap Allen sembari menepuk-nepuk punggung Sherina yang gemetar karena tiba-tiba dihardik. Allen keluar dari rumah dan segera mengunci pintu. Dia langsung berlari menuju gerbang kompleks dan mencegat angkot yang lewat. *** Sherina menatap Nina yang terbaring kaku di depan matanya dengan mata tertutup. Bukannya kakaknya itu janji mau membelikan permen? Kenapa dia malah bobok di sini? Di sebelahnya ada Om John dalam posisi yang sama. Sherina menatap Allen yang menggendongnya. Pria itu mengusap mata merahnya yang berair. Bahunya bergetar hebat. "Allen? Kak Nina dan Om John bobok di sini?" Allen terdiam menatap mata jernih Sherina. Dia memeluk gadis itu lebih erat. "Mami Nina ngantuk, mau bobo dulu katanya. Jangan dibangunin ya, Tante." "Om John juga ngantuk?" tanya Sherina. Mata Allen berair lagi. "Iya ... dia ngantuk banget." "Allen kenapa nangis? Cup cup Allen! Cup cup!" Sherina mengelus pundak Allen dengan tangan kecilnya. Allen tak kuasa berkata-kata. Tangisnya malah makin pecah. "Tante Celi, mulai hari ini bobonya di rumah Allen ya?" pinta Allen. Sherina mengangguk. Dia memang pernah mendengar bahwa dia dan kakaknya akan segera pindah ke rumah yang ditempati Om John dan Allen. Sherina menggosok matanya dan menguap lebar. Matanya sudah tak bisa terbuka. Dia mengeratkan pelukannya pada Allen. Ternyata pelukan orang ini nyaman dan hangat. Sherina merasa bersalah karena tadi nggak mau digendong. Tapi itu adalah pesan dari sang kakak bahwa dia tidak boleh mau digendong orang yang baru dikenal. "Allen," panggil Sherina lirih. "Hm?" "Celi ngantuk." "Ya udah, bobo aja ya, Tante. Tante mau Allen nyanyiin lagu?" Allen menepuk-nepuk punggung Sherina sembari menyenandungkan lagu nina bobo yang liriknya susah dia ganti jadi Celi. Sherina menutup kupingnya gara-gara itu. "Allen ga usah nyanyi. Celi malah ga bisa bobo!" ketus Sherina. Allen tertawa miris. Suaranya memang fals. "Ya udah, bobo ya, Sayang." Allen mengelus rambut Sherina. Banar dugaannya. Rambut itu memang lembut sekali jadi enak dielus. Tak lama kemudian dia merasakan irama napas gadis itu melembut. Dia Sudah tertidur. Allen mengusap matanya sekali lagi sembari memandangi jenazah ayah dan calon ibu tirinya. "Selamat tidur, Daddy, Mami. Tidur yang nyenyak," gumamnya. *** Halo Kakak-kakakku yang baik hatinya. Terima kasih sudah menemukan dan membaca cerita ini. Jangan lupa di love dan komen ya, biar diriku semangat nulisnya. Mampir juga ke cerita aku yang lainnya yak. Jika sudi, silakan follow ** aku @shietadm ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD