CH 2. Menggantikan Menikah

1166 Words
Setelah dua jam berlalu, kelopak mata Ruby mulai terbuka. Gadis itu kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya. Hal pertama yang dia lihat adalah ruangan asing, selain itu sayup-sayup dia mendengar suara seseorang yang sedang berbicara. “Ini di mana? Akh!” Ruby hendak beranjak dari tempatnya, tetapi tiba-tiba kepalanya terasa sakit. Seingatnya, dia tadi diculik oleh dua orang pria bersetelan jas dan kemudian tak sadarkan diri setelah disuntikan sesuatu. Tampaknya hal itu yang membuat kepalanya terasa sakit dan pening. Terdengar suara langkah kaki yang mendekat, membuat jantung Ruby berdegup sangat kencang. Saat ini dia sedang ketakutan, apalagi ketika melihat daun pintu ruangannya diputar ke bawah yang menunjukkan bahwa ada seseorang yang hendak memasuki ruangan. Begitu pintu itu terbuka, tampak sepasang manusia yang dikenalkan tengah berdiri dengan pakaian rapi. “Ayah? Ibu?” Seketika Ruby bernapas lega begitu melihat wajah kedua orang tuanya yang datang. Namun, tentu saja hal itu tidak bertahan lama karena gadis itu langsung menatap mereka dengan tatapan tajam. “Jadi kalian yang menculikku?!” Ruby tidak bisa menahan amarahnya. Dia tak habis pikir, bagaimana bisa orang tuanya menculik anaknya sendiri? “Itu semua adalah rencana Ibu. Bagaimana pun, kau harus menikah dengan putra keluarga Rerugen.” Mendengar hal itu, sontak Ruby melihat penampilannya sendiri. Pantas saja tubuhnya terasa tidak nyaman dan gatal, ternyata dia sedang mengenakan gaun pengantin. Di samping itu, bukankah tadi pagi mereka setuju untuk tidak akan memaksanya menikah? Lantas, mengapa kenyataan sangat berbeda dengan yang terucap? “Bodohnya aku. Seharusnya aku tahu jika kalian tidak akan menyerah begitu saja.” Ruby mengukir seringai khasnya. Mempercayai orang tuanya memang sesuatu yang salah, selain itu dia pun masih tidak menyangka jika mereka akan menggunakan cara licik untuk membuatnya menikah dengan putra keluarga Rerugen. Thomas yang sejak tadi diam akhirnya berjalan maju menghampiri putrinya. Dengan menurunkan harga dirinya sebagai kepala keluarga, dia mulai berlutut di hadapan Ruby sembari meraih tangan mungil putrinya tersebut. Tentu saja hal itu membuat putri dan istrinya membulatkan matanya serempak, tetapi dia tidak peduli. “Ruby, Ayah mohon padamu. Kau adalah satu-satunya harapan kami. Jika kau menikah sekarang, perusahaan Ayah tidak akan jatuh ke tangan orang lain.” Saat ini Thomas sedang bersandiwara. Perusahaannya baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali, tetapi dia terpaksa berbohong untuk membuat putrinya merasa iba dan menuruti keinginannya. “Tolong jangan seperti ini, Ayah. Kau membuatku terlihat buruk.” Ruby berusaha membuat sang ayah berdiri, tetapi pria paruh baya itu tetap berlutut di hadapannya. Tidak peduli seberapa keras sang ayah berusaha membujuknya, dia tetap tidak ingin menikah di usianya yang masih sangat muda itu. “Ayah tidak akan berdiri sampai kau mengabulkan permintaan Ayah.” Kalimat itu sontak membuat Ruby mendengus. Sekarang dia tahu, dari mana sifat keras kepalanya diturunkan. Harus dia akui, dia adalah orang yang keras kepala dan sulit diatur. Namun, dibanding itu semua, masih ada orang yang lebih keras kepala hingga sulit untuk dibuat menyerah. Orang itu adalah Thomas Benckiser, ayahnya sendiri. Akhirnya, Ruby berjongkok di hadapan sang ayah. Dipaksa menikah secara tiba-tiba adalah hal yang menyebalkan, tetapi sepertinya dia akan melakukannya. Lagi pula, dia juga tidak ingin terus berdebat yang entah kapan selesainya. “Aku akan melakukannya. Menikah dengan putra keluarga Rerugen untuk menggantikan kakak.” Mendengar itu, kedua orang tuanya saling beradu pandang dan kemudian tersenyum. Mereka terlihat sangat puas dengan jawaban yang diberikan Ruby. *** Ballroom hotel itu dihias dengan begitu mewah untuk acara dua insan yang dipersatukan dalam pernikahan politik. Pesta tersebut hanya dihadiri oleh dua keluarga yang bersangkutan dan kerabat dekat, tetapi mereka membuatnya terlalu mewah hingga mampu menyilaukan mata. Ruby menerima uluran tangan ayahnya yang akan berjalan bersamanya di atas altar. Di depan sana, pria yang akan menjadi suaminya sudah menunggu untuk saling mengikat janji pernikahan. Sejujurnya Ruby sangat gugup dan juga takut. Pasalnya, dia belum pernah melihat wajah pria yang hendak menikah dengannya. Otaknya mulai berpikir macam-macam. Bagaimana jika dia menikah dengan pria tua yang seumuran ayahnya? Lebih buruk dari itu, bagaimana jika pria itu juga botak atau buruk rupa? Saat pikiran-pikiran buruknya terus bermunculan, Ruby tidak sadar jika dirinya sudah berdiri di samping pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Hingga terdengar suara bisikan di telinganya yang membuat lamunannya buyar seketika. “Jangan melamun.” Sontak tubuh Ruby sedikit terlonjak, lalu menghela napas panjang. Diam-diam dia melirik pria di sampingnya melalui ekor mata, penasaran dengan wajahnya. Namun, tampaknya pria itu menyadari tatapannya hingga memunculkan seringai tipis, membuatnya langsung berdeham sembari memalingkan wajah. Setelah menunggu cukup lama, dari mulai mengucapkan ikrar hingga saling bertukar cincin, tibalah di saat mereka diperbolehkan berciuman. Pria itu, Zero, mendekatkan tubuhnya pada gadis yang baru saja menjadi istrinya. Tangan besarnya meraih pipi gembul sang gadis dan mengusapnya lembut. Hal itu membuat Ruby menggigit bibir bawahnya. Wajah pria itu sangat dekat, hingga tanpa sadar membuatnya menahan napas. Seketika Ruby memejamkan mata, ketika pria itu mulai menghapus jarak di antara mereka. Jantungnya berdegup sangat kencang, seolah akan keluar dari tubuhnya. Sejurus kemudian, dia bisa merasakan bibir lembut pria itu menyentuh kulit dahinya yang kemudian membuatnya membuka mata. “Aku tidak berminat mencium anak kecil.” Zero berbisik kecil di telinga Ruby sembari mengangkat sudut bibirnya. Menggoda istri kecilnya ternyata cukup menyenangkan, apalagi ketika melihat ekspresi wajahnya yang berubah-ubah. Merasa kesal karena telah dipermainkan, Ruby membenturkan kepalanya dengan Zero yang kemudian membuat pria itu mengerang. Dia sudah mempersiapkan diri untuk merelakan ciuman pertamanya, tetapi pria itu justru mencium dahinya. Percuma saja dia memejamkan mata dengan perasaan takut yang berlebih. “Itu adalah hadiah dariku.” Ruby menjulurkan lidahnya dengan wajah mengejek. Teman-temannya pernah berkata bahwa kepalanya sangat keras seperti batu, jadi siapa pun yang membentur atau dibentur kepalanya akan merasa kesakitan. Zero terkekeh kecil ketika melihat tingkah istrinya yang belum dewasa. Namun, hal itu justru terlihat menggemaskan baginya. Saat gadis itu hendak pergi menjauh, dengan segera dia menarik pinggang rampingnya agar mendekat. “Kita belum berciuman dengan benar, jadi aku akan mengulanginya.” Zero memagut bibir ranum Ruby dengan perlahan-lahan, menikmati sensasi menyenangkan di setiap detik yang terlewati. Tadinya dia berniat untuk mengabaikan istrinya tersebut, tetapi sebagian dari dirinya merasa terhina ketika gadis itu mengejeknya secara terang-terangan. Setelah puas mendominasi bibir Ruby, Zero tersenyum puas dan kemudian berbisik pelan dengan tangan masih ditaruh di pinggang gadis itu. “Aku menantikan malam pertama kita, Sayang.” Malam pertama. Dua kata itu tanpa sadar membuat Ruby menelan saliva-nya dengan susah payah. Malam pada saat dua insan yang sudah terikat pernikahan melakukan kegiatan intim untuk membuat keturunan. Rona merah menjalar di sekitar pipi hingga telinganya, ketika membayangkan sesuatu yang sangat mengerikan itu mungkin saja akan terjadi. Namun, tentu saja hal itu harus dicegah. Bagaimana pun caranya, dia tidak boleh membiarkan pria itu menyentuhnya barang sedikit pun! “K—kau! Jangan harap itu akan terjadi!” Dengan tergagap sontak Ruby memberi peringatan kepada Zero, sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan pria itu. Bagaimana bisa pria itu mengatakan sesuatu yang vulgar secara frontal, bahkan pada dirinya yang masih polos dan suci? Tampaknya pria yang baru saja menjadi suaminya tersebut adalah orang yang sangat berbahaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD