PART. 1

1052 Words
Kirana gadis berusia 19 tahun itu duduk di sisi ranjang rumah sakit dimana Ayahnya terbaring lemah. Telapak tangan Pak Arsyad, ayahnya, menggenggam jemari Kirana dengan sangat erat. Mata pria tua itu terpejam, nafasnya sedikit tidak beraturan. Wajah tuanya terlihat sedikit pucat. Kirana menunduk dalam berusaha menyembunyikan air matanya. Rasa cemas, bercampur sedih tak bisa ia tepis dari dalam hatinya. Ia takut, hal paling buruk akan menimpa ayahnya. Didalam ruangan VVIP itu Kirana tidak sendirian, ada juga tujuh orang lainnya. Ada Pak Hadi, pengacara Pak Arsyad beserta Bu Nisa, istri Pak Hadi. Ada dokter pribadi Pak Arsyad, yang juga sahabat beliau, dokter Arif beserta, Lisna istri beliau. Ada tiga orang lelaki dari KUA setempat. Mereka masih menunggu kedatangan Arsyl, putra Pak Arsyad yang pagi Jumat ini akan dinikahkan dengan Kirana, yang merupakan putri angkat Pak Arsyad. Itu persyaratan yang harus dipenuhi Arsyl, jika ia ingin mewarisi semua kekayaan Ayahnya. Kirana hanya bisa mengangguk mengiyakan, saat permintaan itu diucapkan Ayahnya satu minggu lalu, saat Ayahnya baru sadar setelah pingsan, dan dilarikan kerumah sakit ini. Pak Hadi, pengacara Pak Arsyad langsung menghubungi Arsyl yang tinggal di Singapura, Sempat terjadi perdebatan yang panjang antara Arsyl, dan Pak Hadi. Arsyl sempat menolak permintaan Ayahnya itu, tapi Pak Hadi memohon agar Arsyl memenuhi permintaan terakhir Ayahnya, jangan sampai Arsyl menyesal nantinya. Sepuluh tahun Arsyl tinggal di Singapura tanpa pernah pulang sekalipun. Ayahnyalah yang selalu datang ke sana mengunjunginya. Sedang Ibunya sudah meninggal 12 tahun yang lalu. Kirana sendiri baru 6 tahun ini menjadi anak angkat Pak Arsyad. Kirana tidak punya tempat untuk tinggal saat Ayahnya meninggal. Hari itu, disaat hari Ayahnya meninggal, Kirana masih ingat dengan jelas karena ia berada di sana bersama Ayahnya. Sepulang sekolah, ia selalu mampir ke tempat kerja Ayahnya untuk mengambil kunci rumah mereka, kalau Ayahnya kena giliran jaga disiang hari. Ayahnya bekerja sebagai keamanan disalah satu Bank Swasta ternama. Hari itu, salah satu nasabah Bank baru keluar dari pintu Bank dengan membawa tas di tangannya, dan ingin menuju mobilnya di parkiran, ketika salah satu dari dua orang bertopeng, yang menaiki sebuah sepeda motor menodongkan pistolnya ke arah nasabah Bank itu. Melihat hal itu, dengan sigap Ayah Kirana menarik nasabah itu menjauh, sehingga pistol itu menyalak mengenai d**a Ayah Kirana. Kedua perampok itu kabur meninggalkan Ayah Kirana yang tertembak tepat di hadapan Kirana. Kirana yang saat itu masih memakai seragam putih birunya berteriak memanggil ayahnya. Nasabah yang ditolong ayah Kirana hanya bisa mematung memandang apa yang terjadi di hadapannya. Orang itu merasa sangat syok, akan apa yang terjadi di hadapannya. Nyawanya sudah diselamatkan oleh Ayah Kirana Dan, nasabah Bank yang ditolong Ayah Kirana itulah, Pak Arsyad. Yang kemudian mengangkatnya sebagai anak, saat mengetahui kalau Kirana tidak memiliki siapapun kecuali Ayahnya. Enam tahun Kirana menjadi putri angkat Pak Arsyad, Kirana tak kekurangan apapun. Semua kebutuhannya dipenuhi oleh Pak Arsyad. Termasuk perhatian, kasih sayang, dan cinta, Pak Arsyad limpahkan untuk Kirana. Pak Arsyad sangat menyayangi Kirana, karena hanya Arsyl putra satu-satunya yang ia miliki. Bagi Pak Arsyad, Kirana sudah mengembalikan warna indah di dalam hidupnya. Mengembalikan semangatnya. Pintu ruang perawatan terbuka, dan hal itu membuyarkan lamunan Kirana. Seorang lelaki tinggi, gagah, putih dengan jambang, dan kumis tipis yang terlihat rapi berjalan mendekati ranjang. "Ayah," sapanya pada Pak Arsyad yang sudah membuka matanya. "Arsyl, akhirnya kamu pulang nak, akhirnya kamu mau kembali, terimakasih," ucap Pak Arsyad lirih. Pria yang baru datang itu adalah Arsyl, putra tunggal Pak Arsyad. Selama ini, Kirana hanya melihat fotonya saja, foto Arsyl saat sepuluh tahun lalu, yang ada di rumah Pak Arsyad. Tentu, wajah, dan tubuh Arsyl sudah jauh berbeda. Sekarang lelaki itu berdiri di samping Kirana, dan Kirana harus mendongak jika ingin menatapnya, persis seperti saat ia harus memandang Almarhum ayahnya, juga ayah angkatnya. Pakaiannya sangat rapi, kemeja putihnya terlihat sangat licin, begitu juga dengan celana hitam yang dikenakannya. Kirana menganggap Arsyl sosok pria sempurna, jika dilihat dari tampilannya. Tapi, Kirana ragu, dengan hati Arsyl, apakah sesempurna apa yang bisa dilihat oleh mata. "Kirana, kamu tidak mendengarkan Ayah?" suara Pak Arsyad, dan jawilan tangan ayah angkatnya dilengan menyadarkan Kirana dari lamunan. "Eeh ... ya, Ayah, ada apa?" sahutnya terbata. Kirana menatap wajah ayahnya yang tampak menyiratkan rasa bahagia. "Ini abangmu, Arsyl, nak, Arsyl, ini Kirana anak angkat Ayah, yang akan menikah denganmu pagi ini," kata Pak Arsyad, memperkenalkan putra kandungnya, dengan putri angkatnya. Arsyl menunduk, memandang wajah Kirana yang berdiri dengan kepala mendongak ke arahnya. Tinggi Kirana hanya sebatas d**a Arsyil. Kirana sangat yakin, bola mata hitam legam itu terlihat sangat kaget melihatnya. Bahkan Kirana merasa mata itu seperti menuduhnya telah menjadi sumber penderitaannya. Rahang Arsyl terlihat mengeras, kedua tangannya mengepal kuat di kedua sisi tubuhnya, bibirnya tertaut dengan sangat rapat. Arsyl seperti menyimpan kebencian mendalam pada Kirana. Itu yang Kirana rasakan, dan Kirana tidak tahu, Arsyl membencinya karena apa. "Kirana, beri salam Abangmu, sesaat lagi dia akan jadi suamimu." Pak Arsyad meraih kedua tangan anaknya. Kalau melihat Pak Arsyad seperti ini, rasanya Kirana tidak percaya, kalau ayah angkatnya itu sedang sakit parah. Kirana mengulurkan tangannya pada Arsyl. Arsyl menyambut uluran tangan Kirana, mereka saling menyebutkan nama. Kirana bisa merasakan betapa dinginnya telapak tangan Arsyl, sedingin tatapannya, sedingin senyumannya. "Semua sudah siapkan, ayolah sudah waktunya mereka kita nikahkan," ujar Pak Arsyad yang sepertinya sangat tidak sabar menunggu saat pernikahan anak-anak yang disayanginya. Kirana yang didampingi wali hakim sebagai wali nikahnya, menitikan air matanya saat ijab yang dilafalkan dalam satu tarikan nafas oleh Arsyl dinyatakan sah oleh saksi-saksi. 'Hebat juga dia bisa dengan tepat, dan cepat melafalkan akad nikahnya tanpa latihan,' batin Kirana. Semua yang hadir menarik napas lega. Karena ijab kabul berjalan dengan lancar. Meski ini adalah pertemuan pertama bagi Arsyl, dan Kirana. Pak Arsyad yang duduk di atas kursi roda memeluk keduanya, dalam rengkuhan kedua tangannya. "Ayah menyayangi kalian berdua, Ayah berdoa agar keluarga kalian jadi keluarga sakinah mawadah, warahmah selamanya, dan memberikan Ayah cucu yang banyak, karena terasa sangat sepi saat hanya mempunyai dua anak. Ayah yakin, kalian bisa belajar saling mencintai, saling memahami." Pak Arsyad menitikan air mata di sudut matanya. Kirana menghapus air mata Pak Arsyad. Juga menghapus air mata di pipinya sendiri. Babak baru di dalam hidupnya, sudah ia mulai saat ini. **BERSAMBUNG**
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD