“Wah, wah. Ada yang marah rupanya.” Papa seketika tersenyum dengan reaksi yang mama berikan, sepertinya ada yang sedang menggoda dan mengusili seseorang.
“Siapa juga yang marah, huh. Kau selalu benar karena kau Tuan cerdas, dan aku si bodoh yang selalu salah. Tak ada alasan bagiku untuk marah.” Mama membalas dengan ketus, memanyunkan bibir dan ekspresi wajahnya jelas sedang sebal. Dilihat dari sisi mana pun, mama tampak marah. Sepertinya papa luas dan senang melihat gelagat itu.
“Benarkah? Kalau begitu aku akan menciummu.”
Akan apa? Oh dasar penggoda.
Kulihat papa mendekatkan wajah ke arah mama.
“Hei, jangan lakukan itu di depan anak-anak, bodoh.” Mama langsung mendorong wajah papa jauh-jauh, untung tak langsung terjengkang.
“Ahahaha. Kau sangat pemalu rupanya, bahkan Schleyreina sudah tidur. Tak akan ada yang mengganggu, dia tak akan bangun meski kita melakukan itu.”
“Suami mesum.” Mama melontarkan u*****n dengan kesal, memukul bahu papa dengan pelan.
“Setuju, papa memang m***m. Cari kesempatan saja.” Aku berbicara menyetujui, meski sebenarnya aku tahu jika tak akan ada yang akan mendengar suaraku, tapi terserahlah, bosan juga hanya jadi penonton yang iri dan cemburu melihat kemesraan orangtua sendiri.
“Apa? Memangnya apa yang kumaksud? Kau yang berpikiran mesum.” Papa membela diri dan perkataan itu sontak saja membuat mama tersenyum dan wajahnya merona, dia segera mengalihkan pandangan dan menyenggol pelan bahu papa.
“Terserah, jangan mengatakan hal ambigu makanya.”
“Aku suka melihat kau malu dan merona.” Papa masih saja memberikan godaan. Bahkan di sana ada anak kecil, meski sebenarnya dia memang tertidur pulas.
“Aku benci kau menggodaku.”
Sejenak mereka hening, aku benar-benar cemburu melihat kehangatan dan kemesraan orangtuaku. Huh, apakah suatu hari nanti aku akan memiliki suami baik seperti papa ya?
“Hanya saja aku khawatir, itu adalah dunia baru yang sama sekali tak kita ketahui. Bagaimana jika ....”
“Semua akan baik-baik saja, percayalah. Malah aku lebih khawatir tentang dirimu, kita tak bisa menyembunyikan tentang garis darahmu selamanya. Cepat atau lambat, mereka pasti akan mengetahuinya.” Papa mulai lagi membahas topik itu, hanya saja mama segera menyela. Ah, padahal hampir saja, aku benar-benar penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan, ini menyebalkan. Kenapa juga harus ada percakapan yang tak jelas dan menggantung seperti ini? Apa, sih yang mereka bicarakan? Garis darah apa? Kenapa kalian tak mengatakan semuanya? Aku tahu dinding dan langit-langit memiliki mulut dan telinga, tapi ayolah aku penasaran sampai hampir mati.
“Aku senang kau khawatir padaku. Itu artinya kau sangat menyayangiku.” Papa segera mengecup pipi mama, dia tersenyum senang dengan perhatian mama selaku istrinya. Mama tersenyum dan menyenggol bahu papa pelan. Oh kalian malah bermesraan, aku ingin tahu apa yang sedang kalian bahas!
“Siapa yang menyayangi b******n sepertimu? Setiap hari selalu saja ada wanita yang menempel padamu.”
Mama melontarkan ejekan dengan dengusan dan nada juga ekspresi yang jijik. Oh apakah papa memang pria yang seperti itu? Aku tahu dia itu tampan, tapi tak menyangka jika banyak sekali saingan mama, aku harus memberi apresiasi terhadap ini. Papa hanya tersenyum pahit yang menandakan jika itu adalah faktanya.
Astaga aku baru tahu akan hal ini. Sesaat keadaan hening karena mungkin saja papa tak tahu harus membalas dengan kalimat seperti apa, menyangkal bukanlah hal yang bisa dilakukan dan itu pastinya akan menjadi kesalahan.
“Entah kenapa aku mencium kecemburuan.” Papa mulai menggoda dan melempar kalimat pancingan.
“Siapa yang cemburu? Jangan terlalu menyanjung diri, itu menjijikkan,” balas mama dengan melontarkan kalimat ejekan yang sangat tepat dan pastinya menyakitkan. Papa segera batuk-batuk.
“Hei, jangan begitu. Dengar, hanya kau satu-satunya dan tak akan ada yang akan menggantinya di hatiku.” Kalimatnya benar-benar meyakinkan, meski sebenarnya pria yang banyak kekasihnya selalu mengatakan kata-kata manis seperti ini. Bukan pengalaman, aku tak pernah mengalami hal semacam ini, hanya saja sudah terlampau sering mendengar dan melihatnya.
“Aku ingat seseorang pernah mengatakan itu, dia akhirnya selingkuh dan mati dikutuk, tongkat kebanggaan mereka ditumbuhi banyak belatung.” Saat mendengar kalimat itu, papa memegangi daerah selangkangannya.
“Kulit mereka mengelupas, bibir menjadi busuk dan membentuk p****t ayam.” Mama melanjutkan. Papa segera menyentuh bibirnya. “Dan yang terakhir, darah yang membusuk perlahan keluar dari pori-pori, itu mengundang banyak serangga yang memakan bangkai, pada akhirnya para pria itu tewas dimakan serangga hidup-hidup.” Mama mengatakan semuanya dengan ekspresi yang menyeringai jahat, aku sampai dibuat menggigil dan merinding ngeri, begitu juga yang kulihat dari raut dan gelagat papa. Oh pastinya dia sangat ketakutan.
“Itu menyeramkan, jangan mengatakan hal-hal semengerikan itu. Ada anak-anak di sini.” Papa bicara dengan pelan dan penuh perhatian. Dia benar-benar ketakutan, aku baru pertama kali melihat ekspresi papa yang seperti ini. Menggelikan juga.
“Kau juga jangan merayuku, aku tak suka.”
“Tepat sekali, jangan suka dirayu. Itu kalimat pemanis yang menjebak.” Aku berujar setuju.
“Benarkah?”
“Enyahlah, aku tak akan menyelesaikan tulisanku jika kau terus menggangguku.” Mama mengusir, dia pura-pura sebal meski kulihat ada seulas senyum pada bibirnya. Benar-benar pasangan yang rukun dan saling memahami, pasangan seperti ini yang sangat kudambakan.
“Baiklah, baiklah. Aku menyerah. Tapi aku berubah pikiran, aku akan menemanimu di sini.”
“Terserah, asal jangan menggangguku.” Mama pada akhirnya menyerah dan membiarkan papa ada di sana untuk menemaninya, mungkin saja mama sebenarnya ingin ditemani, hanya saja tak mau bicara secara langsung. Mungkin ya, aku bahkan tak tahu apa yang sedang dipikirkannya.
“Omong-omong, jika si kecil ini lahir, kau akan menamainya apa? Sudah kau siapkan?” Mama mengganti topik dan memulai topik baru. Ia memandang dan menyentuh perutnya.
“Apa jenis kelaminnya?” Papa balik bertanya. Tampak antusias dan sangat penasaran dengan janin yang ada di dalam tubuh mama, aku juga sangat penasaran, terutama dengan identitas anak yang tidur di pelukan papa.
“Reynalle bilang, dia wanita.” Mendengar jawaban itu, papa tersenyum cerah.
“Oh, berarti aku sudah tepat menyiapkan nama,” katanya dengan antusias, tangan kirinya masih menahan dan memegangi anak kecil yang sangat luar biasanya tak pernah dibahas dan seolah dilupakan, tak disinggung status dan kedudukannya di keluarga ini. Ahhh ... aku tak suka dengan ini, jujur saja aku tak suka.
“Oh, dan siapa namanya?” tanya mama dengan penasaran. Aku juga sama.
“Ya, siapa namanya? Aku juga penasaran, pasti Ely ya. Itu aku pastinya.” Aku berjalan berkeliling dengan antusias dan penasaran. Aku berhenti di depan mereka lagi dan menunggu jawaban, sama seperti mama yang menunggu jawaban.