33 – Video Rekaman Kecelakan Liza?

1606 Words
Langit masih saja gelap, tapi tak ada turun hujan seperti sebelumnya, maka aku menyempatkan diri untuk membeli barang-barang sebagai bahan masakan. Niatnya aku ingin langsung pulang saja, tapi aku tak mau jika harus terus menerus memakan mie instan, maka aku pergi menuju minimarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Pusat kota memiliki banyak minimarket di setiap pelosok, sangat mudah untuk melakukan transaksi jual beli. Aku memilah dan memasukkan beberapa jenis bahan makanan dengan tergesa, takut hujan segera turun. Mengeluarkan kartu dan segera melakukan pembayaran. Hanya sekantung kecil berisi mie instan, telur, terigu, dan bumbu masakan lainnya. Tak banyak yang dapat kubeli, aku terus melakukan pengeluaran, sementara tak ada pemasukan sama sekali. Di tengah jalan, ada seorang wanita tua yang sudah membawa barang bawaannya, dia juga bingung untuk menyeberang jalan. Ya, aku juga akan bingung jika menyeberang di sembarang tempat, bukan di zebra cross. Aku menghampirinya dan membantu nenek itu membawa barang belanjaan sebelum kemudian menyeberang. Tanpa kuduga, wanita itu memberikanku sekantung belanjaannya, dia beralasan bukan hanya karena memberi hadiah sebagai tanda terima kasih, tapi dia juga terlalu kerepotan membawa banyak sekali belanjaan. Aku juga setuju dan sadar jika barang bawaan yang dibawa oleh nenek itu jumlahnya melebihi kapasitas yang mampu dia bawa, aku jadi heran dengannya. Apakah nenek ini kebablasan belanja? *** Aku pulang dengan kantung belanjaan yang berisi beberapa bahan masakan, sebenarnya aku hanya ingin membeli telur saja, tapi siapa sangka jika wanita baik itu memberiku sekantung penuh bahan makanan, ada roti dan s**u juga. Merpati beterbangan di sekitar bangunan tempatku tinggal, angin berembus kencang dan ini biasanya tanda jika akan turun hujan. Aku mengganti pakaian, segera saja kumulai acara memasakku, meski aku bukan seorang ahli tapi kemampuanku dalam memasak tak terlalu buruk. Meski tak menghasilkan rasa yang luar biasa, tapi aku masih dapat menghasilkan makanan yang bisa dibilang enak dan dapat dimakan tanpa harus dimuntahkan lagi. Selama satu jam lamanya aku berkutat dengan masakan di dapur. Meski kupikir ini adalah masakan yang sederhana, nyatanya aku tetap memerlukan waktu yang lebih lama dari yang kuperkirakan. Pada saat itu, langit mulai gelap, tak terasa aku sudah menghabiskan waktu hampir tiga jam setelah meninggalkan perpustakaan sebelumnya. Setelah memasak, hujan segera mengguyur Kota Soulvia. Aku menikmati makan malam ditemani film yang kuputar dari kaset DVD. “Akhir-akhir ini, hujan di musim panas malah sering turun, kukira itu hanya aktivitas abnormal karena aku yang diikuti oleh ... apa pun itu.” Aku menggumam sendiri saat menoleh ke luar jendela. Bunyi guntur silih bersahutan, kilat-kilat menyambar dengan ganas, aku harap tak ada acara mati listrik. Aku melihat jika si burung hantu salju tampak tak tenang, apa dia ketakutan dengan suara petir? Sepertinya malam ini dia tak akan berburu, semoga saja ada banyak tikus untuk dia santap di rumah ini. Jujur saja, aku tak sedikit pun memiliki makanan untuknya, hanya ada sisa sepotong daging yang harusnya menjadi makananku. Saat menyaksikan film, ponselku berdering, ada pemberitahuan pesan masuk. Aku meraih ponsel yang kutaruh begitu saja di atas meja kaca, kulihat layarnya yang menyala. Sebuah pesan video masuk, itu adalah rekaman video dari salah satu mobil yang berada tak jauh dari lokasi di mana kecelakaan Liza terjadi, aku sudah memohon pada polisi dan pemilik mobil untuk meminta rekaman tersebut, bagaimanapun juga aku penasaran tentang siapa dan apa tujuan dari p*********n terhadap Liza. Awalnya polisi tak mau dan tak bersedia memberikan tayangan, tapi orangtua Liza mengizinkanku sehingga aku diperbolehkan memiliki rekaman video ini. Malam ini baru saja terkirim kepadaku. Aku mengetikkan balasan pada si pengirim dan berterima kasih karena sudah mengirim rekaman ini, segera saja kuputar videonya. Aku mengecilkan volume televisi. Saat video diputar, di dalam sana, tampak Liza berlari kecil, ia menggunakan payung hitam sebagai pelindungnya dari hujan yang turun amat deras itu, aku masih ingat jika payung itu adalah benda yang dipinjamnya dari restoran. Karena derasnya hujan pula, tayangan ini tak terlalu bagus dalam mengambil gambar, sayang sekali ini agak buram akibat terhalangi air hujan. Saat ia akan menuju mobilnya, tiba-tiba saja dia berhenti dari larinya, aku merasa dia kaget terhadap sesuatu, ada sesuatu yang ia lihat dan hal itu membuatnya takut, s**l sekali karena kamera tak dapat menangkap sosok seperti apa yang sedang dilihat oleh Liza. Apa pun itu, apa pun yang Liza lihat, jelas itu adalah sesuatu yang amat mengerikan dan hanya dia saja yang dapat melihatnya. Spekulasiku, apa yang Liza lihat adalah makhluk sejenis fey yang hanya menampakkan diri pada orang-orang tertentu saja. Spekulasi lainnya, itu pastinya adalah manusia atau monster berwujud, tapi makhluk itu berada di luar jangkauan dari kamera. Kamera yang hanya memiliki jarak terbatas saja, semakin dibuat terbatas atas air hujan yang turun begitu banyaknya. Liza menjatuhkan payungnya karena ia teramat sangat takut dan terkejut, dia mundur satu langkah yang pastinya tanpa dirinya sadari, kemudian semua bergerak dengan cepat seolah ini tayangan video yang dipercepat. Liza berteriak-teriak, terjadi beberapa hantaman yang tak dapat terlihat oleh kamera, tubuhnya ambruk dengan banyak darah yang bersimbah. Sosok yang melakukan itu semua benar-benar tak tertangkap kamera. Bagaimana bisa? Apa penyerang itu tahu jika pada beberapa mobil terdapat kotak hitam berupa rekaman? Karena kamera menayangkan bagian atas dan bawah sampai ke aspal di mana Liza akhirnya ambruk tanpa diketahui sosok seperti apa yang menyerang, aku memperhatikan aspal yang digenangi banyak air dan saat ini tercampur dengan darah Liza. Aku menutup mulut saat menyaksikan ini untuk kedua kalinya, tapi aku segera sadar ketika aku melihat ada riakan air seolah itu baru saja diinjak oleh sesuatu yang tembus pandang. “Astaga, apa itu? Apakah itu yang melakukan p*********n pada Liza? Makhluk yang transparan?” Aku terkejut dengan apa yang baru saja kulihat barusan, itu benar-benar makhluk yang nyata. Saat aku sedang kaget dengan identitas si makhluk aneh mengerikan yang tembus pandang itu, tiba-tiba saja ponselku berdering, tayangan video digantikan dengan notif panggilan telepon. Aku segera mengangkatnya karena itu berasal dari nomor adik Liza, namanya Sylviana. Segera saja aku mengangkat panggilan darinya. “Selamat malam, kak.” Dia menyapaku duluan, nada suaranya terdengar senang dan bahagia, aku dapat membayangkan seperti apa ekspresinya saat ini. “Malam, Syl, ada apa?” tanyaku, dengan nada yang biasa saja, meski sebenarnya aku agak penasaran dengan apa yang membuat dirinya sesenang itu. “Apa aku ganggu?” “Tidak, kenapa memangnya? Aku yakin kamu tak memanggilku pada jam segini tanpa alasan.” Kulihat jam memang menunjukkan jika sudah lebih dari jam sembilan malam. Aku benar-benar tak menyadari sudah lama waktu berlalu ketika aku terlalu fokus menonton film. “Itu, kakak Liza sudah bangun. Dia siuman beberapa menit lalu.” Ia segera memberitahukan maksud dari dirinya yang menelepon. Tentu saja aku tak langsung bereaksi dan membalas ucapannya. Aku terdiam sesaat, ini adalah berita baik yang sudah kutunggu-tunggu. “Kamu yakin?” tanyaku dengan nada bicara yang sepertinya jauh lebih keras dari yang kuperkirakan. “Ya. Kakak sudah bangun tadi.” “Huh, syukurlah, apa yang dia katakan? Apakah masih pusing atau ada yang masih sakit? Apakah aku bisa bertanya, emm ... maksudku apa aku bisa bicara dengannya saat ini?” Aku tak menahan diri untuk mengatakan banyak hal. Pada saat tak ada jawaban dari seberang, aku segera tertawa kecil, aku sadar Sylviana pasti bingung untuk menjawab. “Maaf, kau pasti bingung harus menjawab apa, aku terlalu bersemangat.” Aku buru-buru mengatakan hal tersebut. “Tak apa, mengenai keadaan kakak, sepertinya dia baik-baik saja, belum banyak bicara juga. Mengenai apakah bisa bicara, kakak baru saja tidur setelah diberi obat penenang. Maaf.” Aku agak cemberut dengan jawaban itu, agak kecewa sih, tapi aku segera kembali normal. “Tak apa, kapan aku bisa menjenguknya?” tanyaku yang penasaran, aku harus membagi waktu. “Kapan saja bisa, hanya saja ada jam besuk. Tak boleh melewati batas.” “Oke. Aku akan datang besok sore, emmm ... mungkin malam,” balasku dengan nada yang tak yakin, karena jujur saja aku tak tahu apa saja jadwalku besok. Lagi pula jika aku memiliki jadwal yang tepat dan sesuai, bisa saja ada sesuatu yang berubah dan mendesakku untuk mengganti jadwal harianku. “Oke, datang saja. Kakak mungkin akan senang temannya menjenguk.” Aku bercakap-cakap singkat dengannya, menanyakan kabar orangtuanya dan hal lain sebelum mengakhiri percakapan. Aku sangat lega dengan itu, kukira dia akan mengalami koma atau tak sadarkan diri dalam waktu yang lama. Tentu saja aku segera tersenyum senang dan antusias, rasanya aku ingin pergi saat ini juga untuk menengok keadaannya, ingin menjenguk dan menceritakan banyak hal juga menanyakan banyak hal, sayang sekali terlalu banyak hal yang mencegahku untuk melakukan hal tersebut. Hari ini sudah malam dan larut, selain jam besuk sudah berakhir, di luar hujan masih saja turun dengan deras, aku tak mungkin keluar dari rumah pada saat seperti ini, tetap diam dan menunggu adalah hal yang harus kulakukan. Karena perutku sudah terisi dan aku sudah merasa bosan untuk menonton film, maka aku segera pergi menuju ranjangku yang agak dingin karena ditinggalkan dalam waktu lama. Rasa tak sabar menyeruak, aku ingin segera hari berganti dan bertukar cerita pada Liza, aku ingin tahu seperti apa persisinya makhluk yang dilihatnya sehingga ia terlihat amat ketakutan dengan itu. Oh dan aku masih bertanya-tanya kenapa ia dibuat cedera saja, tak sampai membunuhnya, bukan berarti aku ingin terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi padanya, hanya saja aku penasaran apa alasan di balik dari p*********n ini. Menurutku, jika dilihat dan dinilai dari sisi mana pun, semua ini sama sekali tak ada manfaat dan gunanya. Jadi untuk apa Liza diserang begitu saja? Apa hanya untuk menakutinya saja? Tetap saja jika alasannya hanya menakuti, harus ada alasan di balik itu semua. Ahh pokoknya jangan dulu memikirkan itu, yang kulakukan saat ini hanya perlu tidur dan menanti hari, tak perlu terlalu buru-buru karena waktu akan menunjukkan semuanya. Maka aku segera melepaskan kacamata dan menaruh benda itu di tempatnya, menyimpan ponselnya di sampingnya. Kujatuhkan diri di atas ranjang dan segera terlelap meninggalkan kenyataan menuju dunia mimpi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD