37 – Hubungan Xendar dan Meghan?

1201 Words
Pada akhirnya aku memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama lagi di sana. Untuk memberi bukti yang pasti, aku memperlihatkan rekaman video di mana saat Liza mendapat serangan aneh itu. Xendar terlihat agak bingung dan mengangkat alis saat melihat videonya itu, tapi sama sekali tak berkomentar tentang apa-apa yang terjadi di sana. Barulah ia bicara setelah tayangan video selesai. “Tampak seperti film.” Itu adalah komentar pertamanya saat selesai menyaksikan video yang ada di ponselku, sepertinya dia tak melihat ada yang aneh dengan video itu. “Sayangnya ini adalah nyata dan dia berada di rumah sakit saat ini.” Aku menyangkalnya, menyimpan ponsel itu di atas meja. “Oh, jadi di mana kau mendapatkan ini?” “Kamera dari salah satu mobil yang terparkir di sana.” Kujawab pertanyaannya dengan singkat. “Kenapa kau menyangkutpautkannya dengan peri? Aku bahkan tak melihat seperti apa penyerangnya.” Segera saja aku mengatakan hal-hal yang kudapatkan saat terakhir kali aku menonton video ini, menjelaskan semua yang kudapat dari sana dengan bahasa mudah dipahami dan dimengerti. “Kau benar, ada sesuatu di sana, bagaimana bisa ada yang bergerak di sana, ini riakan yang besar, bukan berasal dari riakan yang dihasilkan oleh tetes hujan.” Dia akhirnya sadar dengan itu dan mengatakan kalimat tersebut. “Aku tahu ini tak cukup kuat untuk memberi bukti, intinya aku akan menjenguk sahabatku hari ini dan menanyakan semuanya.” Aku sudah tak memiliki urusan lagi di sini, tak ada hal lain pula yang perlu dikatakan padanya lagi. “Tunggu sebentar, aku ikut denganmu. Kau perlu tumpangan juga, 'kan?” Dia buru-buru mengajukan diri untuk mengantarku, aku memang butuh tumpangan, tapi rasanya aku akan mendapat masalah jika berada di dekatnya lebih lama, apalagi bersama dengannya dalam satu kendaraan. “Tak apa, aku tak akan merepotkanmu.” Aku menggeleng dan menolak tawarannya dengan sebaik mungkin. “Tak apa, ayo. Aku akan menemanimu, siapa tahu jika makhluk fey ini akan menyerangmu juga.” Astaga, apakah ini bentuk perhatian? Oke, Elysse jangan terlalu percaya diri, kau akan merasa sakit luar biasa jika kenyataan tak sesuai dengan harapan dan pemikiran. Bisa saja ia hanya simpatik atau memang ingin menolong, bukan sama sekali berupa bentuk perhatian. Dan ya aku memang agak malu dengan ini, juga merasa agak jahat karena perkataan Xendar secara tak langsung membuatku memfitnah para fey yang mungkin saja tak ada sangkut-pautnya dengan semuanya. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak mau terlalu terbuka pada siapa pun yang mungkin saja tak akan memercayai segala hal yang telah kualami selama ini. Termasuk Xendar sendiri. Menyimpan semuanya untuk diri sendiri rasanya jauh lebih baik dan lebih aman, itu juga tak akan membahayakan orang lain. Ada pepatah yang mengatakan jika “Ketidaktahuan adalah berkah.” Selama kita tak tahu tentang sesuatu, kita akan lepas dari beban sesuatu itu, tak akan ikut campur dan terjun ke dalam sesuatu itu, kita juga bebas dan tak perlu mengurus apa-apa, kadang lebih baik menjadi tak tahu sama sekali. Hidup orang yang pengetahuannya terbatas lebih ceria dari mereka yang banyak tahu dan memikirkan pengetahuan itu. *** Kami masih berada di kantin, aku masih ingin menghabiskan sisa minumanku, maka aku ingin berbasa-basi lebih lama lagi dengan Xendar dan mengajukan beberapa pertanyaan padanya. “Mengenai Meghan, aku hanya ingin memperjelas sesuatu.” Aku segera mengganti topik percakapan. Di memandangku dengan perhatian. “Apa itu?” tanyanya. “Senior, kulihat kau sangat memperhatikannya, kau juga baik padanya. Kenapa kalian tak berpacaran? Kulihat dia sangat menyukaimu, kau bahkan terlihat cocok dengannya, dia cantik dan memiliki tubuh seperti super model.” Aku tahu jika hubungan di antara mereka hanya sebatas teman saja. Kecuali Meghan yang melebih-lebihkan, dia sama sekali menganggap hubungan itu lebih dari teman biasa, itulah yang kulihat darinya. Xendar tersenyum dan menggeleng menanggapi pertanyaan dariku. Oh, apa yang kutanyakan terdengar aneh? Kupikir ini adalah pertanyaan biasa. “Kukira kau ingin mengatakan apa.” Dia kemudian memandangku yang tak memberi banyak ekspresi khusus. “Aku hanya ingin memastikan, dia selalu protektif terhadapmu. Mungkin saja dia sudah mengklaim dan mendeklarasikan jika kau adalah miliknya pada semua gadis di sini, apalagi saat kalian sedang bersama, kalian tampak serasi sebagai pasangan.” Aku bicara seadanya dan tak terkesan memuji atau bernada yang memiliki arti khusus. Sebisanya aku bicara dengan biasa saja. Aku memandangnya, dia tampak diam dan memikirkan apa yang kumaksud. Tak langsung membalas perkataanku. “Aku tak tahu seperti apa dia ketika berada di luar dari jangkauan mataku, dia tampak baik dan sangat perhatian.” Melihat aku memandangnya agak menyelidiki, dia memasang ekspresi yang seolah mengatakan “seperti itulah sikapnya padaku dan dia memang baik.” Tentu aku tak akan percaya dengan apa yang dikatakannya. Dilihat dari sisi mana pun, saat Megahnya berhadapan denganku, dia tampak sangat jahat dan mirip nenek tua penyihir dengan hidung panjang bengkok yang mengendarai sapu. “Yang jelas, kami adalah teman sejak kecil, aku dan dia berada di beberapa kelas yang sama dan sering bertukar pikiran sejak lama, dia menjadi pemandu sorak tim basket. Bukan hanya itu saja, orangtua kami saling mengenal dengan baik, bisa dibilang juga kami bertetangga. Dari semua itu, aku memiliki banyak sekali alasan untuk peduli padanya, terlepas dari apakah aku menyukai dia atau tidak.” Dia memaparkan semuanya, aku jadi paham mengapa dia sangat ingin tahu dan terus coba mengorek informasi dariku. Aku bisa menganggap wajar dengan apa yang dia lakukan, meski sebenarnya aku agak terganggu juga. “Menyukai dia atau tidak?” tanyaku yang mengulang kalimat terakhirnya, sepertinya nada bicaraku seperti sedang mengklarifikasi. Tapi semoga saja dia tak menyadarinya. “Ya, sebenarnya aku tak yakin dengan ini, aku sudah menyukai seseorang, lalu bagaimana dengan hubunganku dengan Meghan? Aku takut jika dia meminta lebih. Saat ini kita memang belum ada kejelasan apa-apa.” “Oh, kukira.” “Lalu bagaimana denganmu? Kau punya seseorang yang kau sukai?” Kini giliran dia yang mengajukan pertanyaan, aku segera saja menunduk dan memainkan jariku, tak mau memandangnya. “Entahlah, aku tak yakin apakah ini perasaan suka atau kagum saja, atau mungkin suka sesat seperti mengidolakan. Aku memang memiliki rasa suka pada seseorang, hanya saja seperti sebelumnya kukatakan, aku tak yakin seperti apa perasaan ini.” Aku menjelaskan sesederhana mungkin. Itulah yang sebenarnya kurasakan padanya, aku merasa tak yakin jika ini adalah rasa suka atau rasa cinta. Hanya saja, aku memang suka berada di dekatnya dan suka berinteraksi dengannya, terlebih aku suka memandanginya. Tapi kupikir-pikir, apa yang kurasakan mungkin saja tak berbeda jauh dengan apa yang para penggemar gila Xendar rasakan juga, maka dari itu aku merasa tak yakin dengan perasaanku. “Begitu ya.” Ia bergumam pelan menanggapi ucapanku. Aku mengangguk singkat untuk membalasnya. “Nah, apa masih ada yang ingin kau katakan? Kukira ini waktu yang tepat untuk menjenguk si sakit itu.” Xendar mengingatkanku jika aku ada keperluan, itu adalah untuk menjenguk Liza. Aku segera mengangkat wajah dan menggeleng. “Ayo kita berangkat,” kataku. Aku segera bangkit berdiri. Kami meninggalkan kantin menuju parkiran. Jika ini akan terjadi, di mana aku benar-benar naik kendaraan itu, dibonceng olehnya. Ini akan menjadi pengalaman pertama bagiku ketika aku bersama seorang pria dan berada di dalam kendaraan yang sama. Terkadang sesuatu terjadi tanpa kita duga, hal-hal yang sama sekali tak pernah disangka bisa saja terjadi dengan tiba-tiba. Terkadang hal itu adalah sesuatu yang baik dan bagus, sehingga itu membuat hari terasa menyenangkan, tapi ada kalanya hal tersebut adalah sesuatu yang buruk dan jelek, jelas akan membuat hari itu terasa sangat mengerikan dan menyedihkan. Setelah ini, aku tak tahu apa yang akan terjadi dan menimpaku. Kuharap semuanya baik-baik saja. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD