Bab 2

1084 Words
Pagi ini, Indira duduk dengan manis di meja makan, menanti Rey, putra kesayangannya keluar dari kamar untuk mengajaknya sarapan. Reyhan adalah putra tunggal keluarga Aditama. Setelah kematian ayahnya, Rey lah yang mengurus dan meneruskan perusahaan peninggalan ayahnya. "Aku berangkat dulu, Ma." Rey berpamitan seraya mencium kening mamanya. "Hey, Rey, tunggu. Sarapan dulu!" Tanpa banyak bicara Rey langsung menuruti perintah Indira. Dia tidak mau jika harus mendengar omelan mamanya sepagi ini. Rey duduk tepat di samping Indira. "Ngomong-ngomong, kapan kamu kenalin Mama sama pacarmu?" Rey hanya diam, tidak langsung menjawab pertanyaan mamanya. Seketika itu pula, selera makanya yang tadi masih ada langsung lenyap. Setiap pagi, selalu saja Indira menanyakan hal itu, membuat Rey malas untuk sekedar sarapan bersama. Setelah dipikirnya mendapatkan jawaban yang tepat, barulah Rey menjawab. "Mungkin besok atau lusa, Ma. Nanti coba aku tanya ke dia, besok sibuk apa nggak?" Indira yang kesal karena selalu mendapat jawaban yang sama dari Rey, langsung menggebrak meja makan, kesabarannya kali ini sudah mencapai batas. Dia menunjuk pintu depan yang terbuka, "Lihat! diluar sana banyak cowok seumuran kamu sudah pada punya anak, apa kamu menunggu mama mati dulu, baru kamu akan menikah!" protesnya dengan suara bergetar. Rey yang kaget dengan sikap mamanya, berjalan menghampiri tempat duduk Indira, memenggang kedua tangannya, berusaha meyakinkan mamanya, "Jika sudah saatnya Rey pasti menikah, Ma. Tapi bukan sekarang." "Mama, nggak mau tau, besok kamu bawa dia kesini. Mama ingin tau cewek seperti apa yang kamu pacari." Rey hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah melewati perdebatan kecil itu dan dirasa keadaan mamanya sudah tenang. Rey memutuskan berangkat ke kantor. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, hari ini jalanan cukup ramai. Untung saja, jalan menuju kantor tidak macet. "Selamat pagi, Pak," sapa seorang satpam dengan sopan. Rey hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan satpam itu. "Selamat pagi, Pak," sapa Lisa ketika Rey melewati meja kerjanya. Setelah menyapa atasannya, Lisa segera mengambil map yang ada di atas meja, dan bergegas masuk keruangan Rey untuk membacakan jadwalnya hari ini. "Untuk hari ini tidak ada rapat, Pak. Tapi ada beberapa dokumen, yang harus Bapak cek dan tanda tangangi, nanti saya akan membawa dokumen itu ke sini," terang Lisa. "Iya, terimakasih. Sekarang kamu bisa kembali bekerja." "Baik, Pak." Lisa melangkah kembali menuju meja kerjanya. Lisa adalah sekretaris kepercayaan Rey, sekaligus teman sekolahnya dulu. Saat jam makan siang, Rey memutuskan menghubungi Bianca, untuk membicarakan soal permintaan mamanya yang ingin bertemu dengannya. Dia 'pun mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan men dial nomor Bianca. Sudah berulang kali dia menghubungi Bianca, tapi tetap tidak diangkat. Rey yang merasa gelisah, hanya bisa mondar mandir di depan meja kerjanya seperti orang bodoh. Rey bingung harus bagaimana, di satu sisi sebenarnya dia juga ingin segera menikah, tapi di sisi lain saat Rey mengajaknya berkomitmen, Bianca selalu saja menolak, dengan alasan ingin mengejar karir. Rey yang terlanjur cinta dengan Bianca tidak bisa berbuat apa-apa, mau tak mau dia akhirnya menuruti keinginan Bianca dan berharap dia akan berubah pikiran. Tok tok tok. Suara ketukan pintu mengagetkannya, Rey segera kembali ke kursinya. Menata ekspresinya setenang mungkin. "Masuk." "Permisi, Pak. Ini beberapa dokumen yang harus bapak tanda tangani," ucap Lisa, menaruh beberapa dokumen ke meja Rey. Setelah menaruh semua dokumen di atas meja bos nya, Lisa hendak kembali ke mejanya untuk bekerja. "Lisa! tunggu ..." Langkah kakinya terhenti, karena tiba-tiba saja Rey memanggilnya. Lisa 'pun menoleh. "Ada apa, Pak?" "Kamu sudah makan siang?" "Su-dah, Pak," jawabnya ragu. Lisa mengerutkan dahinya, menatap Rey bingung. Pasalnya tak pernah sekalipun Rey menanyakan soal dirinya, biasanya juga Rey tak perduli dia sudah makan atau belum. "Ya sudah, kalau begitu tolong belikan saya makan siang dan sebotol air mineral." Lisa melongo mendengar perintah Rey, karena tak biasanya dia mau makan di kantor, biasanya saat jam makan siang Rey lebih suka makan di luar. Setelah sadar dari keterkejutannya, Lisa bergegas menuju kantin untuk membelikan Rey seporsi nasi ayam geprek favorit nya. 'Tuh 'kan bener, aku kira mau ajak makan siang, nggak taunya cuma nyuruh doank! Dasar Rey nyebelin. Kenapa nggak bilang dari tadi sih, aku kan capek.' Batinnya ngedumel dalam hati, karena kesal Rey menyuruhnya balik lagi ke kantin. Setelah menyajikan pesanan bos nya, Lisa segera kembali bekerja. Rey yang memang sudah merasa lapar segera menyantap makan siang yang sudah di belikan oleh Lisa. Rey mencoba menghubungi Bianca, tapi tetap tak ada jawaban. Rey yang merasa kesal, akhirnya mengirimi Bianca pesan. "Nanti malam, aku jemput sekalian kita makan malam." Ting. Akhirnya terdengar suara notif pesan masuk. Rey yang sudah tak sabar, buru-buru membuka isi pesan tersebut. "Iya." Tapi bukanya senang, dia 'pun bertambah kesal membaca isi balasan pesanya. "Hanya itu? hanya seperti itu balasannya?" ucapnya kesal, bertanya pada diri sendiri. Rey tidak percaya, Bianca yang biasanya sangat manja, bisa secuek itu padanya. Rey mengusap wajahnya dengan kasar, mengecek ponselnya berkali-kali, berharap ada balasan pesan lagi dari Bianca. Tapi sayang tak ada balasan pesan lagi dari kekasihnya, pandangannya yang tadi fokus ke ponselnya kini beralih ke tumpukan dokumen dari Lisa, dia 'pun memutuskan memeriksa dokumen itu untuk di tanda tangani. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Rey memutuskan untuk pulang, saat melewati meja Lisa, ternyata dia juga belum pulang. Terlihat Lisa sedang merapikan meja kerjanya. "Eh, Lis, kamu juga belum pulang?" tanya Rey. "Belum, Pak. Ini mau pulang, lagi pesan taxi online." "Nggak usah pesan taxi, kamu pulang bareng aku saja. Lagian rumah kita 'kan searah?" Lisa mengangguk setuju menerima tawaran Rey, akhirnya mereka berdua pulang bersama. "Terimakasih, Rey, sudah nganter aku pulang. Kamu nggak mau mampir dulu?" tawar Lisa. "Iya, sama-sama. Kapan-kapan saja ya? aku masih ada urusan, salam buat Om dan Tante. Ya sudah, aku langsung pulang ya, Lis." Setelah melihat mobil yang di kendarai Rey menjauh, baru kemudian Lisa masuk ke dalam rumah. "Kamu pulang sama siapa tadi?" Sebuah suara mengagetkannya. Lisa yang mendengar pertanyaan itu 'pun menoleh ke sumber suara. Terlihat di sana ayah dan ibunya sedang duduk santai sambil menonton televisi. "Itu, Yah, aku di anterin bos aku tadi, namanya Reyhan. Ayah masih ingat 'kan? temen SMA aku yang sering belajar disini?" "Oh, Reyhan, yang anaknya bu Indira? Jadi, dia bos kamu?" timpal ibunya. "Iya, Bu. Ya sudah, aku masuk dulu, mau istirahat, capek," ucap Lisa, berjalan ke kamar meninggalkan kedua orang tuanya. Sesampainya di rumah, Rey langsung memarkirkan mobilnya. Mbok Jah yang mendengar mobil majikanya datang segera membuka pintu untuk Rey. "Mama belum pulang ya, Mbok?" "Belum, Den. Aden mau makan apa, biar mbok siapin?" tawar mbok Jah pada majikanya. "Nggak usah, Mbok. Aku mau makan malam di luar." Setelah bersiap-siap, Rey langsung mengendarai mobilnya menuju apartemen Bianca.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD