2. Bertemu Masa Depan

1635 Words
Dua hari sebelumnya. “Anya! Kemasi barangmu. Mulai hari ini kau tinggal dengan Keluarga Han.” Ucap Sansan kearah anak pertamanya. Anya hanya terdiam mengamati kedua wanita yang  sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Sansan, ibu nya itu memiliki tubuh yang langsing dan anggun, sama sepertinya. Sementara adik nya yang bernama Mei tampak berbanding terbalik dengan ibu dan kakak nya. Pendek, berkulit gelap dengan rambut hitam yang ikal. Gadis yang setahun lebih muda darinya itu sedang tersenyum lebar ke arah kakak nya sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih. “Wanita kalau tersenyum jangan nyengir seperti kuda!” Bisa terdengar di benaknya, teriakan Nainai Li ketika Mei tersenyum seperti itu, membuatnya ikut terhibur tiap kali Mei menampakkan wajah gembiranya.  “Anya! Kau dengar tidak ucapanku?” sentak Sansan ketika melihat anaknya hanya melotot memandanginya. Patuh adalah salah satu ajaran Nainai Li kepadanya. Karenanya kini ketika Ibu nya memintanya untuk berkemas dan tinggal bersama keluarga calon suaminya, Anya hanya bisa bertanya pelan, “Kenapa Ma? Bukankah rencana pernikahan kami belum final?” “Mereka ingin mengenal mu lebih dekat sebelum memutuskan untuk menjadikanmu menantu. Jadi cepat kemasi barangmu. Keluarga Han akan menjemputmu sejam lagi.” Perintah Sansan sebelum berbalik dan berjalan pergi. Apa? Sejam lagi? Mei berjalan menghampiri kakaknya yang masih termenung diatas kasur. “Kudengar Keluarga Han sudah menolak sekitar 4 wanita sebagai menantunya.” Ucap Mei masih dengan senyuman yang lebar “Benarkah?” tanya Anya melirik kearah adiknya. “Kau tampak bahagia sekali melihatku pergi.” “Tentu saja aku bahagia. Jika keluarga Han menerimamu, kau akan menjadi istri Jackson Han. Lupakah kamu siapa Jackson Han?” Tentu saja semua orang ingat dan mengenal siapa Jackson Han. Penerus dinasti Han Company. Anak laki-laki Annie Han satu-satunya. Kekayaan yang nampaknya semakin bertambah sejak bisnis keluarga dipegang olehnya. Bergerak di perkebunan kelapa sawit dan pengilangan minyak bumi, menempatkan kekayaan keluarga Han ada di deretan peringkat atas dunia.  Beruntung bagi Sansan Li, Annie Han juga wanita yang menjunjung tinggi tradisi. Karenanya ketika anaknya dipilih oleh Keluarga Han untuk di pertimbangkan sebagai salah satu calon istri Jackson Han, Sansan dengan senang hati langsung menerima tawaran mereka. Bisa menjadi istri dari Jackson Han artinya dirinya tidak perlu mengkhawatirkan masa depan anak tertuanya itu dari segi finansial. Sebuah kebanggaan tersendiri jika anaknya berhasil hidup mandiri dan lepas darinya. Sementara itu, bagi Anya yang memang sudah sejak kecil di didik untuk menjadi seorang anak, wanita dan kelak istri yang sempurna, pernikahannya dengan Jackson Han hanyalah sesuatu yang wajib di lakukannya. Menuruti perintah ibunya, sesuai dengan ajaran keras Nainai Li yang sudah tertanam dalam benak Anya dan dibawanya kemana mana. “Makan jangan sambil bicara!” “Tutup mulutmu ketika mengunyah!” “Jadi wanita harus bisa memasak, mengurus rumah tangga, cerdas, dan bisa merawat diri!” Beberapa dari ceramah yang sering di lontarkan dari mulut neneknya yang di panggilnya Nainai Li itu. Wanita yang baru saja meninggal tidak lebih dari seminggu yang lalu. Wanita yang tegas dan dikagumi oleh Anya. Nainai Li sering menekankan pentingnya arti pernikahan bagi seorang istri. Pernikahan adalah untuk selamanya bagi seorang wanita. Tidak ada kata perceraian di lingkungan keluarganya, apa lagi yang namanya pernikahan kedua. Tidak peduli bila suamimu meninggal, berselingkuh, tukang judi, suka mabuk atau bertindak kasar, sudah menjadi kebanggaan tersendiri bahwa setelah menikah, kau harus mengabdi selamanya kepada suami, dan keluarganya. Dalam tradisi yang dianut keluarga Anya, seorang istri bahkan tidak diijinkan untuk menjenguk keluarga nya sendiri tanpa persetujuan suaminya. Istilahnya, seorang wanita hanyalah titipan dikeluarganya sendiri selama belum dipinang, yang akan  kemudian menjadi hak milik dari keluarga suami setelah menikah. Pihak keluarga pria bahkan akan membayarkan sejumlah uang yang disebut ‘uang s**u’ kepada keluarga wanita sebagai tanda terima kasih sudah membesarkan mempelai wanita yang kini akan diambil kembali ke dalam keluarga pria. Didikan dari neneknya yang keras itulah yang mungkin akhirnya menjadikan Anya sebagai salah satu wanita yang di lirik oleh Keluarga Han sebagai calon istri penerus Dinasti Han. Wwalau dibesarkan oleh tradisi yang ketat, bukan berarti Anya adalah gadis tanpa pendidikan dan dari keluarga yang tidak mampu. Keluarga Anya memiliki sebuah toko kain yang sudah di bangun Nainai bersama suaminya sejak mereka masih muda. Toko yang kini diteruskan oleh menantunya, Sansan, ibu Anya, itu cukup terkenal di kota tempat mereka tinggal. Menjadikan Anya dan adiknya tidak pernah kekurangan apapun dari kecil. Kecintaan Anya akan musik terutama bermain piano, membuat dirinya berhasil lulus kuliah sebagai Sarjana Seni disebuah kampus di kotanya dengan nilai yang memuaskan. Bahkan dirinya sempat memenangkan berbagai lomba piano tingkat nasional sejak kecil. “Nih, coba lihat foto- foto ke empat wanita yang sudah di tolak oleh mereka. Semuanya cantik, kaya dan berbakat. Bahkan salah satunya adalah pemenang lomba kecantikan tingkat Nasional.” Seru Mei sambil memainkan gawai di tangannya. “Ohya? Apa kah disebutkan kenapa mereka semua ditolak?” tanya Anya sambil melirik sekilas ke arah layar handphone yang di pegang adiknya. “Uhm… sepertinya Nyonya Han yang menolak semua wanita itu,  Jie.” Jawab adiknya yang memanggilnya dengan sebutan Jiejie yang artinya adalah kakak perempuan. “Karena mereka dianggap tidak memenuhi salah satu syarat yang diajukan oleh keluarga Han.” “Syarat?” “Kau tahu kan..mereka diwajibkan untuk masih dalam keadaan perawan. Kurasa kau tidak perlu khawatir dalam hal itu.” Jawab Mei meringis. Anya meraih bantalnya dan melemparkannya ke wajah adiknya yang terus tertawa tawa melihat ketidak pengalaman nya. Memang selama 21 tahun hidupnya, belum pernah sekalipun Anya berpacaran. Selain di larang, jujur Anya juga tidak terlalu memikirkan masalah itu hingga kini tiba tiba dirinya harus mempersiapkan diri untuk menjadi seorang calon menantu sebuah keluarga paling terpandang di kota nya. Sambil menghela nafas, Anya bangkit dan mulai mengemasi barang barang yang hendak di bawanya. Tidak disebutkan berapa lama dirinya harus tinggal di keluarga Han, Anya kebingungan menentukan seberapa banyak baju yang harus di bawanya. “Ehhh..Lihat. Ada artikel tentang dirimu di sini. Nih kubacakan ya. Setelah menolak 3 anak konglomerat dan seorang pemenang Miss Beautifull, wanita yang dilirik oleh keluarga Han yang berikutnya adalah Anya Li. Berumur hanya 21 tahun dan baru saja lulus kuliah, Anya terkenal akan keterampilannya bermain piano sejak usia muda. Sudah pernah memenangkan berbagai kejuaraan nasional, Anya  adalah cucu dari keluarga Li yang cukup terpandang. Akankah gadis berwajah malaikat ini mampu menaklukkan kerasnya persyaratan dari keluarga Han sebelum memenangkan hati sang tycoon?” Anya mulai bergidik ngeri mendengar artikel yang di baca adiknya. Dirinya merasa seakan sedang hendak mengikuti acara kontes tv yang berhadiah masa depannya.  “Lihat Jie, tidakkah kau meleleh melihat wajah Jackson? Kau harus berusaha sekuat tenaga agar aku bisa menjadi adik ipar pria itu, ok?” sambung Mei sambil menyodorkan gawainya yang memperlihatkan wajah Jackson di layarnya. Anya memandang wajah pria yang tersenyum tipis itu. Bahkan hanya dari foto, kharisma pria itu terpancar dengan jelas mengalahkan semua pria yang pernah ditemuinya. Memakai kemeja dan jas berdasi yang rapi, wajah tegas Jackson Han sanggup membuat detak jantung Anya sedikit lebih cepat dari biasanya. Hhh.. Jangan berpikir terlalu jauh An, bisiknya dalam hati. Belum tentu keluarga Han akan menerimamu sebagai calon menantu. Ditambah kau tidak tahu seperti apa pria itu. Bagaimana kalau ternyata dirinya ringan tangan? Atau suka main wanita? Bisa habis masa depanmu. Anya memutuskan untuk tidak membawa terlalu banyak barang. Cukup untuk seminggu pakai ditambah kebutuhan sehari harinya seperti sabun, shampo, dan makeup. “Wanita harus selalu tampil bersih, harum dan tertata. Tapi juga tidak terlalu menor sehingga terlihat murahan.” Kembali suara Nainai Li terdengar di benak Anya ketika dirinya mengemas benda-benda diatas meja riasnya. Dimasukkannya beberapa benda yang sering di pakainya ke dalam tas kecilnya sebelum menyusunnya ke dalam kopernya dan menutupnya. “Sini kubantu, Jie. Kamu lebih baik mandi dan ganti bajumu dulu.” Ucap Mei sambil menarik koper beroda milik Anya keluar kamar. Anya menurut perintah adiknya dan bergegas mencari baju untuk dipakainya. Bertemu pertama kalinya dengan keluarga Han, Anya tidak ingin terlihat terlalu vulgar dan tetap menjaga kesopanan. Pilihannya jatuh pada sebuah gaun selutut berwarna putih dengan potongan sederhana. Selesai mandi, Anya berdiri di depan meja riasnya sambil menyisir rambutnya yang lurus sebahu. Gaun putihnya makin membuat kulitnya bersinar terlihat kontras dengan rambut dan matanya yang berwarna hitam. Anya memoleskan lipbalm ke bibirnya sebelum berdiri dan berjalan keluar kamar. Menoleh terakhir kalinya ke arah kamarnya sebelum menutupnya dengan perasaan sedih. “Anya cepatlah. Yang menjemputmu sudah datang!” Anya bergegas berjalan keluar mendengar panggilan ibunya. Tapi kemudian langkahnya terhenti sejenak di depan piano miliknya yang terletak di ruang tengah. Dielusnya sekilas benda itu sambil setengah berharap bahwa dirinya bisa kembali lagi ke rumah secepatnya. “Anya!” Teriakan ibunya untuk kedua kalinya membuat Anya menepis kesedihannya dan bergegas keluar. Dipeluknya tubuh ibunya erat erat yang membalas pelukannya sambil berbisik. “Jaga diri mu baik –baik. Menurutlah pada Keluarga Han, dan jangan permalukan nama keluarga, mengerti?” “Baik Ma.” Jawab Anya sambil menatap wajah wanita tegar yang dikaguminya itu. Sansan menatap wajah anak sulungnya dengan mata berkaca kaca. Ditahannya air matanya agar tidak tumpah di hadapan Anya. Tidak ingin Anya ikut menangis dan merusak riasan wajahnya. Sebagai seorang istri yang baik, Sansan tidak pernah berpaling dari pengabdiannya pada keluarga Li walaupun suaminya telah meninggal sejak lama. Selama bertahun tahun, dirinya hidup menjaga ibu mertuanya dan membesarkan kedua anaknya seorang diri sesuai dengan tradisi yang dituntutkan ke padanya oleh mertuanya tanpa mengeluh. Dirinya hanya berharap kini giliran Anya meneruskan contoh yang sudah diajarkannya padanya dan menjaga nama baik keluarga mereka. “Sekarang pergilah. Jangan membuat mereka menunggu.” Dilepaskannya pelukannya pada Anya dan mendorong anaknya itu untuk segera masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan rumahnya itu. Seorang pria turun dari belakang kemudi dan meraih koper yang dari tadi di pegang Mei sebelum memasukkan nya ke dalam bagasi. Pria itu kemudian membukakan pintu untuk Anya. “Jie!” jerit Mei berlinang air mata menghampiri kakaknya dan memeluknya. “Aku akan merindukanmu. Hati hati di sana ya. Kirim kabar padaku jika memungkinkan.” Anya membalas pelukan Mei berusaha untuk tidak ikut menangis di hadapan adik dan ibunya. “Seorang wanita harus bisa menahan emosinya. Kau boleh sedih tapi jangan meneteskan air mata. Kau hanya boleh menangis ketika sendirian atau di pemakaman.” Pesan Nainai Li yang tampaknya dilupakan oleh adiknya, karena kini gadis itu mulai sesenggukan sambil memeluk kakaknya. “Sudah Mei. Hapus air matamu. Aku kan pasti akan kembali lagi.” balas Anya sambil mengelap wajah adiknya. Kemudian bergegas masuk ke dalam mobil yang langsung melaju membawanya bertemu masa depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD