Kemiskinan dan kesengsaraan

1079 Words
Lama Doom menunggu. Udara di sekitarnya hingga pengap. Dia pun melepas menutup mata dengan tangan yang masih terikat. Kamar ini begitu mewah, dindingnya tinggi, di luar gelap tapi masih terlihat beberapa penjaga lalu lalang, “Apa ini rumah?” tanyanya pelan. Saat terdengar pintu terbuka, Doom kembali menutup mata, dan dibuka kembali, tapi kali ini oleh tangan halus, itu adalah nyonyanya. Grace tersenyum, “Wajahmu angkuh. Aku tidak tahu masa lalumu dan aku tidak tertarik. Aku sudah membelimu, jadi berlakulah dengan baik di sini.” “Iya, Nyonya.” Doom melirik, ada pelayan yang datang mendorong troli, berisi penuh dengan makanan dan minuman. Doom menoleh ke Grace. Baru saja akan bertanya, tapi Grace sudah menjawabnya. “Makanlah. Aku tidak akan memakaimu sebelum tubuhmu bersih. Bau kemiskinan dan kesengsaraan membuatku pusing. Jadi tugas pertamamu adalah makan, tidur, olah raga, dan katakan padaku kalau perutmu sudah bersih dari sisa makanan di rumah buangan. Besok pagi aku akan mengantarmu ke tempat gym, kau bisa menyetir?” tanya Grace dan Doom mengangguk, “Bagus. Hafalkan jalan dari tempat gym dan ke sini, setelah keringatmu beraroma sama denganmu, aku akan mulai memberimu gaji. Mengerti?!” Doom mengangguk lagi. Dia pikir Grace masih akan membacakan aturan atau apa pun, ternyata Grace malah pergi setelah melepas tali di tangan dan lehernya. Doom segera makan, mengisi perut laparnya hingga kekenyangan, barulah terkelepai di ranjang sambil menikmati lampu gantung yang terlalu indah baginya. *** “Akh!” Doom menutup mata. Sinar matahari terlalu silau untuknya yang masih mengantuk. Setelah ingat kalau dia tak di rumah buangan lagi, segera duduk, membiarkan matanya yang terlalu berat untuk membuka. “Mandi. Pelayan akan mengantarkan makanan. Kita berangkat satu jam lagi.” Grace memasangkan alarm di ponsel, lalu meletakkannya di meja, baru setelahnya pergi. Doom menarik napas panjang, menutup kembali tirai yang terlalu silau, dia tetap mandi meski kamar sengaja dibiarkan gelap. Banyak pakaian di almari, mungkin dengan memilih yang terbaik adalah hal yang benar, dan saat Doom ke luar, makanan sudah tersaji di meja. Baru saja selesai makan, ponsel di meja berbunyi, Doom berdiri, berniat untuk mematikannya, tapi Grace masuk kamar. Dia pun duduk kembali. Grace mengambil ponsel, memasukkannya ke tas, “Ini untukmu. Kita berangkat sekarang.” Mengulurkan kunci mobil ke Doom. Doom menerima semua, memakai tas selempang, dan berjalan sejajar dengan Grace. Sungguh, ini adalah istana. Rumah ini terlalu mewah, di luar dari sebuah mobil, Doom duduk di kursi kemudi, lalu menjalankan mobil itu. Grace tersenyum, “Nyaman. Tidak pantas orang buangan bisa mengemudi, tapi aku tidak peduli.” Grace menoleh, tersenyum ke Doom, wajah dingin itu membuatnya semakin tak sabar untuk bermain, “Di depan belok kanan, gym-nya ada di kiri jalan.” Doom mengangguk. Sesampainya di gym, dia ingin turun, tapi tangannya ditahan oleh Grace, “Iya, Nyonya?” “Makan, ke gym, pulang. Aku sudah memasang alat pelacak di ponsel dan mobilmu, jadi jangan berpikir untuk kabur. Aku pulang, waktuku untuk ada hanya untuk mengawasimu saja, tapi jangan berpikir untuk bermain denganku. Mengerti?” Grace tersenyum manis. Doom mengangguk, “Iya, Nyonya.” “Ah! Satu lagi. Jangan memanggilku nyonya, aku suka dipanggil tante, jadi ...nikmati tugas pertamamu.” Grace mengusap d**a Doom, turun, dan naik ke mobil belakang. Setelah mobil itu tak terlihat, Doom membuang napas kasar, “Apa sebenarnya rencana Grace?” cukup tak sabar rasanya. Doom tak mendapatkan apa pun dari Grace dan itu sangat aneh menurutnya. Tak punya pilihan lain, Doom pun masuk gym, mendaftarkan diri jadi member, melakukan pemanasan, baru setelahnya mencoba melakukan olah tubuh di sana. Doom akan mengikuti alur yang dipilih Grace. “Siapa pun, tolong! Tolong aku!” Doom mengerutkan kening, ada teriakan di sini, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat perempuan yang terjepit di antara beban dan kursi penyangga. Doom segera ke sana, mengambil beban, menautkan agar tak menimpa perempuan itu, “Kau tidak apa-apa?” “Ough! Terima kasih sudah membantu, aku salah ambil beban tadi. Aku tidak apa-apa. Terima kasih.” Perempuan itu tersenyum. Doom mengangguk dan berbalik, berniat untuk kembali ke tempatnya tadi. “Namaku Natali, kau?” Doom menoleh lagi, perempuan itu mengulurkan tangan, dan dia menerimanya, “Doom.” “Senang bertemu denganmu. Aku ...aku latihan lagi.” Natali tersenyum, melambaikan tangan, dan pergi. Doom malah bingung, perempuan bernama Natali itu terlihat sangat aneh, tapi dia juga tidak berniat untuk mencari tahu. *** Hari berlalu cepat dan Doom melakukan kegiatan yang relatif sama. Grace tak terlalu menemuinya, entah apa yang dilakukan, dan hari ini Grace baru saja telepon kalau akan menyusulnya ke gym. “Ada apa?” tanya Doom ke kumpulan pria yang berdiri di balik kaca. “Ada orang bertengkar.” Jawab salah satunya. Doom melongok, dilihatnya Grace dan Natali, dia pun segera ke luar dan berniat untuk melerai. “Ingat itu! Ingat!!” teriak Natali dan pergi. Doom baru saja sampai di sana, “Tante—“ Grace menoleh dan tersenyum, “Hey. Sudah selesai?” Doom segera mengangguk, “Siapa, Tante?” “Tidak penting. Kita pulang sekarang. Aku lelah dan di sini sangat panas. Aku tidak mau kulitku iritasi.” Ucap Grace sambil terus tersenyum. Doom malah penasaran, tapi dia tetap mengangguk, mengajak Grace pulang dengan mobilnya, tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. “Tante, ke mana saja? Hampir sebulan tidak ke sini?” Doom merasa tak dibutuhkan dan itu membuatnya berpikir, kenapa membelinya kalau tak butuh? Grace tersenyum, “Banyak pekerjaan. Kau sudah makan?” “Ya, pelayan memberiku banyak makanan setiap hari, aku juga sudah buang air besar berkali-kali selama kita tidak bertemu.” Doom yakin dirinya sudah jauh berbeda dan bau kemiskinan serta kesengsaraan sudah pergi. Grace tertawa, “Bagus. Itu adalah berita bagus.” Sesampainya di rumah, Grace segera mengajak Doom ke kamar, menyuruh Doom agar mandi, sedangkan dirinya menunggu dengan santai sambil bermain ponsel. Wangi sabun menguar, Grace menoleh, menemukan Doom yang hanya melilitkan handuk di pinggangnya. “Kita akan ke mana, Tante? Aku akan mencari pakaian yang pantas.” Doom berjalan mendekat ke lemari. “Pakaian? Untuk apa? Kita akan bersenang-senang, Doom.” Grace menurunkan celana dalam, mengangkang tepat di saat Doom menghadapnya, “Jilat, Sayang. Aku membelimu untuk ini, apa lagi memangnya? Puaskan aku, dengan begitu uangmu semakin banyak, dan tak akan ada yang berani mengusik kehidupanmu.” Senyum Grace penuh kemenangan. Doom menelan ludah, dia pikir Grace tak membutuhkannya hanya untuk melayani, tapi tak ada alasan untuk mundur atau dia kembali ke rumah buangan. Doom mendekat, menurunkan tubuh, menjulurkan lidah dan siap untuk mengabulkan apa pun perintah Grace padanya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD