ccz 2

1414 Words
Zea sedang mencari dompetnya karena ia lupa meletakkannya dimana, ia membuka buka lemari pakaiannya dan tak menemukannya dimanapun, ia berhenti sejenak dan berfikir dimana ia meletakkan dompetnya.  "Kenapa aku jadi pikun begini ya?" gumamnya perlahan, ia berlutut dan memasukkan tangannya di lemari bawah, tangannya berhenti mencari saat tangannya menyentuh sesuatu yang aneh. Ia menarik apa yang ia pegang, sebuah benda kecil terbungkus kain putih, dahinya mengernyit keheranan, ia menatap benda ditangannya itu.   "Benda ini....??" Zea berdiri dan membuka benda itu dan duduk di tepi ranjang ukuran besar yang ia tempati bersama Lika. Perlahan ia membuka bungkusan itu yang ia ingat adalah benda yang dititipkan kakek Jang pada pak RT untuknya yang belum sempat ia lihat.  Sebuah kalung dari benang tebal dengan liontin berbentuk bulan sabit yang seperti terbuat dari kayu. Zea menatap kalung tersebut yang mungkin adalah kenang kenangan dari kakek Jang karena ia mungkin tidak akan bisa bertemu lagi dengannya. Ia kemudian memakai kalung tersebut di lehernya, seperti ada rasa sejuk yang menyusup ke seluruh badannya, nyaman yang ia rasakan.  Secara tiba tiba ia mengingat dimana ia meletakkan dompetnya, ia segera melangkah menuju sofa kamar dan mengangkat bantal sofa, dan ternyata ada disana dompet miliknya. "Kenapa aku tiba tiba ingat dimana dompetku saat memakai kalung dari kakek Jang?" gumam Zea pelan. "Ah...cuma kebetulan," ia segera bersiap untuk ke resto, hari ini Lika libur dan ia sudah keluar sejak pagi bersama kekasihnya.  ~~~ ~~~ Zea keluar kampus bersama beberapa orang temannya yang juga kuliah malam, kebanyakan adalah karyawan perusahaan besar yang diwajibkan kuliah untuk kenaikan jabatan, hanya Zea saja yang cuma pegawai resto.  "Zea....duluan ya."  "Iya kak Andi."  "Mau aku antar nggak, udah malam banget ini.,"  "Nggak usah kak sudah biasa."  "Ya udah. Bye."  Zea melambaikan tangan pada Andi juga teman teman yang lainnya, ia kemudian berjalan menyusuri trotoar menuju tempat kostnya.  "Jangan bergerak!!" Zea mendengar suara keras tapi ia tak melihat siapapun disana, ia memutar tubuhnya 360° tapi sepi. Sepersekian detik kemudian dilihatnya beberapa orang sedang berkejaran dan ia mendengar suara tembakan dan kemudian is merasakan pandangannya kabur dan Zea tak ingat apa apa lagi.  Oooo----oooO Seorang pria duduk dengan wajah bingung, ia kemudian berdiri dan mondar mandir dalam ruangannya. Pintu ruangan diketuk.  "masuk...."  Seorang pria berseragam polisi masuk dan memberikan hormat pada pria tadi. "Lapor komandan."  "Bagaimana keadaan gadis itu?"  "Masih kritis komandan."  "Ini kesalahan besar," ucap pria itu.  "Tapi komandan hal ini diluar rencana kita.,"  "aku tahu, tapi masalahnya adalah..."  "Karena wajahnya mirip mbak Zahira?"  Pria yang dipanggil komandan menatap bawahannya.  Flashback on "Jangan bergerak!!" ucap seorang polisi berseragam preman mengarahkan pistol pada seorang pria berperawakan tinggi kekar.  Pria tinggi kekar itu bernama Rio Prayoga, penjahat kelas kakap yang akan kabur dalam pengerebekan gembong n*****a. Pria ini banyak melakukan kejahatan dari perampokan dengan penodongan, bandar n*****a, human trafficing, penjualan senjata ilegal dan banyak lagi kejahatan lainnya. Pria itu berbalik dan sudah banyak polisi menghadangnya. Ia tersenyum dengan santai.  "AKP Reiki Liandra Dhananjaya, lama tak jumpa."  "Menyerahlah Rio Prayoga, kami akan mempertimbangkan memperingan hukumanmu."  "penawaran yang menggoda komandan, tapi saya tidak berminat."  Rio Prayoga kemudian melompat dan berlari, AKP Reiki beserta anak buahnya segera mengejar Rio Prayoga hingga ke jalan raya. Sampai di satu tikungan dan mereka melihat Rio Prayoga sudah menyandera seorang gadis.  "Kalian diam disana atau kepala gadis ini akan tertembus peluru ini." ucap Rio Prayoga menodongkan pistol pada seorang gadis, Reiki menatap tajam pada Rio Prayoga, tapi jantungnya seperti meloncat dari tempatnya saat melihat wajah gadis yang disandera itu, mirip seseorang yang ia kenal dulu.  "Lepaskan dia Rio, kamu jangan gila."  "Kalau aku menembak gadis ini, tentu saja ini sebuah pukulan besar bagimu kan AKP Reiki?"  Reiki meradang tapi tak bisa berbuat apa apa. Tanpa disangka oleh Reiki gadis itu membuat gerakan menendang dan memukul Rio Prayoga hingga tubuh besarnya terjengkal ke belakang dan gadis itu bisa membebaskan diri. Namun hanya sesaat karena Rio mengacungkan pistolnya pada gadis itu dan menarik pelatuknya. Gadis itu roboh bersimbah darah sedangkan Rio segera kabur meninggalkan mereka.  Reiki berlari menuju gadis itu dan meminta anak buahnya Menelepon ambulance.  Flashback off.  "kamu benar fan, mereka bagai pinang di belah 2, bagaimana bisa??" tanya Reiki seperti bertanya pada dirinya sendiri.  "Semoga saja nasibnya tidak sama dengan mbak Zahira komandan." ucap anak buah Reiki yang bernama Ifan yang juga adalah sahabatnya sejak masa SMA dulu.  Reiki menghela nafas panjang, seperti ada beban berat yang dipikulnya.  "Tugaskan satu orang untuk menjaga gadis itu."  "Siap komandan" Ifan kemudian keluar dari ruangan Reiki sedangkan Reiki masih berfikir keras.  Oooo---oooO Reiki berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU dimana Zea dirawat, dengan memakai pakaian steril Reiki masuk dalam ruang ICU, ia berdiri di samping brankar dan menatap Zea yang terbaring lemah dengan beberapa selang medis di tubuhnya.  "Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu begitu mirip dengan Zahira?" batin Reiki. Ia masih menatap wajah pucat Zea yang masih terpejam dalam keadaan koma. "Lekaslah sadar dan sembuh nona, aku akan sangat merasa lebih bersalah lagi jika kau tiada. Aku tak akan bisa memaafkan diriku lagi selamanya."  30 menit kemudian Reiki keluar dari ruangan ICU dan menuju ruang dokter, dengan seragam polisi yang melekat ditubuhnya dan wajah yang tak bisa di bilang biasa, ia jadi perhatian para perawat dan pengunjung rumah sakit yang berpapasan dengannya. Tatapan matanya yang tajam bagai elang membuat hati para wanita jatuh hati.  Reiki mengetuk pintu ruangan dokter, suara didalam mempersilahkannya masuk, ia pun memutar handle pintu dan membukanya.  "AKP Reiki?" "Selamat siang dokter Andreas."  "Selamat siang, sudah lama sekali kita tidak bertemu, sejak.....oh ya, apa yang bisa saya bantu?"  "Kenapa bicaramu formal sekali Ndre?"  "Aku fikir kau masih marah soal...Zahira."  "Sudahlah, kita tidak usah membahas itu. aku ingin kau menangani pasien koma yang tertembak beberapa hari lalu."  "Tapi dia pasien dokter Aldi Rei."  "aku tidak perduli."  "kau masih saja suka memaksakan keinginanmu seperti dulu, apalagi sekarang kau seorang komandan."  "Ini hal yang memang aku harus memaksa dan harus tahu keadaannya."  "Siapa dia? Apakah dia saksi kunci kasus yang sedang kau tangani?" "Entah aku harus cerita dari mana, tapi....kau harus melihatnya sendiri, apa kau sudah melihatnya?"  "Dia bukan pasienku Rei, untuk apa aku melihatnya?"  "Kau harus melihatnya sekarang dan baru bisa memberikan pendapatmu."  "Ada apa sebenarnya Rei?"  "Ayo kita ke ICU" Reiki berdiri dan berjalan keluar ruangan Dokter Andre, Dengan kebingungan Andre mengikuti langkah Reiki menuju ICU. Reiki meminta Andre masuk ICU dan melihat Zea, 10 menit kemudian Andre keluar dari ICU dengan wajah sama bingungnya dengan Reiki.  "Rei.....wajahnya.....?"  "mirip Zahira?"  "Bukan mirip lagi, tapi bagai pinang dibelah 2, sama Persis, siapa dia Rei?"  "Identitasnya menyatakan namanya Zeaana Lasya Helga dan dia berasal dari luar Jakarta." "Luar Jakarta?"  "Benar, dan ia tertembak saat aku melakukan operasi penggerebekan pada Rio Prayoga Ndre, jika ia tidak selamat aku akan sangat merasa berdosa karena..."  "Sudah Rei, semua itu sudah takdir, Andre menepuk pundak Reiki.  "Jadi aku harap kamu bisa menyelamatkan gadis itu Ndre."  "Akan aku usahakan, walau tim dokter berusaha keras tapi jika takdirnya sampai disini kita tidak dapat berbuat apa apa," jawab dokter Andreas.  "Aku tahu, aku cuma ingin dia selamat, diluar wajahnya mirip Zahira."  "Baiklah."  "Kalau begitu, aku ke markas dulu."  "Hati hati."  Reiki melangkah menjauh, Andre memandang iba sahabat sejak SMA nya itu, walau mereka mengambil orientasi jurusan berbeda namun mereka tetap keep in touch dan saling membantu satu sama lain. Dari Reiki tak memiliki jabatan hingga saat ini menjadi kasatreskrim persahabatan mereka tetap terjalin.  Oooo----oooO Zea berada di sebuah tempat serba putih, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tapi hanya putih yang ia lihat. sebuah cahaya terpancar di sudut membuat kakinya melangkah kesana, cahaya terang yang menyilaukan, ada sebuah pintu yang terbuka dan cahaya itu terpancar dari balik pintu itu. Zea tetap melangkah hingga satu suara mencegahnya masuk.  "Jangan masuk."  Zea menatap gadis yang tiba tiba berada dihadapannya, gadis cantik berbaju putih dengan cahaya bersinar di wajahnya. "Kenapa? cahaya itu hangat dan nyaman, aku mau kesana."  "Belum waktunya kamu kesana Zea."  "Dari mana kamu tahu namaku?"  "Itu tidak penting, jangan masuk."  "Siapa kamu? kenapa wajahmu sangat mirip denganku?" Gadis itu hanya tersenyum dan tiba tiba menjauh.  Seorang perawat berlari menuju ruang dokter Andre. "dokter, pasien ICU detak jantungnya berhenti."  "Apa? ayo kesana."  Dokter Andreas dan perawat berlari menuju ruang ICU, dokter Andreas memeriksa tanda vital Zea dan memang detak jantung Zea sudah tidak ada, Dokter Andreas memeriksa denyut nadi Zea tapi ia menggeleng lemah, ia sudah membayangkan betapa akan downnya Reiki jika mengetahui hal ini.  Andre melangkah keluar tapi langkahnya terhenti saat mendengar vital sight monitor kembali berbunyi tanda detak jantung pasien kembali terdeteksi.  Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD