ccz 1

1308 Words
Zea sedang mencuci piring di area cuci piring resto, pekerjaannya memang bukan hanya menjadi waiters tapi multifungsi. Ia mengikuti semua yang diperintahkan oleh bu Asti, itu demi ayahnya, karena biaya rumah sakit tergantung dari bersedia tidaknya Zea mengikuti segala perintah bu Asti.  Begitu banyak piring dan peralatan masak yang harus dicuci hingga Zea kelelahan. "mbak Zea....saya bantu ya?" seorang wanita paruh baya sudah berjongkok di sebelah Zea yang sedang mencuci peralatan masak.  "Jangan bu Sumi, nanti ibu malah dimarahi ibu."  "Tapi ini kan tugas saya sebenarnya."  Bu Sumi memang bertugas khusus mencuci peralatan masak dan dapur resto, tapi bu Asti ingin Zea jengkel hingga marah agar ia meninggalkan rumah dan resto untuk selamanya. Bu Asti ingin menguasai harta milik ayah Zea walau Ayah Zea masih hidup walaupun dalam keadaan koma.  Ponselnya berbunyi, sebuah panggilan masuk, dahi Zea mengernyit heran, sebuah nomor yang tak ia kenal.  "Halo..."  "........." "Apa!!! Ayah saya kolaps?"  ~~~ ~~~ Zea berlutut disebuah makam baru, makam ayahnya. Ia berharap ayahnya bisa sadar dan sembuh tapi harapannya pupus sudah, ayahnya tidak mampu bertahan, air matanya mengalir deras melalui pipinya. Kesedihan terlihat jelas dimatanya, kini ia merasa sebatang kara di dunia, ayah dan ibunya sudah tidak ada lagi, ia tak berharap banyak pada ibu tirinya yang jelas ia pasti akan segera diusir keluar dari rumah karena semua kepemilikan harta ayahnya sudah berganti nama dengan nama bu Asti.  Hingga hari beranjak sore ia masih berada di makam ayahnya, setelah menyadari hari akan gelap Zea beranjak dari tempatnya dan meninggalkan area pemakaman, sesekali ia menoleh ke belakang melihat makam ayahnya bapak Ardan Syah. Zea menghentikan langkahnya dan berbalik, ia menatap lama makam ayahnya yang masih basah dan penuh bunga, air matanya kembali menetes.  saat melewati rumah kakek Jang ia keheranan karena ia melihat mobil dan beberapa orang sedang memasukkan koper besar, namun ia berfikir mungkin kakek Jang ada tamu. Memasuki halaman rumahnya ia sudah disambut koper kecil miliknya sudah berada di teras dengan bu Asti yang berdiri dan menatapnya tajam. "Akhirnya pulang juga kamu. Aku sudah siapkan koper milikmu jadi kau bisa langsung pergi dari sini."  Zea menatap tak percaya pada bu Asti, ia tahu hal ini akan terjadi tapi tidak secepat ini.  "Apa ini?"  "Tentu saja hal yang harus kau lakukan saat ini, pergi dari sini sekarang juga."  "Apa ibu sudah gila? Seharusnya kita mengadakan pengajian dan tahlil untuk ayah."  "Nggak ada gunanya, kamu pergi secara sukarela atau aku minta security menyeretmu keluar."  Zea menahan emosinya, ia menggenggam jemarinya, ia tak ingin melakukan sesuatu yang akan ia sesali dihari meninggalnya ayahnya, ia menghela nafasnya dan melangkah mengambil koper ukuran kecil miliknya kemudian menariknya keluar dari rumah ayahnya, saat ada di luar rumah ia berbalik dan menatap lama rumah yang sudah sejak kecil ia tempati dan kini harus ia tinggalkan.  Ia tak ingin berebut harta yang akan membuat ayahnya tak tenang di alam sana, ia ikhlas jika harta ayahnya dikuasai bu Asti. Ia melangkah meninggalkan rumah dan berjalan gontai di trotoar, ia berjalan menuju rumah kakek Jang tapi langkahnya terhenti.  Rumah kakek Jang tampak sepi yang biasanya ramai oleh anak anak berlatih taekwondo saat sore begini. Ia melangkah memasuki halaman rumah kakek Jang yang luas, tapi belum jauh ia masuk seseorang memanggil namanya membuat langka Zea terhenti.  "Mbak Zea?"  Zea berbalik dan melihat pria paruh baya yang ia kenal sebagai ketua RT di lingkungan ini. "Pak RT, ada apa pak?"  "Mbak Zea mencari kakek Jang?"  "Iya...."  "Saya mendapatkan amanah dari kakek Jang memberikan ini pada mbak Zea."  Pak RT memberikan sebuah bungkusan kain putih pada Zea, Zea menerima kain putih itu dengan bingung.  "Tapi pak.....kakek Jang kemana?"  "Kakek Jang dijemput anaknya dan diajak tinggal bersama di Seoul, anaknya tak ingin kakek Jang hidup sendiri dan kesepian disini, baiklah mbak Zea saya permisi."  "terima kasih pak RT."  Zea menatap bungkusan putih ditangannya, kakek Jang yang biasanya mendengarkan keluh kesahnya sudah pergi, dan ia tak punya orang yang mendengar keluh kesahnya. Ia duduk di atas kopernya dan berfikir kemana ia harus pergi.  6 bulan kemudian.  "Zea...mau pulang bareng nggak?"  "Iya tunggu, aku ambil tas dulu Lik," jawab Zea buru buru menuju locker karyawan dan mengambil tasnya.  Zea dan Lika berjalan beriringan di trotoar menuju halte di seberang resto dimana mereka bekerja, jam menunjukkan pukul 10.10 malam, resto tutup 20 menit yang lalu.  Sejak pergi dari rumah Zea bertekad hidup mandiri tanpa bantuan siapapun, untungnya ia segera mendapatkan pekerjaan walau cuma sebagai waiters tapi cukup untuk menyambung hidup, lagipula ia masih memiliki tabungan yang lumayan hasil dari kerjanya di resto ayahnya, manager resto diam diam memberikan gaji pada Zea tanpa sepengatahuan bu Asti yang kini sangat berguna bagi dirinya karena ia berniat akan kuliah dengan tabungannya itu, seperti cita citanya dulu juga keinginan ayahnya. "Kamu jadi ambil kuliah malam? Apa kamu tidak kewalahan seharian bekerja lalu malam kuliah. Kamu akan tidur berapa jam Zea?"  "Jadi Lik, aku sudah berfikir matang soal ini. Ini keinginan terakhir ayah yang harus aku penuhi dan akan aku ambil resiko itu walau mungkin nanti aku akan kewalahan."  "Aku dukung apapun yang kamu lakukan Zea."  Zea dan Lika naik angkutan kota menuju tempat kost mereka yang tak begitu jauh dari halte, hanya sekitar 5 menit. Zea dan Lika kost di tempat yang sama dan dikamar yang sama untuk menghemat biaya hidup. Awal perkenalan mereka adalah saat hari pertama keduanya bekerja di resto dan sejak itulah mereka bersahabat.  Setelah membersihkan diri keduanya pun berbaring untuk istirahat, tak menunggu waktu lama Lika sudah terlelap sedangkan Zea masih terjaga dan menerawang, Zea libur satu hari dalam seminggu dan itu adalah hari rabu, pegawai resto tidak diizinkan libur hari minggu karena saat itu pengunjung membludak. Zea ingin segera mendaftar kuliah dan melakukan keinginan ayahnya, Zea mulai memejamkan matanya.  Hari rabu tiba, Zea bersiap untuk mendaftar ke universitas yang memiliki program kuliah malam, Lika sudah berangkat jam 8 tadi, Zea mencari universitas yang tidak begitu jauh dari resto agar bisa menghemat biaya transportasi, kebetulan universitas Merdeka yang berlokasi tak jauh dari resto "Cahaya" dimana Zea bekerja ada kelas malam untuk karyawan dan ia memutuskan untuk apply di universitas itu, apalagi jaraknya hanya 10 menit dengan jalan kaki yang bisa sangat menghemat keuangan Zea. Tepat pukul 9 pagi Zea sudah berada di kantor administrasi universitas Merdeka dan menyelesaikan persyaratan dan administrasi. Ia lega sudah menyelesaikan pembayaran untuk 1 semester dan akan menabung lagi dari gajinya untuk semester selanjutnya. Zea akan mulai kuliahnya minggu depan dan berusaha selesai cepat untuk menghemat biaya.  Zea keluar dari gerbang universitas Merdeka dengan wajah berbinar, ini awal baru untuk mencapai cita citanya juga memenuhi keinginan ayahnya. Tapi entah apa yang terjadi tiba tiba seorang pria berlari cepat ke arah Zea membuat Zea terjerembab dan jatuh tersungkur di trotoar. "Ouch....." pekik Zea, tapi pria itu berlari semakin kencang saat melihat Zea terjatuh.  "Gak sopan banget sih, nabrak orang bukannya minta maaf malah lari, dasar orang kota." gerutu Zea mencoba berdiri tapi ia melihat seseorang yang juga berlari kearahnya, sepertinya mengejar orang yang tadi membuatnya jatuh, Zea segera minggir agar tak jatuh dua kali tersenggol orang tersebut.  "Kenapa pada lari lari sih orang orang, aneh banget," gumam Zea sembari berjalan meninggalkan universitas Merdeka.  Oooo----oooO "Zea...., mau pulang bareng nggak?" tanya Lika yang sedang mengambil tas dari locker dan akan pulang karena jam kerja mereka sudah berakhir, teman teman mereka juga sudah akan pulang. "Aku kan kuliah malam Lik."  "Bukannya hari ini libur?"  "Harusnya, tqpi ada chat di grup mahasiswa kalau hari ini akan ada kuis, besok baru libur."  "Oh, ya udah. Aku duluan ya Zea."  "Hati hati Lik."  "Kamu juga." Lika menutup locker dan kemudian keluar dari ruang ganti karyawan wanita, sedangkan Zea masih membereskan locker dan sesekali membaca buku paketnya. Setelah dirasa cukup, Zea segera beberes dan berangkat menuju kampusnya, jam menunjukkan pukul 10.05 malam, jam perkuliahan Zea adalah 10.15 - 11.30 pm.  Setiap hari kegiatan Zea monoton itu itu saja, tempat kost, resto dan kampus hingga beberapa bulan. Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD