Part 7

2023 Words
“Aku mau kita putus,” ucap Willy singkat tapi berat untuk diucapkan. Dengan berat hati Willy mengakhiri hubungannya mengingat pernikahannya dengan Aca yang segera terlaksana. Dia hanya tidak ingin menyakiti Melea terlalu jauh jika dia masih bertahan dengan gadis itu. Dari itu dia putuskan untuk putus dengan Melea. Agar Melea membencinya dan cepat melupakannya. Mungkin inilah jalan yang terbaik untuk mereka. Hati Melea bergemuruh, seakan badan sedang menerjang. "Salah aku apa Will?" tanyanya dengan getir. Willy melarikan pandangannya. Dia tidak bisa menatap mata gadis itu. Dia sangat tak tega melakukan hal ini pada Melea. Sudah lama dia menjalin hubungan dengan wanita itu. Bahkan dia berjanji tidak akan meninggalkannya. Tapi lihat lah sekarang, dia harus melanggar janji itu. Dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak mungkin tetap bersama Melea dan memilih membiarkan Aca menghadapi masalahnya sendiri. Bukan karena dia mau dibodohkan Aca. Namun dia memandang orang tua Aca yang salama ini baik padanya. Menyayanginya seperti anak sendiri. Walaupun sekarang tidak lagi sebab Aca yang menghancurkan semuanya. "Jawab Will." Bulir-bulir air mata membasahi wajah Melea. Willy terdiam. Tidak tega melihat gadis di depannya. Willy lari tanpa meninggalkan kata untuk gadis itu. "Will, mau kemana kamu Will! Jawab aku!" pekik Melea. Melea mengejar Willy. Gadis itu ingin tahu kejelasan mengapa Willy mengakhiri hubungan mereka padahal hubungan mereka sebelumnya baik-baik saja. Melea masih tidak percaya jika kekasihnya itu sudah memutuskannya secara sepihak. Dia butuh kejelasan. Langkah Willy berhenti di taman belakang kampus yang sunyi. Dia tahu Melea masih mengikutinya. Maka dari itu dia berhenti di sini karena tidak ingin orang-orang melihatnya dengan Melea yang bertengkar. Willy berbalik dan tepat di hadapannya ada Melea yang sedang menatapnya penuh air mata. “Kamu mau apa lagi? Bukannya sudah jelas aku memutuskan kamu,” ucap Willy dengan tegas, tak terlihat sedikitpun sedih di depan Melea. "Jadi, kamu beneran mutusin hubungan kita Will?" tanya Melea lirih. Willy bungkam. Cuma bisa tertunduk dan menahan diri agar tidak terlihat sedih di depan Melea. Melea meraih kedua pundak laki-laki yang dicintainya itu. "Will, jawab Will! Jawab! Kenapa kamu mutusin aku... kenapa Will...?? Hiks..." Willy mengangkat pandangannya. Ia menatap gadis di depannya. Ia belai rambut gadis itu dengan sentuhan lembut. Dia tersenyum kecil. "Maafin aku Lea..." Melea seketika mendorong tubuh Willy. "Tolong beri aku jawaban Will! Tolong beri aku kejelasan kenapa kita harus putus!?" "Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku gak mau pisah dari kamu Will..." Willy menghela napas berat. Dia meraih tangan Melea dan menggenggamnya. "Maafin aku, aku gak bisa sama kamu lagi." "Tapi kenapa Will? Apa alasannya?" "Aku gak bisa beritahu kamu." Willy tidak tega jika dia harus bilang sekarang kalau dia akan menikahi Aca. "Will, aku gak mau putus dari kamu. Aku gak mau Will..." "Kita harus putus Lea! Kita harus putus!" tegas Willy. Biarpun ucapannya terdengar tegar tapi dia tidak bisa menahan air matanya yang keluar. Dia pun cepat mehapusnya agar Melea tidak melihat kesedihannya. Andai Melea tahu, dia terpaksa melakukan ini. Dia pun tidak tahu harus memberikan alasan apa. “Kamu kenapa jadi jahat gini sih, Will? Aku kenal kamu sebagai cowok yang baik tapi kenapa kamu tega ngelakuin ini ke aku? Kenapa kamu putusin aku Will... apa karena kamu udah gak sayang lagi sama aku? Apa gak ada cinta lagi untuk aku?" "Iya, aku udah gak cinta lagi sama kamu. Aku gak sayang lagi sama kamu!" Willy menghapus air matanya lagi. "Aku udah gak ada rasa apa-apa sama kamu," jelas Willy asal. Melea terdiam. "Perasaan aku udah berubah sama kamu." "Secepat itu kah Will, kamu berubah? Kemarin kita masih baik-baik aja. Tapi kenapa hari ini kamu tiba-tiba mutusin aku? Aku masih belum percaya Will kamu lakuin ini ke aku. Kamu pasti terpaksa, kan? Pasti ada alasan lain, kan? Kalau kamu ada masalah tolong beri tahu aku, bukan dengan mutusin aku Will..." “Aku gak ada masalah apapun. Aku hanya gak ada rasa lagi sama kamu. Manusia itu bisa berubah kapan aja, Lea. Jadi wajar aja kalau aku ninggalin kamu. Karena aku udah gak sayang sama kamu lagi. Jadi untuk apa aku mempertahankan hubungan kita. Lebih baik kita putus daripada aku harus berpura-pura mencintai kamu," jelas Willy dengan penuh kesandiwaraannya. Melea terdiam mendengar ucapan Willy yang menusuk hatinya itu. Mereka saling menatap. Melea yang tadi terlihat sangat sedih kini menegarkan dirinya. Dia hapus air matanya dan menahan dirinya untuk tidak menangis lagi. "Maaf Lea. Hubungan kita selesai sampai sini. Aku harap kamu menerima keputusan aku." Melea tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia diam dan air mata saja yang menggambarkan perasaannya saat ini. Dia sangat sedih dan kecewa pada Willy. "Aku harap keputusan kamu benar Will," ucap Melea saat beranjak pergi. Willy menatap punggung gadis itu yang semakin menjauh. "Aku masih cinta dan sayang sama kamu Lea, tapi aku gak bisa sama kamu lagi. Semoga kamu mendapatkan pengganti yang lebih baik daripada aku." Willy menghela napas panjang. Begitu susah dia bersandiwara di depan wanita yang dia cintai begitu lama. Namun hubungan itu harus berakhir sesakit ini. Dimana dia harus menyakiti gadis itu agar luka yang gadis itu rasakan tak terlalu besar. Willy beranjak ke kelasnya. Di sana dia mendapati Aca yang sedang mengobrol bersama Kevin. Willy duduk dan tak memperdulikan mereka. "Will, muka lo kok tambah parah?" tanya Kevin sembari berpindah duduk di samping Willy. Willy tidak menjawab pertanyaan temannya itu. Dia menyibukkan dirinya dengan mengambil buku catatannya dan pura-pura sibuk membaca. Kevin melarikan pandangannya pada Aca. "Ca, Willy kenapa?" Aca hanya mengedikkan bahu. Melihat Aca dan Willy yang tidak seperti biasanya membuat Kevin curiga. Dia yang selama ini mengenal keduanya dengan cukup baik jadi heran. Karena selama ini yang dia tahu antara Willy dan Aca itu sangat dekat. Dia juga tahu jika keduanya sepupuan dan mereka juga tinggal di rumah yang sama. Namun sejak semalam dan hari ini dia melihat keduanya seperti orang asing saja. Jangankan melihat mereka mengobrol, saling melihat satu sama lain saja seakan tidak sudi. "Kalian lagi berantem?" tanya Kevin tapi Aca ataupun Willy tak menjawab pertanyaannya. "Kalian kenapa sih? Aneh banget." "Kalau ada masalah cerita dong." "Lo juga Will, kok diam aja dari tadi." "Ca, Willy kenapa sih?" "Lo gak perlu tau." Aca akhirnya buka mulut. “Harus tau dong. Gue ini teman baikknya Willy jadi gue harus tau apa yang terjadi sama dia. Karena gue peduli sama dia." “Gue baik-baik aja. Lo gak usah khawatir,” ucap Willy. Kevin tersenyum. “Nah gitu dong ngomong. Jangan diam aja.” “Ca, obatin gih luka Willy,” pinta Kevin. “Kasihan dia gak ada yang ngurus sampai lukanya gak kerawat gitu.” Aca terpaku bingung. Memang biasanya dia lah yang selalu sibuk jika terjadi sesuatu dengan Willy. Namun sekarang terasa canggung dan dia pun sadar pasti Willy menolak untuk diobati olehnya. “Gak usah,” tolak Willy. “Sok jual mahal,” gumam Kevin. "Liat tuh muka lo tambah parah lebamnya. Tangan lo jugak, nanti infeksi lho." "Gue gapapa." "Terserah lo deh Will, susah banget dibilangin." Aca memandangi Willy. Dia iba melihat cowok itu. Tapi tidak berani menolongnya karena takut Willy tambah marah padanya. Selang beberapa menit kemudian. Seorang dosen wanita masuk ke kelas. Saat dosen itu mau memulai pembelajaran dia tidak sengaja melihat salah satu mahasiswanya yang menarik perhatiannya. "Willy wajah kamu kenapa?" tanyanya. Semua melihat ke arah Willy. Dan Willy masih diam karena tidak tahu mau memberikan alasan apa pada Bu Yuni. "Kamu habis demo apa bagaimana?" tanya Bu Yuni lagi. "Atau berantem sama kating?" "Saya gak berantem sama siapa-siapa kok Bu," jawab Willy. "Terus luka di wajah kamu karena apa? Gak mungkin kan, karena kamu ninju muka kamu sendiri." Semua tertawa mendengar ucapan Bu Yuni. "Saya ikut latihan tinju Bu, jadi muka saya kayak gini." Semua tertawa lagi. "Lain kali gak usah ikut lagi ya Will. Nanti muka kamu hancur. Sayang kan, wajah tampan kamu itu hilang gara-gara latihan tinju. Itu baru latihan apalagi kalau kamu ikut lomba." Semua tertawa lagi. "Baik Bu," balas Willy. *** 10.00 WIB "Baiklah anak-anak, penjelasan Ibu sampai di sini dulu. Sampai ketemu minggu depan, atas perhatiannya Ibu ucapkan terima kasih. Selamat siang." "SIANG BUUUKKK!" Kelas bubar. Tinggal Aca dan Willy yang masih berada di kelas. Aca saat ini sedang memasukkan laptopnya ke dalam tas. Sedangkan Willy sibuk dengan ponselnya. Willy sedang melihat-lihat postingan di i********:. Saat sedang scroll-scroll dia pun tiba-tiba mendapatkan pesan masuk. Pesan itu dari grup kelasnya. Awalnya dia mau mengabaikannya tapi karena pesan tidak henti-hentinya masuk dia pun jadi penasaran akan apa yang membuat teman-temannya heboh dalam grup obrolan itu. Willy pun membaca satu persatu pesan-pesan itu dan dia langsung terkejut setelah tahu hal yang teman-temannya bahas. Dia segera melihat Aca sebentar lalu kembali membaca pesan teman-temannya. Willy geram kepada teman-temannya itu yang sedang membicarakan Aca. Aca dibilang gendutan dan ada yang mengatakan jika wanita itu mungkin saja telah hamil. Teman-temannya juga mengatakan jika perut Aca terlihat buncit, cewek itu juga sering terlihat muntah-muntah di toilet. Ingin Willy membela Aca, dia sudah mengetikkan pesan tapi dia hapus kembali pesannya mengingat perbuatan wanita itu padanya. Willy mematikan layar ponselnya. Dia tidak ingin peduli dengan Aca. Dia benci wanita itu jadi untuk apa dia menolongnya. Willy bergegas pergi dari kelas dan melewati Aca begitu saja. Tampa menoleh, dia langsung menyelonong pergi. "Will, tunggu!" teriak Aca sambil beranjak dari kursinya. Willy berhenti melangkah. Dia berbalik menghadap Aca. "Sampai kapan kamu cuekin aku Will?" "Kamu masih marah ke aku?" tanya Aca. "Perlu aku jawab? Kamu tau kok jawabannya apa," balas Willy dengan raut wajahnya yang kesal. "Kamu tau kan, aku lakukan semua itu karena terpaksa, Will. Aku mohon sama kamu, kamu ngerti situasi aku." "Ngerti situasi kamu? Apa kamu gak mikir Ca, aku kehilangan orang-orang yang sayang sama aku. Kamu tau betul seperti apa sikap orang tua aku ke aku. Mereka sejak dulu acuh Ca. Dan karena ulah kamu mereka akhirnya benar-benar menjauh dari aku. Aku bahkan kehilangan kepercayaan orang tua kamu. Harusnya kamu mikir sebelum menjadikan aku kambing hitam dari masalah kamu. Harusnya kamu yang ngerti situasi aku bukan aku yang mengerti situasi kamu, Ca." "Aku tau aku salah, Will. Tapi aku gak punya pilihan. Harapan aku cuma kamu. Aku mohon kamu memahami situasi aku, Will..." "Kamu itu egois, Ca! Kalau memang kamu butuh bantuan aku, kamu bisa ngomong baik-baik bukan dengan menuduh aku yang memperkosa kamu. Padahal kamu suka sama suka melakukan hubungan terlarang itu tapi malah aku yang kamu pojokkan. Aku capek Ca, kenal sama orang yang busuk kayak kamu!" Ketus Willy lalu dia pergi meninggalkan Aca. "Will! Willy!" pekik Aca tapi Willy mengabaikannya. Aca melihat punggung cowok itu yang semakin menjauh. Saat Willy sudah tak kelihatan lagi, dia pun beranjak pergi. Aca berjalan tak bersemangat keluar dari area kampus. Dia ke parkiran dan di sana sudah ada sopirnya menunggu. Dia masuk ke dalam mobil lalu memakai headshet mendengarkan lagu favoridnya. "Pak, sebelum ke rumah kita mampir dulu ya ke mall sebentar." "Baik Non." Mobil Aca beranjak meninggalkan kampus. *** Aca turun dari mobil. Dia sudah tiba di mall, tempat favoridnya. Kali ini dia sendirian di tempat ini. Padahal kalau dulu dia selalu ditemani Willy dan kadang ditemani Adi. Aca ke tempat es cream. Dia memasan es cream dan duduk di meja favorinya yang di depannya ada kaca yang memperlihatkan area luar dari gedung mall ini. Aca duduk termenung. Lama-lama termenung dia pun jadi mengingat momen menyenangkannya bersama Willy. Kenangan itu tiba-tiba saja muncul, kenangan di masa SMA-nya dulu. Dimana dia dan Willy kejar-kejaran di kelas. Saling ejek-ejekan dan berantem gak jelas. Pergi ke kantin barengan sampai diejek pacaran. Lalu pernah difitnah berbuat m***m karena ketahuan berduan di dalam toilet. Padahal kejadian itu sebenarnya Willy yang sedang membantunya saat dia mens secara tiba-tiba dan Willy membelikannya pembalut. Saat itu Willy ke toilet untuk memberikan pembalut itu padanya tapi malah dipergok sama tukang bersih-bersih dan mereka berduapun dikira berbuat m***m. Namun untungnya masalah itu dapat terselesaikan karena mereka terbukti tidak bersalah. Dia dan Willy begitu dekat. Dan Willy begitu peduli dengannya. Aca menghela napas berat setelah mengingat kenangan manisnya bersama Willy. Dia jadi merindukan momen itu. Sekarang sudah tidak mungkin dia dan Willy akan seperti dulu lagi. Dia sadar yang dia lakukan pada Willy sangat keterlaluan namun dia sangat terpaksa melakukannya. Andai Adi tidak pergi maka kejadiannya tidak akan seperti ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD