Chapter 24 : Akademi Kristal Hijau

1282 Words
Hari sedang cerah, sekarang ujian tahap kedua sudah dimulai setelah rintangan kemarin selesai. Banyak peserta gugur dalam ujian, tetapi tidak ada yang mati. Wajar saja, sebab tanpa disadari di dalam dimensi itu terdapat banyak pengawas berkemampuan hebat. Bohong kalau tidak ada peserta yang cedera, karena memang ujian tersebut cukup sulit. Para pengawas paling akan menolong di saat kritis, sehingga peserta benar-benar harus bisa menjaga diri dengan baik. Sedangkan hadiah dari ujian ini adalah sebuah buku Lingkaran Sihir tingkat tinggi. Namun, Verx tidak tergiur mendengarnya. Buku tentang Lingkaran Sihir tingkat tinggi memang langka dan banyak peminat. Akan tetapi, bagi Verx itu hanyalah satu dari seribu buku Lingkaran Sihir. Tak berharga, sebab kalau ia ingin menggabungkan banyak Lingkaran Sihir, pasti akan tercipta sebuah Lingkaran Sihir tingkat tinggi juga. Verx duduk bergabung bersama para peserta lain pada sebuah ruangan luas, menunggu giliran mereka tampil bertarung. Di babak kedua ini peserta diuji untuk bertarung satu sama lain hingga hanya menyisakan satu orang pemenang. Peraturan ini membuat Verx semakin pesimis, menimbang kemampuan fisiknya berbeda dari orang lain. “Haah ... ini merepotkan,” gumam Verx, pelan. Di ruangan ini hanya tersisa dua puluh dari empat puluh peserta. Setidaknya perlu lima babak agar dapat menentukan pemenang. Tujuan Verx tidak untuk menjadi pemenang, mungkin saat babak pertama ia akan segera mengalah kemudian kembali ke desa. “Hei, kawan!” sapa seorang remaja laki-laki berperawakan gemuk di sebelah Verx. Verx memalingkan pandangan padanya. “Ada perlu apa?” Tanggapannya sungguh membosankan. “Bagaimana rasanya menjalani ujian tahap pertama seorang diri? Aku dengar hanya kamu yang berani melakukannya sepanjang sejarah desa kita.” “Entahlah. Aku merasa tidak ada yang berbeda dari it—” Tanah tiba-tiba berguncang, orang di dalam ruangan langsung panik dan segera menuju pintu keluar. Verx berdiri, remaja di sebelahnya tadi mencoba menariknya ikut melarikan diri. Namun, Verx malah menyuruhnya pergi terlebih dahulu, sehingga remaja itu pergi tanpa ada pilihan lain. Sebuah Lingkaran Sihir pun aktif di bawah kaki Verx, membuat sebuah pilar yang mengangkat dirinya naik ke atas. Ia mengarahkan kedua telapak tangan berlingkaran sihir ke atas, kemudian menghancurkan langit-langit ruangan. Angin berhembus kencang, petir menyambar-nyambar di langit kala sebuah Lingkaran Sihir besar aktif di tengah lapangan. Verx terdiam, mengamati dengan saksama Lingkaran Sihir besar tersebut. Tak lama, ia tersentak ketika tahu Lingkaran Sihir apa itu. Kini langit menjadi gelap, sesosok monster mendadak muncul dari tengah-tengah lingkaran tersebut. Warnanya gelap, tubuhnya besar seperti raksasa. Mata Verx menerawang ke sekitar, mencoba mencari tahu siapa dalang dari pemanggil monster ini. Orang-orang tengah panik, para penjaga mulai membuat Lingkaran Sihir untuk menyerang makhluk besar itu. Kilat sesekali menyambar, angin berembus kian kencang layaknya badai besar. Tubuh Verx semakin sulit berdiri akibat terpaan angin kencang tersebut. Meskipun demikian, pencariannya masih belum berakhir. “Lingkaran Sihir itu adalah salah satu teknik terlarang dari penggunaan Kristal Hijau,” gumam Verx. “Kristal Hijau bukanlah salah satu Kristal pemberian dewa, ini hanyalah sebuah benda yang tercipta dari sifat jahat manusia.” Setelah sekian lama mencari, ia akhiranya menemukan seseorang yang memegang Kristal Hijau. Para penjaga tengah sibuk menghadapi amukan sang monster hitam, itu sebabnya tidak ada yang menyerang dalang dari pemanggil monster ini. Suara hancurnya sebuah gedung akademi terdengar. Tanpa mau menggubris hal itu, Verx mengaktifkan Lingkaran Sihir pada telapak kaki kemudian berlari di atas atap menuju atap sebuah tugu. Kemudian sebuah pilar melemparkan Verx langsung pada pria di atas sebuah tugu tersebut. Ia membentuk tongkat angin pada masing-masing tangan lalu melemparkannya pada si pria. Namun naas, pria itu menyadarinya dan langsung membuat sebuah pelindung angin memanfaatkan kekuatan dari Kristal Hijau. Verx menciptakan sebuah pijakan dari angin sehingga membuatnya melayang di udara. Si pria menatap tajam ke depan, dibalas dengan tatapan tajam pula oleh Verx. Mereka saling tatap tanpa melakukan gerakan untuk menyerang. Jika memang pertarungan terjadi, Verx ragu ia dapat mengalahkan pria itu, tetapi sekarang akan berbahaya kalau tidak dihentikan. “Hei, Pak Tua!” ucap Verx, datar tanpa ekspresi di wajah. “Tidak kusangka akan ada remaja seberbakat dirimu, Bocah.” Sebuah senyum terbentuk di bibir si pria. Verx menjulurkan tangan kanannya ke depan. “Cepat berikan Kristal Hijau itu padaku, Pak Tua.” “Jangan memanggilku Pak Tua, namaku Elric.” Terjadi jeda selama beberapa saat. “Dan aku takkan pernah mau memberikan Kristal Hijau ini padamu, Bocah Tengik.” Dia kemudian mengarahkan Kristal Hijau di tangan kirinya ke depan. Tanpa pikir panjang, Verx langsung mengarahkan telapak tangan berlingkaran sihir ke depan, membentuk sebuah perisai angin sebagai tameng. Hampir dalam waktu bersamaan, begitu banyak tombak angin melesat membentur tameng angin milik Verx. Ia mencoba bertahan, tetapi serangan semakin banyak melesat. Ia terdorong ke belakang, lalu Elric berlari di udara sambil membuat sebuah tombak angin pada tangan kanan. Verx tidak sempat bereaksi, semuanya terjadi dalam beberapa detik. Tombak angin menusuk perutnya hingga tembus, darah bercucuran dari luka juga mulutnya kala itu. Kesadaran Verx mulai pudar, pengendalian Lingkaran Sihirnya menjadi kacau, sehingga ia jatuh dengan mata setengah tertutup. Dari bawah sana, Pleasant berteriak sambil melompat, menangkap anaknya yang terjatuh. Tak lama, kakek Verx melesat ke atas sembari melemparkan beberapa tombak angin pada Elric. Namun, Elric hanya tersenyum tipis sambil membuat tameng menggunakan Kristal Hijau. “Elric! Kenapa kau melakukan ini?” bentak sang kakek sambil berdiri di udara beberapa langkah di hadapan Elric. “Haha, ternyata ada Tetua Piece di sini. Sebuah kehormatan bisa membunuhmu,” jawab Elric dengan santai. “Padahal kau adalah salah satu orang penting di akademi, tapi mengapa kau berbuat seperti ini?” “Untuk mendapatkan sebuah kekuatan besar, diperlukan pengorbanan besar. Maka waktu yang tepat adalah saat ini, di mana banyak sekali orang datang ke akademi.” Sungguh, kali ini Elric tidak dapat menahan tawa jahatnya. “Kau ..., apakah hal seperti ini keinginanmu?” Amarah Piece memuncak. “Mana mungkin kau dapat memahami keinginanku ini, karena sejak awal kau orang berbakat. Sedangkan aku harus berusaha keras agar dapat mencapai puncak.” Tatapan Elric begitu tajam. Sebuah Lingkaran Sihir terbentuk di depan batu Kristal Hijau Elric. “Dengarkan ini baik-baik, Tetua!” “Argh!” teriak kesakitan menggema di seluruh bagian akademi hingga mengalahkan suara gemuruh guntur. Di bawah sana, tombak angin yang menempel pada tubuh Verx kian membesar. Pleasant menjadi panik, dia membentak para penyembuh di sana. “Cepat sebuhkan dia! Dia adalah anakku!” Dengan penuh rasa takut serta panik, para penyembuh memperlambat penyebaran luka. Tak lama Pleasant pun ikut melesat ke udara, mengambang menggunakan pijakan angin. Amarahnya begitu memuncak, lalu dengan sembarangan menyerang Elric dari depan. Sebuah pedang angin ditebaskan secara vertikal oleh Pleasant, tetapi Elric menahan semua tebasan pedangnya menggunakan tameng angin. Tidak mau kalah, Piece ikut bertempur. Di tangannya terbetuk beberapa bola angin untuk menyerang Elric di kejauhan. Pertarungan semakin sengit, tebasan pedang Pleasant semakin cepat serta kuat. Piece tidak diberi ruang untuk menyerang, sehingga dia hanya dapat mempersiapkan teknik lain sebagai senjata rahasia. Suasana di bawah kian riuh, monster berwarna hitam tadi meronta, menghancurkan semua dinding tanah dan angin di sekitarnya. Para penjaga mulai memperkuat pertahanan, tetapi amukan sang monster sangat ganas. Batu bertaburan seperti misil, menghujam tembok akademi sampai roboh. Beruntung para murid berhasil dievakuasi, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir. Sebuah raungan keras dari sang monster membuat angin berembus kencang. Dedaunan bertaburan di langit, hewan-hewan kian resah lalu berlarian ke sana-sini. Awan mendung menambah suram suasana, riuhnya hutan membuat banyak orang dari kota maupun tempat lain memandangi langit seolah dunia akan berakhir. Banyak orang mulai berdoa, petir menyambar ke mana-mana, firasat buruk pun menghantui benak mereka. Sementara itu, di atas Akademi Kristal Hijau, Pleasant tengah bertarung melawan Elric. Semua tebasannya bisa digagalkan dengan mudah oleh Elric, sampai akhirnya tenaga Pleasant terkuras. Pria itu mundur, keringat membasuh habis sekujur tubuh serta pakaiannya. Akan tetapi, dia masih belum menunjukkan niat untuk menyerah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD