Chapter 25 : Hadiah Ulang Tahun

1456 Words
Pertarungan masih berlangsung, Pleasant membuat sebuah pedang besar pada tangan yang diarahkan ke atas. Tanpa ada keraguan sedikit pun, pedang tersebut dia tebaskan secara vertikal pada Elric. Namun, Elric tetap tenang sambil mengarahkan Kristal Hijaunya ke atas. Tameng angin dan pedang angin berbenturan, membuat gelombang angin dahsyat di sekitar mereka. Masih belum menyerah, menggunakan sisa-sisa kekuatannya, Pleasant melesat ke depan, menebaskan pedang di kedua tangan secara acak. Berapa kali pun dia menyerang, Elric hanya diam lalu menahannya menggunakan tameng angin. Kian lama, tenaga Pleasant melemah. Dia menebaskan kedua pedangnya dari dua arah secara horizontal secara bersamaan, membuat dirinya terpelanting ke belakang. Kedua tangannya gemetar seperti hendak lepas. Pedangnya menghilang, energi spiritualnya berkurang cukup banyak sebab dia menyerang secara membabi-buta. Napas Pleasant terengah, tubuhnya sungguh lelah untuk melanjutkan pertarungan. Elric tersenyum puas melihat wajah lawannya itu. “Akhirnya aku dapat mengalahkanmu dengan mudah, Pleasant.” Senyum Elric semakin lebar. “Elric sialan! Berani sekali kau melukai anakku!” Walau tenaganya terkuras habis, Pleasant masih mampu berseru lantang. “Aku tidak memiliki niat untuk itu, tetapi dialah yang mendatangiku meminta untuk dibunuh.” Sikap Elric sangat santai saat menjawab perkataan Pleasant. “b******k!” Pleasant membuat Lingkaran Sihir pada masing-masing telapak tangannya, kemudian menepukkannya sekuat tenaga. Api langsung muncul membentuk sebuah pedang pada tangan kanannya sekarang. Pleasant mengatur ulang napasnya dengan menghirup udara perlahan. Pikiran dia tenangkan dan fokus pada lawan di hadapannya. Kakinya membentuk kuda-kuda, bersiap melancarkan serangan kapan saja. Namun, Elric tetap tenang melihatnya. Sebuah Lingkaran Sihir berwarna hijau kemudian terbentuk pada Kristal Hijau. Wajah Elric masih datar melihat setiap gerakan kecil dari Pleasant. Tak lama, sebuah teriakan kembali menggema. “Argh!” Sontak Pleasant mengalihkan pandangannya ke bawah mendengar teriakan penuh rasa sakit itu. Akan tetapi, semua berjalan begitu cepat, satu tombak angin menusuk perut Pleasat dari depan. Pria itu kehilangan keseimbangan lalu terjatuh. Selang beberapa detik saja, sebuah bola api besar langsung menghantam Elric sebelum dia dapat berekasi. Tidak cukup sampai di sana, bagitu banyak bola api lain langsung menyerangnya dalam waktu bersamaan. Pria itu bahkan tak sempat membuat sebuah Lingkaran Sihir saja menggunakan Kristal Hijaunya. Piece pun melesat cepat mendekati Elric yang sudah terbakar. Kakek tua itu menempelkan kedua tangannya ke tubuh Elric hingga tubuh pria tersebut terbakar habis oleh api. “Argh!” Dia berteriak kencang karena merasakan sakit, tetapi api tetap melahapnya. Sekuat tenaga dia membuat sebuah Lingkaran Sihir hingga membuat Piece harus mundur. “Terlalu lama!” seru Piece, kemudian begitu banyak tombak angin menusuk, menghancurkan tubuh Elric begitu saja. Kristal Hijau terjatuh, dengan cepat Piece menangkapnya agar tidak mendarat ke tanah. Dia kemudian beralih ke bawah, monster besar yang hendak muncul tadi telah menghilang sepenuhnya. Orang-orang mulai berkerumun di pinggir lapangan, melihat kondisi mengenaskan dari anak dan ayah. Piece menggenggam erat Kristal Hijau di tanganya. Dia merasa bersalah karena tidak mampu untuk melindungi kedua orang tersayangnya, anak dan cucunya sendiri. “Karena aku terlalu lama mempersiapkan Lingkaran Sihir, kalian jadi seperti ini.” Dia memalingkan wajah, tak sanggup melihat muka anak juga cucunya. Namun, dia harus kuat serta melihat wajah mereka walau hati terasa sesak. Ketika turun ke bawah, orang-orang langsung memberinya jalan untuk bertemu dua orang tercintanya. Air mata sudah tak dapat dia bendung lagi, semuanya tumpah begitu saja. Di sana tampak tubuh Verx sudah terpotong menjadi dua bagian, sedangkan Pleasant terluka parah akibat tombak besar di perutnya. Kedua kaki Piece melemas, dia terjatuh tepat di sebelah mereka berdua. Walau tidak yakin sepenuhnya, sebuah Lingkaran Sihir penyembuh dari Kristal Hijau digunakannya untuk menyembuhkan luka Pleasant secara perlahan. Hatinya sekarang hampa, semuanya sirna setelah melihat betapa kritisnya kondisi Pleasant dan juga Verx. Satu-satunya yang mungkin selamat sekarang hanyalah Pleasant, sementara Verx yang tubuhnya terpotong sudah jelas tidak dapat ditolong lagi. Orang-orang sekitar ikut berduka melihat ini semua, mereka iba serta bingung harus berbuat apa. Kematian tidak hanya menghampiri Verx, tetapi banyak juga orang lain. Perlahan kumpulan masa bubar atas perintah Piece dengan nada gemetar. Setelah menghentikan pendarahan Pleasant, Piece mengangkatnya sampai ke ruang perawatan. Setelah itu dia kembali ke tempat mayat Verx berada. Keadaannya benar-benar buruk, bagian atas dan bawah tubuhnya terpisah. Perlahan Piece menyatukan potongan tubuh tersebut, kemudian membawanya ke sebuah gua di dalam ngarai untuk dikubur. Kala itu banyak orang dikuburkan, ibunya Verx ikut menemani Piece memakamkan Verx di sana. Rasa sendu menyelimuti setiap hati penduduk, tak terkecuali ibunya Verx yang sedang menangis karena dua orang tersayangnya terkena musibah dalam waktu bersamaan. Hujan turun mengiringi pemakaman. Hari sudah benar-benar gelap kala pemakaman usai. Setiap air mata yang jatuh ke tanah mungkin sama derasnya dengan hujan. Isak tagis memenuhi gua tempat pemakaman ini. Suhu udara pun kian dingin, setiap orang perlahan pergi meninggalkan pemakaman karena pasrah pada takdir menyedihkan. Ibu Verx juga sudah kehabisan air mata untuk menangis, matanya benar-benar memerah. Dia mengajak Piece untuk pergi juga, tetapi kakek tua itu hanya menjawab pelan, “Duluan saja, Ayah akan menyusul.” “Baiklah ....” Kini hanya tersisa Piece saja di sini. Air mata tak berhenti mengalir melalui pipinya. Dadanya sangat sesak melihat takdir tragis keluarganya. Dia jatuh belutut tepat di samping makam Verx, kemudian Kristal Hijau di tangannya jatuh menggelinding. Benda itu tetap bersinar walau dalam gelapnya gua. Piece memandanginya selama beberapa saat, tetapi kemudian lirikannya teralih lagi ke makam Verx. Semua kenangannya saat bersama anak remaja itu seperti sebuah film yang diputar ulang. Padahal ulang tahun Verx adalah esok hari, dan sekarang dia mati mengenaskan saat memaksakan diri bertarung. Piece memukuli makam karena kesal tidak dapat berbuat sesuatu pada waktu yang tepat. Semua ini karena dia terlalu lambat mengambil keputusan juga tindakan. Semua rasa bersalah juga kekesalan dilimpahkan olehnya pada dirinya sendiri, bukan orang lain. Sebuah ide gila lantas terbersit dalam kepalanya. Dia memandangi Kristal Hijau bercahaya itu dengan saksama. “Jika aku melakukan teknik 'itu', maka dia akan kembali, kan?” Pikiran Piece menjadi kacau karena dipenuhi oleh rasa bersalah dan tanggung jawab. “Salah satu teknik dalam buku Lingkaran Sihir tingkat tinggi. Memanfaatkan batu Kristal Hijau, aku pasti dapat melakukannya.” Dia sudah gila sekarang, begitu banyak tekanan membuat jalur pikirannya bermasalah. Tangannya segera meraih Kristal Hijau itu, kemudian menggunakan seluruh energi spiritual miliknya untuk membuat sebuah Lingkaran Sihir. Benda itu melayang di udara, lalu memecah menjadi beberapa bagian. Setiap pecahannya saling tersambung cahaya berwarna hijau. Lingkaran Sihir pada telapak tangan Piece seperti berpindah. Mengambang di udara bersama dengan Kristal Hijau. Cahaya bersinar terang dari sana, menarik jiwa Piece hingga membuat kakek tua itu kesakitan setengah mati. Mulutnya hendak berteriak, tetapi dia tahan agar tidak membuat seisi desa riuh. Langit bergemuruh, petir menyambar-nyambar seperti menandakan akhir dari dunia. Angin kian kencang, menerbangkan atap rumah juga menggoyangkan pepohonan. Lingkaran Sihir dalam gua tempat Piece berada, bersinar semakin terang. Kulit Piece mengering, sekujur tubuhnya sakit tak tertahan. Rambutnya mulai rontok sebab energi spiritual dalam dirinya dikuras habis oleh Lingkaran Sihir. Mayat Verx terangkat dari dalam kubur. Raganya yang tadi hancur kini kembali bersatu. Sebuah sambaran petir super dahsyat menyambar, menghancurkan langit-langit gua sampai mengenai tubuh Verx. Lingkaran Sihir tadi pun masuk ke dalam dirinya memberikan nyawa serta tubuh abadi kepadanya. Sesaat setelah melihat keajaiban tersebut, Piece mengembuskan napas terakhirnya. Kakek tua itu telah melanggar daftar tabu dalam sihir. Verx masih belum membuka mata, tetapi sudah bisa menarik napas. Dari dalam dirinya muncul aroma aneh, yang kemudian menyebar ke dalam gua. Hujan tiba-tiba reda, angin kencang juga perlahan berhenti. Bulan bersinar terang tatkala aroma dari tubuh Verx menyebar ke luar. Orang-orang di desa Hijau terdiam, beberapa saat berikutnya aroma aneh tadi terhirup oleh mereka. Pertama seorang dari mereka menggila, menyerang orang terdekatnya. Kejadian tersebut langsung meluas ketika para warga mengirup aroma aneh itu. Mereka saling serang tanpa sebab, bertingkah begitu aneh seperti kerasukan setan. Tepat pada kening mereka terdapat Lingkaran Sihir kecil berwarna hijau. Mungkin itu adalah pemicunya. Lama berselang, kondisi desa begitu kacau balau. Energi spiritual milik para warga desa terserap oleh Lingkaran Sihir dalam tubuh Verx. Hingga pada saat mentari terbit, Verx tersadar dirinya tengah berbaring di atas kuburan. Dia berdiri, mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang sedikit oleng. Matanya langsung terbelalak lebar saat melihat orang tua keriput berseragam putih terbaring di hadapannya. Dia terduduk di sebelah orang itu, tepat di depan orang itu terdapat sebuah kalimat tertulis: ‘Maaf, kakek mengacaukan ulang tahunmu, Verx.’ Air mata jelas tak dapat ditahan oleh Verx sekarang. Dadanya begitu sesak melihatnya, lalu dia berteriak histeris sampai menggema di dalam gua ini. kakinya masih lemas, langkahnya semakin gontai keluar dari gua untuk menghilangkan kesedihan di hati. Matahari bersinar terang, perlahan Verx menyusuri ngarai kemudian menanjak ke sebuah tebing miring. Ketika sampai ke atas, dadanya semakin sesak melihat pemandangan dari hamparan mayat para penduduk desa. Kakinya semakin lemas hingga tak dapat menopang tubuhnya untuk berdiri tegak. Dia jatuh berlutut ke tanah sambil bergumam pelan, “Inikah hadiah ulang tahunku yang ke-15?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD