Chapter 19 : Terlalu Monoton

1078 Words
Verx bertarung melawan pria paruh baya tadi. Mereka sesekali membuat begitu banyak tongkat runcing untuk saling menyerang. Dari sini Verx tahu kalau kemampuan pria paruh baya ini adalah menciptakan bentuk. Artinya dapat membuat apa saja tetapi tidak bisa membuatnya hidup. Pertarungan naga tanah beberapa saat lalu sudah membuktikan, di mana hanya setengah dari bagian seekor naga yang keluar dari tanah lalu menahan serangan Verx. Memanfaatkan keadaan, pemuda itu menempelkan kedua telapak tangan ke tanah. Begitu banyak tongkat tanah berujung runcing mencuat, menjalar dengan cepat ke arah si pria paruh baya. Melihat akan ada bahaya, pria paruh baya itu membuat Lingkaran Sihir di telapak kaki untuk membentuk sebuah dinding tanah sebagai penghalang. Serangan Verx berhasil ditahan, tetapi tak lama kemudian pemuda itu membuat sebuah pilar besar yang mencuat dari tanah tepat di bawah kaki si pria. Pria itu masih tidak panik dan hanya melompat jauh ke belakang. Tidak mau kalah, Verx langsung melompat ke depan lalu membuat beberapa pilar sebagai pijakan. Ia langsung melancarkan beberapa pukulan ketika mendekat. Meski begitu, si pria dapat menghindari serangan Verx dengan sangat mudah. Tiba-tiba Verx mundur sambil tetap waspada terhadap sekitar. Para prajurit pun muncul mengelilingi pemuda itu sehingga pria paruh baya tadi dapat menjauh dari pertarungan. Entah karena apa, Verx begitu tenang melihat setuasi ini. Ia malah santai menerwang sekitar selama beberapa saat. “Hei, Pak Tua!” panggil Verx. Pria paruh baya yang hendak pergi dari tempat ini lantas berbalik kala dirinya dipanggi. “Mereka memang terlihat tidak terlalu kuat. Tapi kau menilainya terlalu cepat.” “Tidak, tidak, tidak.” Verx menggelengkan kepala. “Kau salah! Aku tidak menilai terlalu cepat, tapi ini adalah kenyataan.” Entah sejak kapan tongkat tanah mencuat dari dalam tanah lalu berdiri tegak di hadapan para prajurit, membuat mereka semua terdiam. Terlebih, ketika melakukan gerakan sedikit saja, tongkat tersebut akan bergerak semakin dekat ke leher mereka. Satu-satunya orang yang tidak diserang oleh Verx menggunakan teknik ini ialah si pria paruh baya. Sorot mata si pria paruh baya mendadak tajam. Dia menatap Verx seperti hendak memakan manusia mentah-mentah. “Berani juga kau, Bocah. Biar kuperlihatkan padamu kekuatanku sebenarnya.” “Kau yakin?” Senyum kemenangan terbentuk di bibir Verx. Ketika ia menjentikkan jari, api pun menyala di sekitarnya, siap membakar apa saja. Kini pria paruh baya tadi hanya dapat mengurungkan niat. Sebab kalau dia bergerak, ada kemungkinan kalau para prajuritnya akan langsung dibakar oleh Verx. Raut wajahnya menunjukkan betapa kesal dirinya ketika terdesak seperti ini. “Cukup!” Seruan itu menggema di lapangan. Verx berpaling ke sumber suara tersebut. Di atas sana, tepatnya pada balkon salah satu bangunan, seorang pria paruh baya berambut merah tengah menahan Alicia. Melihatnya saja sudah dapat membuat Verx kesal hingga ingin menghancurkan orang itu sampai berkeping-keping. “Jika kau tidak menyerah sekarang, maka gadis ini tidak akan selamat,” ancam pria berambut merah. “Dasar licik! Berani sekali menyandera seorang gadis hanya untuk menangkapku. Kalian lebih rendah dari sampah!” Saat ini Verx tak kuasa menahan kekesalan dalam hatinya. Karena Alicia ditahan serta diikat sampai tidak dapat berteriak, melihat, ataupun meronta. “Menang tetaplah menang, Bocah. Kalah juga demikian.” Pria paruh baya yang diancam oleh Verx kini balas mengancam. Lingakaran Sihir di bawah kaki Verx bersinar, tubuhnya memanas bagai api yang hendak membakar sekitar. “Jangan salahkan aku membunuhnya kalau kau berbuat hal aneh!” Pria paruh baya dengan rambut merah menarik sebuah pistol dari balik pakaiannya lalu menempelkannya pada kening Alicia. “Sialan ....” Dengan berat hati dan menggertakkan gigi, Verx terpaksa harus mengangkat tangan serta membatalkan semua Lingkaran Sihirnya. Para prajurit langsung mengikat kedua tangan dan kaki Verx, tak lupa menutup mata serta mulutnya juga. Kemudian pemuda itu dibawa oleh mereka dengan dibantu oleh dua Tetua Dunia Bawah Laut, menuju ke penjara bawah tanah. Tempatnya begitu gelap kalau saja mereka tak membawa lentera, mungkin sekarang hanya warna hitam yang terlihat sejauh mata memandang. Verx bersama Alicia dilemparkan pada salah satu sel penjara gelap ini. Setelah itu para penjaga juga tetua mulai berjalan menuju pintu keluar. Suasana pun menjadi sangat sunyi sekarang. Akan tetapi, Verx masih belum bereaksi apa-apa. Alicia mencoba menggerakkan tubuh, gadis itu merasa telah menghalangi jalan Verx. Namun, berapa kali pun dia meronta dari ikatan, dirinya tidak pernah bisa lepas. Waktu berlalu, keringat kini membasuh sekujur tubuhnya, sedangkan Verx tetap terdiam. Pemuda itu menutup mata, mencoba mengawasi sekitar menggunakan Lingkaran Sihir pelacak energi spiritual miliknya. Beruntung waktu bertarung tadi ia masih sempat menanamkan Lingkaran Sihir pelacak pada para lawannya kecuali pria berambut merah. Di luar penjara terdapat beberapa prajurit penjaga. Verx telah menyadari hal ini, tetapi masih belum juga bergerak untuk melarikan diri. Ia bahkan telah berhasil melepaskan semua tali di sekujur tubuh, lalu melepaskan tali yang melilit Alicia, kecuali bagian mulut. Suara Alicia tersangkut di tenggorokan, kedua tangannya mencoba melepaskan tali pembungkam mulutnya, tetapi Verx langsung menjitak kening gadis itu menggunakan jari. “Diamlah,” bisiknya. “Kalau kau terlalu bersemangat, mereka akan tahu kita telah lepas dari ikatan.” Alicia terdiam sambil mengusap keningnya yang sakit. Karena sudah cukup lama dikurung, jelas dia akan menjadi sangat bersemangat saat berhasil lepas. Walaupun begitu, pandangannya masih gelap sehingga tak dapat melihat wujud Verx sekarang. “Sekarang aku akan beristhirahat. Sebaiknya kau juga beristhirahat.” Cukup lelah usai menghadapi banyak hal, Verx memutuskan untuk bersantai dalam penjara ini. “Mm ... em.” Tentu Alicia ingin menolak dengan lantang, tetapi suaranya benar-benar tercekik. “Bukan kau yang menghadapi banyak masalah. Tentu saja itu sangat mudah bagimu menyuruhku tetap bertarung. Tapi coba kaupikirkan jika dirimu adalah aku.” Akhirnya Verx terbaring di lantai sambil memejamkan mata sebab tak ingin berdebat lagi. Mendengar jawaban Verx, Alicia lantas merasa bersalah. Dia sudah paham kalau posisinya sebagai beban bagi pemuda itu, tetapi malah memaksa untuk terus bertarung. Benar-benar tindakan orang bodoh. *** Dalam sebuah ruangan, pria berambut hitam panjang dan pria berambut merah tengah menatap sebuah bola berkilau. Di sana tampak seorang pemuda sedang berbaring dengan santai bersama seorang gadis. Pria berambut merah menggertakkan gigi melihatnya. “Bagaimana bisa seperti ini?” geram pria berambut merah. “Sigerson, bukankah kau telah mengikatnya dengan tali anti Lingkaran Sihir?” “Aku sudah melakukannya, Ben. Tapi lihat! Dia sama sekali tidak peduli lalu merusaknya begitu mudah!” Pria bernama Ben menghela napas panjang. “Kalau begitu, bagaimana mungkin dia dapat melepaskannya?” “Aku juga tak tahu,” rengek Sigerson. “Tapi kita cukup beruntung mengurungkan di penjara bawah tanah, tempat yang dapat menahan serangan Lingkaran Sihir.” “Kau benar.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD