Chapter 20 : Negosiasi

1082 Words
Bangun dari tidur nyenyak, Verx menguap lalu berdiri sambil melakukan peregangan tubuh. Tak lama kemudian, Alicia juga bangun dan melakukan hal yang sama. Sejauh mata mereka memandang hanya ada warna hitam, menandakan betapa gelapnya ruangan ini. Verx pun menjentikkan jari untuk membuat sebuah api di telapak tangannya. Ruangan tak lagi gelap, kini mereka dapat melihat pintu besi dengan sedikit lubang berada tepat di hadapan. Karena merasa kasihan, Verx terlebih dahulu melepaskan ikatan pada mulut Alicia, sehingga gadis itu dapat lebih leluasa bernapas juga berbicara. Tentu Verx telah siap mendengarkan omelan darinya. Namun, hal yang terjadi adalah sebaliknya. Alicia hanya diam sambil menatap kosong ke depan. Verx tak tahu kenapa bisa seperti ini, sebab dia merasakan akan mendapatkan sebuah ceramah. Sejenak pemuda itu menggelengkan kepala, menatap heran Alicia di sebelahnya. “Kau sudah baik-baik saja, kan?” tanya Verx. “Ya.” Jawaban Alicia sangat singkat, sehinga membuat percakapan mereka berakhir begitu saja. Dengan santai Verx berjalan mendekati pintu besi, kemudian membuat sebuah Lingkaran Sihir pada telapak tangan kanannya. Ketika lingkaran tersebut menyentuh pintu, ledakan terjadi sampai membuat dinding hancur bagai kapas. Dalam kumpulan kabut yang bertebaran, Verx dan Alicia berjalan menyusuri lorong penjara menuju pintu keluar. Namun, seketika para penjaga membuka pintu besi lalu menembakki kedua orang itu menggunakan senapan. “Hanya serangan para cecunguk. Bukan masalah besar.” Sebuah Lingkaran Sihir dari telapak kaki Verx langsung membuat sebuah dinding tanah besar di hadapannya. Mereka berdua berhenti berjalan sejenak menunggu tembakan mereda. Pada satu kesempatan, Lingkaran Sihir Verx meluas hingga berada tepat pada kaki para prajurit. “Kalian masih terlalu lemah.” Tongkat tanah pun mencuat ke arah perut para prajurit. Belum juga berhasil mengenai perut mereka, serangan Verx berhasil dihentikan oleh tongkat tanah yang langsung muncul dari telapak kaki para prajurit. Itu adalah serangan dari Ben, salah satu tetua di sini. Tidak disangka ternyata pria itu terus mengawasi Verx menggunakan bola berkilau miliknya. Dinding pertahanan Verx langsung masuk kembali ke dalam tanah. Pemuda itu dengan tenang melangkah maju walau Alicia terus menempel pada punggungnya. Sementara para prajurit sudah berlari keluar atas perintah sang tetua. Setelah beberapa langkah, Verx berhenti sambil menatap pria yang berhasil menggagalkan serangannya. “Sepertinya Anda tidak ingin kami bebas,” ucap Verx, suaranya begitu tenang, tak gemetar atau gugup. “Kekuatanmu benar-benar hebat. Aku jadi ingin tahu apa alasanmu mengumpulkan Kristal Warna.” Pria itu menghela napas. Pernyataan ini sangat tidak mengejutkan bagi Verx, sebab saat berada di desa terpencil kala itu, ia merasakan hal aneh seperti keberadaan Kristal yang semestinya sangat jauh, dan ternyata itu hanyalah sebagian kecil dari kekuatan Kristal. Lalu yang paling menonjol ialah pertukaran informasi antara dirinya dengan kakek tua si pemilik rumah. Karena tujuannya sudah ketahuan oleh pihak musuh, waktu itu Verx sengaja memutuskan untuk segera bergegas pergi. Walau sebenarnya cerita tentang Area Terlarang cukup mengerikan, tetapi Verx tertarik memeriksa hingga sampai ke sini. “Membicarakannya di sini adalah hal terburuk sepanjang masa.” Kata-kata ambigu dari Verx dapat dimengerti oleh pria paruh baya. “Baiklah, kita akan pindah ke tempat aman untuk itu.” Dia kemudian berbalik. “Namaku Ben. Ingat itu baik-baik, Verx.” “Akan kuingat sebisaku, Pak Tua.” Mereka pun berjalan menyusuri lorong berdinding beton. Para penjaga telah pergi keluar sedari tadi sehingga tidak ada orang lain di sini selain mereka. Sedangkan Alicia terus saja menempel pada punggung Verx layaknya seekor parasit. *** Hanya dalam beberapa waktu saja, mereka akhirnya sampai di depan sebuah ruangan. Ketika membuka pintu, tampak seorang pria berambut merah tengah duduk pada sebuah kursi di hadapan meja tempat meletakkan bola berkilauan. Di dekatnya sudah ada tiga buah kursi kosong, mungkin disiapkan untuk menyambut kedatangan Verx dan Alicia. Saat ketiga orang tadi memasukki ruangan dan menutup pintu, pria berambut merah tetap diam sembari mengamati bola berkilauan di hadapannya. Tidak memedulikan pria itu, Ben lantas menyuruh Verx juga Alicia untuk duduk bersama mereka berdua. Verx menerima tawaran tersebut dengan senang hati. “Tidak usah banyak basa-basi. Cepat katakan alasan kalian mengumpulkan Kristal Warna!” Pria berambut merah memulai pembicaraan secara mendadak. “Hei, hei. Tenanglah! Biarkan kami meminum teh lengkap dengan cemilan terlebih dahulu,” protes Verx. “Aku sangat lapar karena tidak dapat makan kemarin. Selain itu, kurasa kurang sopan tidak berpakaian seperti ini masuk ke dalam ruangan kalian.” “Kau ....” Mendengar perkataan Verx membuat pria berambut merah hampir kehabisan kesabaran. Dia sangat tahu kalau mereka akan dapat dikalahkan oleh pemuda ini walau sudah menggunakan Kristal Warna. “Sudahlah, Sigerson. Biarkan dia memakan dan mengenakan sesuatu. Tidak perlu terburu-buru.” Ben menenangkan pria berambut merah agar tidak terkena tekanan darah tinggi karena terlalu sering marah. Ben pun memanggil beberapa pelayan untuk membawa Verx dan Alicia membersihkan diri serta mengganti pakaian selama beberapa waktu. Karena sikap santai Verx, Sigerson menjadi begitu kesal. Namun Ben mengingatkan dia kalau semua ini diperlukan untuk keberlangsungan hidup mereka. Bayangkan saja, menggunakan banyak kekuatan serta waktu yang sangat lama bagi mereka berdua menciptakan Area Terlarang. Dan bahkan serangan terdahsyat di sana bukan apa-apa bagi Verx. Bisa diprediksi bagaimana hasilnya jika mereka berdua bertarung langsung tanpa persiapan matang sebelumnya. Sudah pasti hasilnya adalah kehancuran. “Pemuda itu sangat merepotkan. Meskipun kita dapat mengalahkannya, dia pasti dapat bangkit kembali,” ucap Ben yang pernah berhadapan secara langsung dengan Verx. “Aku tahu itu. Tapi tetap saja. Dia pasti memiliki sebuah kelemahan.” “Mungkin. Namun kita tak tahu apa itu.” Lagi-lagi mereka hanya menemukan jalan buntu setiap kali memikirkan cara untuk mengalahkan Verx. Kasus ini bahkan jauh lebih rumit dibandingkan mengatasi amukan dari pemilik Kristal Merah. Karena Verx adalah seorang manusia yang tak dapat mati walau menerima luka seberat atau sefatal apa pun. Tak lama berselang, teh berserta camilan akhirnya sampai di meja mereka. Namun Verx dan Alicia masih belum selesai dalam memilih pakaian. Sebenarnya pilihan Alicia sangat sederhana, bahkan sudah selesai sedari tadi, tetapi Verx masih begitu lama mencari pakaian dan mencobanya berulang kali. Menunggu Verx selesai berbenah diri membuat Alicia semakin bosan. Meskipun dia seorang gadis, pilihan pakaiannya cukup sederhana tetapi dapat membuatnya tampil anggun. Ya, gadis itu mengenakan celana panjang hitam biasa juga kaos berwarna merah tua. Akhirnya waktu yang dinanti tiba. Verx datang mengenakan celana hitam dengan kemeja hitam berlapis sebuah jubah tanpa tudung. Ia berjalan pelan karena mengenakan sepatu baru berwarna hitam. Kedua tangan dimasukkan dalam saku celana, mungkin penampilannya akan jauh lebih keren jika ada kacamata. “Ayo, gadisku, Alicia,” ajak Verx sambil berjalan melenggang untuk memamerkan pakaian barunya. “Hah?” Alicia bahkan tidak menyangka kalau pemuda ini sangat kampungan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD