Bab 8

1642 Words
Jakarta, Indonesia 4 tahun kemudian “Sudah dapat Head Manager nya?” “Sudah, Bapak. Dua hari yang lalu sudah seleksi terakhir dan kemarin peserta yang lolos sudah dihubungi untuk bekerja hari ini.” “Ok. Setelah jam makan siang tolong suruh menghadap ke saya ya.” “Baik, Pak Dafa. Kalau begitu saya permisi.” Gue mengangguk pelan sebagai balasan. Setelah sekretaris gue menutup pintu, gue langsung merebahkan diri di senderan kursi. Sekarang baru pukul 11.00 dan gue sudah merasa lelah. Akhir tahun merupakan hal yang mengerikan buat gue. Perusahaan menjadi tempat penyiksaan yang luar biasa buat semua pekerja di akhir tahun. Pekerjaan jadi menumpuk 2 kali lipat, termasuk kerjaan gue tentunya. Gue menatap papan nama di meja. Dafa Gajendra Putra Chief Operating Officer Ya, gue nggak langsung jadi direktur utama ngegantiin ayah gue. Gue harus merangkak sendiri buat sampai di posisi gue sekarang ini. Kata ayah nggak baik ngelaksanain KKN, padahal dulu ayah begitu, haah nasib. Ya udahlah ya, toh ternyata gue bisa juga dengan usaha gue sendiri. Gue kembali menegakkan badan dan kemudian meneliti serta mengerjakan dokumen kerjaan gue. ~~~~~~~~~~ Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di Putra Group. Setelah mengikuti banyak seleksi, akhirnya aku diterima. Aku pikir, aku tidak akan lolos, mengingat para pesaingku yang sudah memiliki pengalaman yang luar biasa. Tapi ternyata Allah berbaik hati kepadaku. Pekerjaan di perusahaan yang aku inginkan bisa aku dapatkan. Setelah mengecek penampilanku dan merasa puas, aku segera mengambil tas kerja lalu berjalan keluar kamar. “Pap, Mam, doain kerjaan Aretha lancar ya.” ucapku kepada kedua orang tuaku yang sudah berada di meja makan untuk sarapan. “Amin amin. Jangan gampang bosen sama kerjaan ya. Susah nyari kerja, apalagi perusahaan tempat kamu kerja udah gede gitu. Jangan dilepasin.” kata Papa. “Jangan lupa cari pendamping yang cucok ya, Tha.” tambah Mama yang membuat Papa mendelik dan aku tertawa. “Siap kalo itu, Mam.” ujarku sambil mengambil roti tawar yang sudah diolesi selai oleh Mama. ~~~~~~~~~~ Setelah selesai berkeliling dan berkenalan dengan rekan-rekan kerjaku, akhirnya aku dibawa ke ruang kerja yang akan aku tempati. “Nah, ini ruangan buat Operating Head Manager. Semoga Mbak Aretha nyaman ya.” ujar Bu Rani selaku manajer HRD yang mengajakku berkeliling tadi. “Amin amin, doakan saya betah kerja di sini ya, Bu.” “Pasti itu. Susah lho Mbak nyari karyawan dengan posisi dibawah wakil-wakil direktur seperti ini. Oh iya, ngomong ngomong wakil direktur, COO kita juga lulusan Universitas Cambridge seperti Mbak ini.” “Oh ya? Wah lumayan buat bahan obrolan nanti.” balasku yang mengingat jika setelah jam makan siang nanti aku diperintahkan untuk menghadap sang COO atasanku. “Semoga nanti lancar ya waktu menghadap ke atasan. Awas kepincut Mbak, soalnya masih muda, ganteng lagi hihi.” ucap Bu Rani dengan kekehan malu sebagai penutup. “Waduh, baru awal awal udah ada cobaan aja ya, Bu.” “Lumayan, Mbak Aretha, buat penyemangat. Ya sudah, saya tinggal dulu ya. Silahkan dinikmati ruangannya. Nanti kalau sudah jam makan siang langsung turun saja ke kantin.” “Ok, Bu. Makasih ya, sekali lagi.” “Iya, Mbak sama sama.” balas Bu Rani yang kemudian berbalik lalu keluar dari ruanganku. Aku berkeliling sebentar mengamati ruanganku ini. Untuk ukuran ruangan karyawan, ruanganku ini bisa dibilang lumayan besar dengan ukuran 6x10 m. Aku tersenyum kagum, sepertinya perusahaan ini memperhatikan para karyawannya. Selain meja dan kursi kerja beserta perlengkapannya, ada satu set sofa dan beberapa rak untuk menaruh file. Dan satu lagi yang membuatku menganga, ternyata ruanganku ini ada toiletnya. Sebelumnya, aku tidak pernah menjumpai ruangan untuk karyawan yang memiliki toilet di dalamnya, paling paling hanya untuk ruangan para petinggi. Wow, tidak salah memang aku mengincar perusahaan ini. Setelah puas mengamati dan mengagumi ruanganku, aku akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi kerja. Aku tersenyum saat melihat papan namaku yang sudah terpajang di atas meja. Aretha Raynelle Kuncoro Operating Head Manager Begitu lulus kuliah, aku langsung mencari kerja di Cambridge untuk menambah pengalaman kerja di CV ku. Dan ya, aku sudah pernah bekerja di dua perusahaan selama di sana. Memang posisinya tidak setinggi ini, namun itu cukup untuk menambah pengalamanku. Aku membuka beberapa file yang diletakkan di atas meja. File-file itu berisi keadaan perusahaan dan sistem-sistem operasi perusahaan ini. Aku mulai menekuni dan mempelajari file-file itu sampai sebuah ketukan di pintuku terdengar. Ternyata yang mengetuk adalah Helena, salah satu karyawan di divisiku, divisi Operasional. “Makan siang, Ret?” tanya wanita itu dengan kepalanya saja yang menyembul. Aku memeriksa arloji di tangan kiriku yang sudah menunjukan pukul 12 siang. “Ayok.” jawabku sambil mengambil dompet dan ponsel. Akhirnya, aku dan Helena menaiki lift untuk menuju kantin yang berada di lantai paling bawah. Aku bisa langsung akrab dengan Helena karena dia merupakan satu-satunya karyawan wanita seusiaku di divisi Operasional. Selain Helena, hanya ada dua karyawan wanita. Namun, usia mereka sudah kepala empat dan berkeluarga. Helena bercerita jika sedang makan bersama, pastilah dia tidak bisa ikut nimbrung. Karena ibu-ibu itu saling memamerkan anak-anaknya. Makanya, saat aku diperkenalkan tadi, Helena begitu senang dan sampailah sekarang kami yang sudah begitu akrab hanya dengan hitungan menit. “Yuk balik, lo kan juga kudu siap siap ketemu atasan kita yang oh so howwt itu, Ret.” “Bahasa lo, Na.” balasku kepadah Helena yang sudah berdiri terlebih dahulu. “Ya gimana, emang begitu kenyataannya haha.” Kami berdua pun meninggalkan kantin dan kembali memasuki lift untuk menuju ke lantai 7, tempat ruangan kami berada. ~~~~~~~~~~ Sekali lagi aku menghembuskan napasku karena gugup. Sekarang, aku sudah berada di depan ruangan COO atasanku. Sang sekretaris sedang memasuki ruangannya memberi tahukan kedatanganku. Aku menggosok-gosokan kedua tanganku lalu menautkannya. “Silahkan masuk, Mbak Aretha.” ujar sang sekretaris mempersilahkan. Aku pun mengangguk lalu dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki ruangan atasanku itu. Ruangan atasanku ini terasa hangat namun tetap maskulin. Dinding ruangan berwarna abu-abu gelap dan lantainya terbuat dari kayu. Aku berjalan mendekati meja kerja atasanku berada. Dia sedang menunduk memeriksa berkas. “Selamat siang, Pak. Perkenalkan nama saya Aretha Raynelle Kuncoro, Operating Head Manager  yang baru.” ucapku memecah keheningan. Atasanku itu langsung mendongak dan itu membuatku terbengong kaget. Kalian tahu?! Ternyata atasanku itu adalah DAFA. Iya, senior kuliahku dulu yang merupakan orang pertama yang aku sukai di sana. Reaksi Dafa tidak jauh berbeda denganku. Dia langsung berdiri dari duduknya dan menunjukku dengan tatapan tidak percaya. Untuk sesaat kami berdua terdiam, saling meneliti perubahan satu sama lain. Laki-laki di depanku ini sudah berubah, bukan lagi seorang anak kuliahan. Dia sudah benar-benar menjadi seorang pria. Wajahnya berubah menjadi lebih tegas dan dewasa. Tubuhnya pun lebih tegap dan berotot. Sial, Dafa benar-benar menjadi lelaki tampan. “Nice to meet you again, Miss Karet.” ucap Dafa sambil tersenyum miring. Aku menghembuskan napas menahan kesal lalu menjawab, “Maaf, Bapak Dafa yang terhormat nama saya Aretha bukan karet.” “Ok ok, Aretha. Welcome dan semoga betah ya kerja di perusahaan saya.” balas Dafa masih dengan senyum miringnya. “Well, nggak nyangka yang jadi bawahan langsung saya itu kamu. Yah, lumayan lah paling nggak saya sudah tahu bagaimana kamu.” ucap Dafa lagi sambil kembali duduk di kursinya. “Duduk dulu, Ret.” kata Dafa lagi mempersilahkanku untuk duduk di kursi depan mejanya. Aku pun menurut dan menduduki kursi itu. “Kapan pulang ke Indonesia?” “Baru 6 bulan yang lalu.” Dafa mengangguk-anggukan kepalanya sebagai jawaban sambil membalik berkas yang berisi data diriku. “Ok, everything is good. Saya cuma mau mengingatkan, karena kamu bawahan langsung saya, kita bakal sering kerja bareng. Kamu yang ngebantu saya nantinya. Sorry for use  saya kamu, karena akan sangat aneh kalau saya ngomong ‘gue lo’.” ucap Dafa yang aku balas dengan senyum mengerti. “Silahkan kembali ke ruangan kamu. Dan besok kamu temani saya cek pabrik perusahaan yang baru. Sekretaris saya nanti kasih detailnya ke kamu.” “Siap, Pak Dafa.” balasku sambil berdiri. Aku mengangguk pelan untuk berpamitan dan Dafa membalas dengan gerakan yang sama. Selanjutnya, aku pun berbalik dan berjalan menuju pintu. “Aretha.” panggil Dafa yang menghentikanku saat hendak membuka handel pintu. “Once again, it’s good to see you.” kata Dafa dengan senyumnya yang berhasil memberikan gejolak ringan di dadaku. “It’s good to see you too, Daf.” balasku sambil tersenyum sesaat. Setelahnya aku langsung membuka pintu dan keluar dari ruangan Dafa. ~~~~~~~~~~ Keesokan harinya “Ke pabriknya nggak pakai supir, Pak?” tanyaku bingung kepada Dafa. “Nggak usah, selagi saya bisa nyetir sendiri kenapa harus pakai supir. Buruan masuk.” aku pun mengangguk lalu segera membuka pintu mobil. “Ngapain buka pintu yang belakang? Memangnya saya supir kamu? Duduk di depan.” perintah Dafa yang membuatku langsung menutup pintu mobil belakang dan membuka pintu depan. Setelah menutup pintu mobil, yang aku lakukan hanyalah duduk terdiam menatap kaca depan. “Nggak usah grogi gitu, dulu kan pernah semobil sama gue. Nah, sekarang gue lo aja nggakpapa.” ucap Dafa yang membuatku menengok ke arahnya. “Jangan, Daf. Entar kalo gue keceplosan ngomong gue lo gimana?” Dafa tertawa sesaat sebelum berkata, “Nah itu, lo udah ngomong gue kan. Nggakpapa santai aja.” “Santai santai, ntar yang kena gue masalahnya.” “Kena apa sih emangnya?” aku hendak menjawab pertanyaannya, namun Dafa bergerak mendekatiku dan membuatku menahan napas. “Seatbeltnya dipake, Karet. Groginya jangan kebangetan gini ah, sampe lupa pasang seatbelt.” ucap Dafa masih dengan posisinya yang hampir menempel denganku karena sedang memasangkan sabuk pengaman. Setelah Dafa kembali ke tempatnya, barulah aku bisa bernapas dengan lega. Baru saja bertemu, kenapa Dafa sudah melakukan hal yang membahayakan seperti ini. Tingkah lakunya tidak berubah, selalu saja tak terduga namun menimbulkan efek. Kalau begini, bisa saja kan perasaanku dulu kembali lagi. Semoga selama perjalanan ini, aku bisa bertahan. Jangan sampai aku terjatuh lagi ke dalam pesonanya. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD