Chapter 68

1192 Words
Pagi yang mengesankan dari dua rumah. *** Berjalan masuk, pikiran Sambara tidak tenang. Ketegasan opanya, tidak bisa ia yakini bisa diikuti. Sejak kecil dirinya sudah tahu perpecahan antara orang tuanya dan Diana. Setelah kedua orang tuanya tiada, yang Sambara mau adalah tidak adanya bentrok antara dirinya dengan keluarga tante tirinya itu. Sambara teringang ucapan kakeknya saat ia ditunjuk resmi sebagai CEO. Pilihan bulat dari rapat pemegang saham dan Edwin Bimantara selaku pemilik. Saat itu Sambara berat hati. Selain merasa dirinya terlalu muda, Diana pasti akan semakin sakit hati terhadap dirinya. Saat itu Edwin berkata pada Sambara, "Keluarga adalah keluarga. Dia akan tetap begitu adanya. Mau ada badai atau bencana sebesar apa, keluarga tetap namanya keluarga dan itu tetap ada. Tapi bisnis adalah bisnis. Ini akan beda hasilnya jika kamu tidak kuat. Yang kamu pertaruhkan bukan nasibmu saja, melainkan banyak orang. Kehancurannya, bukan hanya kamu yang merasakan, keluargamu juga, dan karyawanmu juga." Ucapan Edwin sangat benar. Sambara merasa ia sedang ditindih beban berton-ton. Dengan langkah gontai dan sedikit menunduk, Sambara menaiki anak-anak tangga. Beberapa kali ia menghela napas dan itu tak luput dari amatan Deon yang baru akan menuruni tangga. "Ada masalah?" tanya Deon saat Sambara sudah tinggal beberapa anak tangga saja untuk sampai atas. Sambara mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis. "Bagaimana semalam?" "Menyenangkan." Deon terkekeh. "Mereka keluarga yang baik dan hangat. Saya dengar, kamu juga sudah sering ke sana." "Hanya satu dua kali." "Kata Kahayang kamu membayar untuk lebih sering makan malam di rumahnya. Usaha yang keras sekali, ya." Sambara bisa merasakan kalimat Deon yang sedang menjatuhkannya. Memang bagi pesaing, ini akan terlihat sebagai sebuah usaha. Padahal sebenarnya Sambara ingin merasakan kembali suasana makan malam bersama apa yang disebut keluarga. "Iya," jawab singkat Sambara. Ia sudah terlalu malas menanggapi apa-apa. "Tapi, Kahayang sepertinya tak terlalu menyukaimu." Penyampaian yang jujur dari Deon. "Ya, begitulah. Oke, saya ke atas dulu. Mo mandi." Sambara menepuk lengan Deon sebagai keakraban. Deon memeriksa jam tangannya. "Tumben baru mandi jam segini. Sarapan telat, ya?" Sambara menahan kesal. Ia tak suka dirinya disindir seolah-olah roda kehidupan di rumah ini berpusat apda dirinya. "Saya sudah sarapan. Silahkan sarapan." Sambara bergegas meninggalkan Deon sebelum ada sahutan lainnya. "Sarapan sendiri?" tanya dengan suara sedikit teriak agar terdengar Sambara yang hampir mencapai kamarnya. "Sama Opa," jawab Sambara yang juga harus sedikit teriak dan ia bergegas masuk. Deon tersenyum simpul. Pagi ini mood-nya sedang sangat bagus. Kemarin ia sudah mendapat pemuasan birahi ditambah kedekatannya dengan Khayang. Ia sudah menjadi sandaran tangis bagi gadis itu. Berlanjut pada pagi ini, ia bisa membuat Sambara sewot. Taktik Sambara sudah ketahuan dan terbaca. Memudahkannya bergerak lebih cepat. "Senyum sendiri. Bagaimana semalam?" tegur Diana saat melihat kemunculan putranya di ruang makan. Deon menghampiri ibunya dengan tertawa kecil dan menciumi kedua pipi Diana. "Tanamannya saya minta Supeno untuk dirawat di rumah kaca," ujar Deon. Deon sudah memaafkan ibunya karena gegabah bertindak ketus di hadapan Kahayang beberapa waktu lalu. Ini karena Diana ternyata mengunjungi toko bunga Kahayang dan membeli tanaman. Dengan menitipkannya melalui Kahayang, Diana menyampaikan bahwa ia sudah mendekati Kahayang dengan baik. "Terima kasih, Ma. Dan saya mau, Mama bisa begini terus terhadap Kahayang." Deon mengambil selembar roti. "Opamu belum turun." Roy mengingatkan. Makan di rumah Edwin Bimantara ada semacam hirearki. Pemimpin keluarga adalah komando, yang artinya makan tidak akan berlangsung sebelum pemimpin keluarga datang atau memang pemimpin keluarga mempersilakan makan duluan. "Opa sudah sarapan dengan Sambara. Kita makan saja." "Jijik mungkin sarapan dengan kita," celetuk Lucy. "Sabar-sabarin aja. Sebentar lagi kita bisa melakukan apa saja tanpa harus menunggu," ujar Diana sembari menatap Deon. Deon senyam-senyum saja. Dia hanya butuh waktu yang tepat. Kahayang sudah percayakan kehidupan percintaannya pada dirinya. Sebagai buaya, ia bisa menyelusup dalam hati Kahayang yang rapuh. *** Tepat di wadah sayur sop yang diletakkan di meja makan, Gery muncul dengan wajah masamnya. Ia bertanya-tanya dalam hati dan hanya bisa menduga-duga. Dari kepulangannya kemarin pagi, wajah Gery memang sudah tidak enak. Kali ini Ida memilih tidak bertanya. Kemarin saja saat ia bertanya-tanya, Gery marah dan ngomel ke mana-mana. Akibatnya, saat pulang, Gery langsung masuk ke kamar dan tidak makan malam. Ida ingin menjaga perasaan putranya. Dengan sengaja ia memasak menu kesukaan Gery, sup sayur dengan potongan daging dan tempe goreng yang renyah. Ia juga membuat sambal kecap yang tak terlalu pedas. "Ger. Sarapan, ya. Mama masak sup sama tempe goreng. Kesukaanmu," rayu Ida dengan senyum manisnya. Tak banyak bicara, Gery duduk di kursinya. Ide seperti biasa melayani Gery bak raja. Ia mengambilkan nasi untuk Gery dengan porsi kecil dan tempe gorengnya. Menuangkan sup di mangkuk khusus. "Semalam capek sekali ya?" Keinginan untuk tak banyak tanya malah justru diawali dengan tanya. Sudah begitu pertanyaannya pun mengandung sindiran akan sikap Gery yang begitu saja masuk. "Ya," jawab singkat Gery yang langsung memakan sarapannya. "Kalau nyetir hati-hati. Kalau capek sekali, pakai taksi saja. Mobilnya kan pasti aman di kantor. Jangan pakai acara menginap seperti kemaren malam. Mama sampai kepikiran. Semalaman Mama gak tidur. Jantung Mama terus debar-debar. Paginya sampai mama lemes." Gery menghela napas. Ia mulai jenuh dan kesal dengan cara ibunya menguasai dirinya. Ia meletakkan sendok garpu dan menatap ibunya tajam. Kembali Ida memaki dirinya sendiri. Ia tidak bisa berkomitmen untuk menjaga mulut. Gery jelas-jelas tidak suka. "Sebegitu lemasnya Mama sampai harus ke toko bunga Kahayang?" sindir Gery tajam. Mata Ida membeliak. Ia semakin kesal pada Kahayang yang tak bisa menjaga mulut. Sekarang ia paham kenapa Gery begitu masam saat pulang. Bahkan Gery tidak duduk-duduk dulu depan televisi dan ngobrol ke sana kemari tidak jelas. Gery mengabaikannya karena mulut lebar Kahayang. Belum jadi menantu saja, Kahayang tidak menurut dan membuat perpecahan antara ibu dan anak. Bagaimana nanti ke depannya. Ida tidak rela jika Kahayang menjadi perusak. Ia akan cari cara membuat Kahayang meninggalkan putranya. "Mama kira kamu menginap di rumah Kahayang," jawab Ida jujur. Percuma juga membela diri. "Saya kan sudah bilang di rumah teman. Mama gak percaya?" "Tapi kamu gak pernah menginap di rumah orang. Lagian kenapa juga gak nelpon Mama." "Mana kepikiran, Ma!" Gery punya alasan kenapa ia sampai tidak ingat ibunya. Dari pagi sampai malam, ia hanya bersama Anes. Menikmati peran sebagai kekasih bak suami istri di rumah Anes. Selama ini selalu di hotel, melakukan segalanya dengan bebas di rumah, terasa sangat berbeda dan Gery ingin lagi. Dan selama itu, tak ada yang Gery pikirkan atau ingat. Seua lenyap. Ia merasa bebas. "Kok, jadi bentak?" tanya Ida yang ikutan kesal. Dalam hatinya sudah tersusun kata-kata untuk memaki Kahayang. Gery berdiri dan memundurkan kursinya dengan kasar. "Gak peduli bagaimana perasaan Mama ke Kahayang, yang jelas sekarang saya sama Kahayang. Abis ini, Mama temui Kahayang dan yakinkan dia kalau saya memang menginap di rumah teman. Titik." Ida seketika tercenung, melongo. Ia memang tadinya akan ke toko bunga Kahayang untuk melabrak. Memberi pelajaran pada Kahayang untuk tidak main-main dengan dirinya. Ida bisa saja meminta Gery memutuskan tali percintaan yang sudah lama dibangun. Sebuah ancaman agar Kahayang lebih patuh. Tapi, Gery justru meminta dirinya bersikap baik pada Kahayang. Ini benar-benar mengesalkan dan musibah bagi dirinya. Gery langsung menuju ke depan tanpa menghabiskan makannya dan tak peduli dengan ekspresi meloho ibunya. Ia sudah memutuskan kalau yang akan jadi calon istrinya hanyalah Kahayang. Tapi yang akan ia cintai hanyalah Anes. ***

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD