Moscow

1108 Words
Dua tahun kemudian di Moscow. William baru saja tiba di Moscow karena ibunya yang sangat cerewet itu memintanya untuk datang ke kota itu untuk mewakili ibunya dalam rangka menghadiri sebuah pameran perhiasan. Seharusnya ini adalah tugas Sydney karena pekerjaan ini adalah bidangnya. Tetapi, nyatanya Sidney adik gadisnya itu justru memiliki urusan yang lebih penting. Urusan yang katanya tidak bisa ditinggalkan. Jadilah William harus mengalah untuk menghadiri pameran perhiasan yang bertabur dengan berlian, benda yang sama sekali tidak ia mengerti meski ia telah didampingi oleh satu asisten ibunya yang sangat terlatih di dalam bidang perhiasan. William berulang kali menguap karena merasa bosan menyaksikan orang-orang yang terkagum-kagum melihat desain perhiasan yang bertabur berlian di depannya. Bagi William melihat perhiasan mewah bukan hal yang aneh karena sejak kecil ia terbiasa melihat ibu dan neneknya, mereka menggambar rancangan perhiasan kemudian berangkainya menjadi berwujud perhiasan bertabur berlian yang digandrungi oleh wanita. Sekali lagi, menurut William sama sekali tidak masuk akal. Wanita tampak bahagia hanya karena seuntai gelang atau sebuah cincin. Meeka bahkan memamerkannya dengan bangga di media sosial dan di depan teman-temannya,  apa bagusnya sebuah batu? William menguap kembali, ia kemudian memutuskan untuk berkeliling mengitari ruangan tersebut. Ia berhenti di depan sebuah foto yang di bingkai rapi dan tergantung di dinding. Foto itu bergambar seorang gadis yang mengenakan gaun pengantin yang sangat indah, rambut hitam gadis itu menjuntai panjang hingga ke pinggang. Rambut itu tata dengan gaya bergelombang kemudian ikat, menegaskan kesan gadis itu tampak lembut dan anggun. Tetapi, sayangnya wajah gadis itu tidak sepenuhnya dapat di nikmati karena gadis di dalam foto tampak berpose membelakangi kamera. Gadis itu tampak menonjolkan cincin yang indah di jemarinya yang ia letakkan di bagian belakang pundaknya. Wajahnya hanya tampak dari samping, itupun hanya sedikit. William sedikit bergeser dan kembali menemukan beberapa foto. Dari lekuk tubuh foto-foto itu terlihat berasal dari orang yang sama tetapi seluruh fotonya selalu hanya menonjolkan tubuh yang terbalut gaun pengantin dan mengenakan perhiasan yang indah. Bahkan saat ia memamerkan giwang di telinganya tampak yang di ekspos hanya telinga dan leher jenjangnya. Bagian wajahnya terlihat jelas adalah bagian dagu dan bagian bawah bibirnya yang tampak mengulas sedikit senyum. William merasa sangat penasaran dengan gadis yang tiba-tiba seperti menghipnotisnya, gadis asing yang seolah memiliki daya tarik yang sangat kuat bagaikan magnet bagi William meski pun ia sama sekali tidak melihat keseluruhan wajah gadis itu. Ia menyilangkan kedua lengannya di d**a dan dengan cermat mengamati setiap jengkal tubuh gadis itu sambil kepalanya sedikit mengangguk-angguk. Sudut bibirnya tanpa ia sadari mengulas senyum. Ketika seorang pria yang mengenakan seragam yang William kenali sebagai salah satu pegawai di pameran tersebut melewatinya, ia tidak membuang kesempatan.  Segera Wiliam memanggil pria itu dan bertanya, "Apakah kau tahu siapa model ini?" Pria berpakaian seragam itu mengangguk dengan hormat kemudian menjawab, "Nama model ini Alicia, Sir. Dia brand ambassador dari perusahaan kami." "Alicia...." William menggunakan nama gadis yang menghipnotisnya, sudut bibirnya mengulas senyum licik. "Kau tahu di mana ia? Maksudku... dari agensi mana?" "Dia bernaung di bawah agensi model yang bernama Le Model," jawab pria itu. "Baiklah. Terima kasih atas informasi yang kau berikan, kau bisa pergi," ucap William. Ia kembali mengamati foto-foto Alicia bahkan diam-diam mengarahkan kamera ponselnya untuk mengambil beberapa foto yang terpampang di dinding. Bibirnya masih mengulas sedikit senyum, perasaannya tiba-tiba Alicia... Aku akan mendapatkanmu. Tunggu aku! *** Le model. "Alicia...." Halifa Yonas asisten pribadi Alicia memanggil gadis itu. "Ada apa?" Alicia yang tengah duduk menyibakkan rambutnya yang tergerai nakal menutupi sebagian wajahnya menggunakan telapak tangannya. Ia sama sekali tidak menoleh kepada sumber suara karena ia terus fokus kepada hal yang sedang ia lakukan. Sebelah tangannya tampak memegangi pensil, ia sedang mencoret-coret kertas yang berada di atas meja. "Ford menunggumu di ruang kerjanya," kata Halifa. Gadis berumur dua puluh lima tahun itu selalu berpenampilan menarik dan modis. Bahkan jika di lihat lagi ia lebih fashionable di bandingkan dengan Alicia model yang menjadi bosnya. "Ford?" Alicia menghentikan aktivitasnya dan mendongakkan kepalanya, mata birunya yang seindah samudra tampak menatap Halifa dengan tatapan enggan. "Ya, Ford." "Apa aku melakukan kesalahan hingga ia memanggilku?" "Oh Tuhan. Kau seolah gadis yang malang. Bagaimana bisa kau selalu beranggapan jika Ford hanya mencarimu karena kau melakukan kesalahan?" Halifa tertawa ringan di sela-sela ucapannya. Alicia hanya mengangkat kedua bahunya bersamaan, Alisnya yang sangat tebal juga sedikit terangkat. "Jangan berpikiran negatif, sayang." Halifa selalu mengingatkan Alicia untuk tidak berprasangka buruk kepada siap pun.  Asistennya itu meski kadang sama menyebalkan seperti Ford tetapi pekerjaannya sangat cekatan, hati-hati dan rapi. "Kalau begitu apakah menurutmu Ford akan memberikan aku pekerjaan lagi? Kau tahu pekerjaanku akhir-akhir ini terlalu banyak," keluh Alicia. "Kau adalah model kesayangan Ford, kau seharusnya bangga." Alicia memutar bola matanya, ia tampak tidak senang dengan ucapan asistennya. "Halifa, aku lelah. Kau tahu aku hanya memerlukan gaji yang cukup untuk kehidupanku dan modal untuk aku membuka usaha sendiri. Sekarang aku sangat sibuk hingga aku tidak memiliki waktu lagi untuk memikirkan bisnis pribadiku. Ford keterlaluan. Ia terlalu banyak menerima tawaran," ucapnya dengan nada ketus. "Alicia, kau benar-benar bodoh. Tubuhmu sangat indah, wajahmu cantik, kau sangat berbakat. Kau harus memanfaatkan semu ini karena tidak semua orang memiliki kesempatan seperitmu." Halifa membelai rambut Alicia. "Cepatlah temui Ford atau ia akan mengomeliku jika kau membuatnya terlalu lama menunggu," kata Halifa. Alicia merapikan kertas di depannya kemudian memasukkan ke dalam sebuah map, dengan gerakan malas ia bangkit dari duduknya. Gadis itu dengan langkah kaki enggan menuju ruang kerja Ford manajernya sekaligus kekasihnya. "Sayang, kau cantik sekali hari ini." Ford mengamati gadis yang baru saja masuk ke dalam ruangannya, pria tampan bermanik mata coklat itu tampak menelan ludahnya. Kekasihnya sangat cantik, menawan, rupawan dan tubuhnya sangat indah. Ia telah lama mendambakan gadis itu menjadi milikinya, tepatnya berada di bawahnya mengerang memanggil namanya. "Duduklah," ucapnya. Dengan patuh Alicia duduk di kursi tepat di depan meja kerja Ford, ia tidak mengatakan apa-apa. Tatapan matanya hanya mengawasi wajah Ford dengan tatapan dingin, akhir-akhir ini ia dan Ford memang semakin jauh, hubungan mereka semakin merenggang karena jarang berkomunikasi. "Selamat atas kontrak barumu," kata Ford dengan nada begitu bersemangat memberikan selamat kepada Alicia. Seperti yang telah ia duga, tidak salah. Ford memberikan Alixcia pekerjaan lagi. Alicia tampak tidak bergeming, ia menanggapi dengan acuh ucapan selamat dari Ford. "Aku sama sekali tidak tahu kontrak apa yang kau bicarakan." "Sebuah keuntungan besar, aku baru saja menyetujui kontrak baru untukmu. Kau akan berfoto mengenakan gaun pengantin dan sepatu dari brand lokal yang sedang naik daun. Mereka bekerja sama dan sama-sama mengontrakmu, otomatis kau hanya perlu sekali bekerja tetapi kau mendapatkan dua keuntungan. Alicia, kau benar-benar beruntung kau bukan hanya kekasihku tapi kau juga Dewi keberuntunganku," ucap Ford dengan nada penuh semangat. Alicia menyilangkan lengannya di d**a, ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan menatap Ford tanpa minat. Melihat reaksi Alicia Ford mengerutkan keningnya. "Sayang, apa kau baik-baik saja hari ini?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD