Kesedihan

1020 Words
Aleah P.O.V Mata ku mengerjap untuk mulai menerima cahaya matahari yang begitu terik nya masuk ke dalam mataku. Aku menatap sekitar dan menyadari kalau aku sudah berada disalah satu kamar rawat. Pierre dan para anak sahabat mom sudah tertidur diatas sofa. Aku melihat infus di tanganku dan akhirnya Pierre terbangun. "Ka? Udah sadar?" tanya Pierre. "Widi." ujar ku yang membuat Pierre tersenyum kecut. "Pihak kepolisian mau kakak identifikasi apa kakak kenal korban yang semalam meninggal atau enggak. Makanya kakak harus membaik dulu keadaannya, kakak harus tegar semisal korban itu adalah Ka Widi." kata Pierre yang membuatku merasa semakin lemas. "Kakak siap, ayo kita harus cari Widi." kata ku yang dijawab gelengan Pierre. "Kakak aja lemes begini, udah jangan kemana-mana paling enggak sampai infusnya." kata Pierre yang hanya bisa ku jawab anggukan lemah ku. *** Saat ini, Pierre menggandeng tanganku. Didepan kami, ada sepasang polisi yang berjalan mengarahkan kami ke ruang jenazah. "Pierre, kakak rasanya di cekik pas di pintu ini. Kakak mau pergi aja. Kakak ga mau liat Widi." ujar ku yang membuat adik ku ini menghela nafas. "Sekedar mengingatkan, kita disini untuk nyari Ka Widi jadi jangan lupa." kata Pierre memperingatiku. Kini kami sudah berdiri didekat bangsal jenazah. "Pasien ini meninggal karna luka tembakan yang bisa terbilang banyak di tubuhnya. Untuk itu kami hanya bisa memberikan kepada kalian baju serta benda yang tertempel di tubuh pasien. Ini, silahkan diteliti!" kata polisi dengan senyuman kecil di bibirnya. "Terima kasih pak, kak? Siap kan?" tanya Pierre memastikan. "Siap." jawabku. Kedua polisi itu memberikan kami sarung tangan dan nampan berisikan barang yang mereka maksud. Ada seragam polisi, dan cincin silver yang ku kenali. Ya! Aku mengenali cincin silver ini. Kayak yang pernah di pakai Widi! Aku langsung menangis melihat ternyata dia adalah Widi. "Widi!!! Bangun!!! Jangan bercanda!! Candaan lo ga lucu tau ga! Hikkssss kenapa lo ninggalin gw!! Ah sialan lo!! Hikkss." Tangis ku makin kencang. "Tenang, mbak. Jika memang mbak mengenali jasad ini. Bisa kami minta bantuan pada mbak untuk memberikan identitas korban?" Tanya polisi itu yang ku jawab gelengan. "Dia belum mati, pak! Widi masih hidup!!!" ujar ku histeris dengan tangis yang semakin kencang. "Ka, tenang kak!" kata Pierre memeluk ku erat. Aku hanya bisa menangis sesegukan di pelukan adik ku ini. "Widi! Lo udah janji buat buktiin perasaan lo sama gw tapi sekarang lo malah pergi ninggalin gw!!! Ga bisa, lo ga bisa ninggalin gw begini! Ga begini caranya Widi!!!" ucapku histeris. Dan akhirnya kegelapan kembali menerpa ku. *** "Untuk saat ini kami hanya bisa menyarankan agar Nona Aleah bisa beristirahat dan kalau bisa sih usahakan tidak banyak pikiran. Pola makannya di jaga juga." Itulah suara yang ku dengar dan langsung membuatku mengerjapkan mata, aku bisa melihat ada kedua orang tua ku. "M-mom?" panggilku memastikan. Mom menengok dan dia langsung membantuku untuk duduk dengan perlahan. "Mom, tadi Leah mimpi nya buruk banget. Leah masa mimpi ngeliat ada seragam sama cincin yang dipakai Widi. Aneh kan mimpi Leeah?" ujar ku yang membuat semua orang di kamar rawat ku ini terdiam, dan aku kembali menyadari satu hal. Itu bukanlah mimpi, semua itu nyata. Kepergian ku ke Bandung, penembakan, seragam, cincin, dan jenazah Widi. Senyumku langsung surut ketika mengingat kalau saat ini Widi telah tiada. Terasa tidak mungkin karna hatiku mengatakan kalau dia masih hidup. "Dimana Widi? Dia pasti masih disini kan, mom?" tanya ku yang dijawab gelengan mom. Sontak tangis yang sudah reda kembali mengalir dengan deras. "Tenang sayang, tenang. Ini semua rencana tuhan. Kamu harus percaya kalau tuhan akan selalu ada untuk kamu." kata dad yang menggantikan posisi mom untuk memeluk ku. "Dad, dia janji sama Leah dad! Dia janji untuk ngebuktiin perasaannya, bukannya ngilang pakai cara begini! Ga bisa dad!" ujarku dengan sesegukan. Tok! Tok! Tok! "Permisi? Apa disini ada yang bernama Aleah?" tanya seorang perawat yang membuat kami semua menatapnya. "Saya, Aleah." jawabku. "Harap ikut dengan saya, mbak. Ada satu pasien disini menyebut-nyebut nama Aleah terus-menerus." kata suster itu yang berhasil membuat senyumku terbit. Apa dia Widi? Mom segera membantuku turun dari bankas dan suster pun menorong kursi roda mendekatiku. "Tidak. Saya masih sanggup untuk berjalan." kata ku. Pierre dengan sigap berdiri dan membantuku berjalan. Kami menaiki lift, suster menekan tombol 2 dan kami pun naik ke lantai karna tadi kami berada di kamar rawat di lantai 1. "Suster maaf tapi saya mau tau. Apa pasien yang menyebut-nyebut nama kakak saya ini seorang korban kerusuhan tadi?" tanya Pierre yang dijawab anggukan suster. Aku semakin semangat karna bisa saja pasien ini adalah Widi. Ting! Kami keluar dari lift dan mengikuti langkah suster yang memasuki satu kamar saat pintu terbuka, aku bisa melihat seseorang sedang terbujur diatas bangsal dan ketika pandangan ku sampai pada wajah pasien ini dalam sekejap aku tersentak melihatnya. Aku sangat mengenali wajah ini! Dia! Seseorang yang aku tangisi ternyata belum meninggal! "Widi??? Wid! Bangun Wid!" ujarku yang dengan cepat langsung berlari dan menggenggam tangannya. "Mohon tenang, mbak. Pasien baru menjalani operasi pengangkatan peluru di d**a kanan jadi harap tenang." kata suster yang sukses membuat ku lemas untunglah ada Pierre yang sigap menahanku. Suster membantu Pierre memapahku duduk di sofa. "Suster, jika boleh saya mau mengurus agar kakak saya di rawat di ruangan yang sama dengan pasien ini, apa bisa?" tanya Pierre. "Pierre, kakak masih sanggup berdiri. Ga usah lebay deh!" ujarku gemas dengan tingkah adikku ini. "Paling enggak Ka Leah dapet penanganan awal, infus vitamin kek atau apa gitu biar lebih fit!" kata Pierre. "Ga usah ish!" jawabku gemas. "Infus atau ga disini sama sekali?" tanya Pierre yang akhirnya membuatku pasrah dan duduk dengan tenang di sofa. "Ck! Okay fine!" jawabku kesal. Setelah suster tadi pergi, mom dan dad datang. Mom tersenyum dengan tangisannya, dia langsung menghampiri Widi dan mengelus keningnya. Sedangkan dad mengerenyitkan dahi ketika suster tadi datang dengan infus di tangannya. "Sus? Untuk siapa itu?" tanya dad. "Dad, ini Pierre yang pesan. Ka Leah belum vit, tadi aja udah mau jatuh lagi. Dia ngeyel ga mau di rawat jadi Pierre yang maksa supaya dia mau di infus. Paling enggak ada vitamin biar dia fit." kata Pierre yang dijawab anggukan dad. "Good job, Pierre. Kamu peka dengan keadaan sekitar, dad senang itu. Pertahankan!" kata dad.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD