Tak berapa lama kemudian Irfan keluar lagi dari rumah dan menaiki mobilnya, lalu pergi lagi. Airin keluar dari persembunyiannya begitu mobil Irfan sudah tak terlihat lagi.
Dia mendekati para pekerja yang mulai menurunkan barang-barang dari truk dan memasukkannya ke dalam rumah itu.
"Permisi, Pak," sapa Airin pada salah satu dari mereka. "Ada yang mau pindah ke sini, ya, Pak?"
"Iya, Neng. Mungkin besok orangnya sudah menempati rumah ini," jawab Pak supir.
"Siapa, Pak?" tanya Airin semakin ingin tahu.
"Kenalan Pak Irfan, Neng. Soalnya Pak Irfan yang kemarin mengurus pindahan ini," jawabnya lagi.
Airin diam. Suaminya yang mengurus pindahan? Siapa orang itu? Bosnya? Atau jangan-jangan ....
Airin mengambil gawainya, lalu menelpon Bella.
"Bell, Mas Irfan pulang ke rumah," ucapnya begitu Bella mengangkat telepon.
"Apa? Kok aku bisa kecolongan, sih? Mereka belum cek out dari hotel," jawab Bella. "Terus gimana dengan wajahmu?"
"Aku masih bisa menutupinya sekali, tapi tidak bisa beralasan lagi setelah ini. Aku harus gimana?"
"Ok, temui aku sekarang. Akan kupikirkan caranya," jawab Bella.
Airin bergegas memanggil taksi online dan pergi menemui Bella di sebuah cafe. Setelah lama menunggu, akhirnya Bella datang dan duduk di depan Airin.
"Mereka belum cek out, pasti ada alasan dia harus mendadak pulang," ucap Bella tanpa basa basi.
"Sepertinya dia dimintai seseorang untuk mengurus pindahan," jawab Airin.
"Pindahan?" Bella mengerutkan kening. "Siapa, Rin? Istri barunya?"
"Entahlah, Bell. Tapi mana mungkin Mas Irfan punya uang sebanyak sampai bisa membeli rumah untuk istri barunya?"
"Benar juga," guman Bella. "Ah, pikirkan itu nanti."
Bella mengambil sesuatu dari dalam tasnya, lalu memberikannya pada Airin.
"Apa ini, Bell?" tanya Airin sambil memperhatikan benda yang terbungkus plastik itu.
"Itu luka palsu, yang biasanya dipakai aktor kalau sedang main film," jawab Bella.
Mata Airin langsung membola.
"Gunakan itu untuk menyembunyikan wajahmu yang sekarang di depan Irfan. Cukup tempelkan saja, aku sudah memilih bahan yang aman untukmu."
Airin mengangguk mengerti.
"Terima kasih, Bell. Aku harus segera pulang sekarang," ucap Airin seraya berdiri.
"Ok, hubungi aku jika ada sesuatu yang kau butuhkan."
"Tentu saja."
Airin bergegas keluar dari cafe dan menaiki taksi yang menunggunya. Dia mampir sebentar untuk membeli barang belanjaan dan langsung pulang ke rumah.
Mobil suaminya sudah terparkir manis di garasi. Suaminya sudah pulang lagi rupanya. Airin melihat sekilas ke arah rumah di depannya tadi. Tampaknya proses pindahannya sudah selesai.
"Sudah pulang, Dek?" tanya Irfan begitu Airin masuk ke dalam rumah.
" Iya, Mas. Mas pasti capek, pulang dari Singapura harus bolak balik ke kantor," ucap Airin. "Biar aku masak makanan yang enak malam ini, Mas."
Irfan mengangguk sambil menyenderkan punggungnya di sofa.
"Oh iya, Mas. Ada tetangga baru yang mau pindah ke rumah depan, ya?" tanya Airin sebelum dia beranjak ke dapur.
Irfan sedikit tersentak, lalu pura-pura bingung.
"Tetangga baru? Darimana kamu tahu, Dek?" tanyanya sambil mencoba bersikap biasa saja.
"Tadi kayaknya ada truk yang baru saja pergi dari rumah itu, Mas."
"Oh, Mas malah gak tahu, Dek," Irfan mengambil koran dan pura-pura membacanya.
Airin membuang napas kesal. Lagi-lagi suaminya itu berbohong. Ya sudahlah, cepat atau lambat dia pasti akan tahu nanti. Airin segera melepaskan maskernya dan memasang luka palsu di wajahnya. Dia masih harus pura-pura menjadi istri buruk rupa di depan suaminya.
Pagi harinya Airin sudah melihat mobil sport mewah berhenti tepat di depan rumah itu. Airin memperhatikan dari jendela untuk melihat siapa penghuni baru rumah itu.
Jantung Airin berdegup dengan kencang melihat siapa yang turun dari mobil. Amel terlihat mengeluarkan kopernya dari mobil dan menariknya memasuki rumah itu. Airin menggertakkan rahang menahan emosi. Berani sekali dia menempatkan istri barunya tinggal di depan rumah mereka.
"Lihat apa, Dek?"
Airin tersentak kaget saat Irfan memegang bahunya.
"Oh, itu ada tetangga baru kita datang, Mas," jawab Airin.
Irfan ikut melihat ke luar jendela.
"Siapa, Dek? Memangnya Adek kenal?" tanya Irfan.
Airin tak menjawab. Dalam hati dia mengutuk acting suaminya itu.
"Nggak kenal, Mas. Nanti biar aku kenalan sama dia," ucap Airin kemudian.
"Jangan, Dek!" Irfan menyahut cepat.
"Loh, kenapa Mas?" tanya Airin sambil mengerutkan kening menatap curiga pada Irfan.
"Mas takut kamu minder, kan tetangga baru kita cantik," jawab Irfan kemudian.
"Dari mana Mas tahu? Kan Mas belum melihatnya tadi?"
Wajah Irfan seketika berubah gugup.
"M-Mas cuma nebak saja, Dek," jawabnya kemudian, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah, Mas berangkat dulu ya, Dek?" ucap Irfan sambil cepat-cepat menyahut tas kerjanya.
Airin masih berdiri di tempatnya, sambil menatap luar jendela. Mobil suaminya terlihat sudah keluar meninggalkan rumah. Airin membuang napas, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.
Airin bergegas masuk ke dalam ruang kerja suaminya. Biasanya dia tidak pernah berani memasukinya, karena Irfan pasti akan sangat marah besar. Tapi kali ini, Airin harus mencari tahu sesuatu.
Airin memeriksa semua berkas yang ada di atas meja. Hanya berkas kantor yang dia kerjakan di rumah. Tunggu, Airin membuka lagi salah satu berkas dan membacanya. Profit perusahaan miliknya terus menurun belakangan ini, padahal suaminya bilang perusahaannya sedang pesat-pesatnya berkembang. Suaminya berbohong lagi.
Airin membuka laci meja kerjanya, dan memeriksa satu persatu berkas yang ada di sana, sampai menemukan map yang terlihat baru. Mata Airin membulat lebar ketika membacanya. Itu surat jual beli rumah beserta isinya. Dan itu adalah rumah yang saat ini ditempati oleh Amel.
Airin cepat-cepat mengambil gawainya lalu memotret semua berkas-berkas itu untuk ditunjukkan pada Bella. Dia mengepalkan tangan dengan tubuh bergetar menahan amarah. Liburan ke Singapura selama hampir satu bulan, mengadakan pesta pernikahan mewah, dan sekarang membeli rumah mewah beserta isinya. Darimana Irfan mendapatkan semua uang itu? Dia harus mencari tahu!
Airin dari tadi berusaha menghubungi Bella, tapi tak diangkat. Tidak biasanya Bella tak menjawab teleponnya. Ke mana perginya Bella?
Dari depan terdengar suara teriakan tukang sayur langganannya. Airin mengambil maskernya, lalu bersiap berbelanja. Tapi tiba-tiba gawainya berdering. Telepon masuk dari Bella.
"Bella, kamu di mana?" tanya Airin saat dia mengangkat teleponnya. "Kenapa susah sekali dihubungi?"
"Aku sedang ada di kota B, Rin," jawab Bella dari seberang telepon.
"Kenapa tiba-tiba kamu pergi ke luar kota, Bell?" tanya Airin lagi.
"Aku menemukan sesuatu yang mengejutkan, Rin. Aku tidak akan bisa tidur sebelum tahu."
Airin membuang napas. Sifat Bella memang seperti itu. Begitu tahu sesuatu, dia akan langsung bertindak cepat tanpa berpikir macam-macam. Karena itulah dia selalu bisa mengandalkan wanita berpenampilan tomboy itu.
"Aku juga menemukan sesuatu, Bell," ucap Airin kemudian.