"Apa kita pernah bertemu?" tanya Amel heran seraya menatap Airin.
Airin tersenyum lagi.
"Silahkan tanyakan pada suami Anda siapa saya," ucap Airin lagi.
Irfan tersentak kaget. Amel menatap Irfan penuh curiga. Para tamu undangan ikut bertanya-tanya apa yang terjadi.
"Siapa dia, Mas?" tanyanya.
"Mas tidak kenal, sumpah!" jawab Irfan gugup.
"Kau tidak mengenaliku, Mas? Apa kau tidak ingat suaraku juga?" tanya Airin lantang.
Wajah Irfan memucat, dia masih benar-benar bingung. Amel mulai emosi.
"Siapa dia, Mas? Kamu selingkuh?" tanya Amel lagi sambil menggoncang lengan Irfan.
"Lihat ke sini, Mas!" ucap Airin lagi. "Aku adalah ...."
"Surprise!!!" teriak Bella sambil tiba-tiba ada di atas panggung.
Airin seketika menatap Bella bingung.
"Selamat!!! Kalian kena prank!" teriak Bella lagi.
Semua tamu undangan terkejut, lalu satu persatu mulai tertawa sambil bertepuk tangan. Irfan dan Amel masih belum begitu sadar apa yang terjadi, tapi sesaat kemudian mereka berdua membuang napas dan ikut tertawa.
"Selamat! Selamat," Bella bertepuk tangan sambil mendekat ke arah Amel dan Irfan.
"Hotel kami akan memberi kalian paket bulan madu gratis di hotel ini sebagai hadiah karena sudah memercayakan kami untuk mengatur resepsi pernikahan kalian," ucap Bella sambil menjabat tangan Amel dan Irfan.
"Terima kasih banyak, kami kira tadi betulan. Rupanya kalian mengerjai kami," ucap Amel sambil menepuk manja bahu Irfan.
"Maafkan kami, kami melakukannya untuk membuat kejutan," ucap Bella lagi. "Boleh kami minta foto kalian sekeluarga?"
"Tentu saja," sahut Amel sambil menatap ke arah Papanya yang berdiri tak jauh dari situ.
Airin masih berdiri di tempatnya, kebingungan dengan sikap Bella yang tiba-tiba berubah. Pada saat Handoko berjalan menaiki panggung, mata Airin membulat lebar karena terkejut. Dia menatap ke arah Bella yang juga menatapnya, lalu mengerjap sekali. Airin lekas paham apa yang Bella maksud.
Lebih mengejutkan lagi, Nyonya Mia, ibu mertuanya rupanya hadir dalam acara itu, padahal dari tadi tidak kelihatan. Dia ikut naik ke atas panggung. Bella mengambil gawainya, lalu mengambil foto mereka berempat.
"Terima kasih, kami akan memberikan hadiahnya setelah acara ini selesai," ucap Bella sambil mengangguk dan tersenyum ramah.
Irfan melirik ke arah Airin yang seketika berubah gugup.
"Aku salut pada acting nona itu, karena terlihat seperti sungguhan. Apa benar tadi itu cuma acting?" ucap Irfan curiga.
Bella tak langsung menjawab. Dia mengisyaratkan Airin supaya mendekat. Airin menahan napas, seraya mendekat ke arah mereka.
"Itu karena kita benar-benar pernah bertemu," jawab Airin, mencoba untuk tersenyum seramah mungkin.
"Benarkah?" Irfan membulatkan mata.
Airin menatap Amel.
"Apa kau juga tidak ingat padaku? Kita bertemu di toko kosmetik waktu itu," ucap Airin lagi.
Wajah Amel seketika sumringah.
"Oh, iya. Baru aku ingat," ucapnya. "Tak kusangka ternyata kamu pemilik hotel ini. Wajah kamu juga terlihat jauh lebih cantik dari saat kita bertemu waktu itu."
Irfan manggut-manggut ingat, tapi masih sesekali melirik curiga pada Airin.
"Kita belum sempat kenalan," ucap Amel sambil mengulurkan tangannya. "Aku Amel."
Airin menyambut uluran tangannya sambil memikirkan sebuah nama.
"Aku Rania," jawab Airin, karena hanya teringat tokoh novel kesukaannya itu.
Airin juga menjabat tangan Irfan.
"Irfan," ucap Irfan gugup, karena tiba-tiba dia merasa familiar pada Airin ketika menyentuh tangannya.
"Baiklah, silahkan menikmati pesta kalian kembali," ucap Bella sambil menarik tangan Airin menjauh dari mereka.
Irfan masih melirik ke arah Airin yang pergi menjauh. Dalam hati dia masih penasaran pada wanita itu. Kenapa terasa begitu familiar? Apa mereka saling mengenal sebelumnya?
"Mas, kok ngelihatin dia terus sih?" ucap Amel sambil menepuk pundak Irfan.
"Ah, tidak, Dek," jawab Irfan mencoba tersenyum.
Bella dan Airin berjalan keluar ruangan itu dan masuk ke ruang kantor mereka.
"Ternyata Handoko itu Papa dari Amel?" tanya Airin pada Bella.
"Aku juga baru tahu tadi," jawab Bella. "Aku memang belum sempat mencari tahu tentang keluarganya."
Airin membuang napas lega karena belum sempat membongkar identitasnya tadi.
"Apa dia tahu kalau aku selamat dari kebakaran itu dan istri dari menantunya sekarang?" tanya Airin lagi.
"Entahlah, akan segera kuselidiki masalah ini. Untuk sementara, sembunyikan dulu identitasmu dari siapapun, dan tetaplah menjadi istri dari Irfan setiawan."
Airin mengangguk mengerti. Sepertinya dia harus lebih bersabar lagi untuk membalas perlakuan Irfan padanya.
.
.
.
Airin menatap wajahnya dalam cermin sambil menyisir rambutnya. Perawatan mahal yang lakukan rupanya tidak sia-sia. Wajahnya perlahan terlihat semakin cantik, bahkan lebih cantik dari dirinya yang dulu.
Airin menatap foto Irfan dan Amel yang masih menikmati bulan madu di hotel miliknya. Bohong kalau dia sudah tidak punya perasaan lagi pada Irfan. Setiap melihat foto kemesraan mereka, hatinya terasa perih dan terbakar. Dia hanya mampu memendamnya seorang diri, karena tak ingin terlihat lemah di depan orang lain.
Tiba-tiba suara bell pintu berbunyi. Airin meletakkan sisir di atas meja, lalu bangkit dari duduk. Siapa yang datang jam segini?
Airin berjalan menuju pintu. Tak lupa dia mengintip dulu dari kamera pintu siapa yang datang. Deg! Rupanya Irfan! Kenapa dia pulang ke rumah? Bukankah dia masih pura-pura ada di luar negeri?
Airin seketika kebingungan. Dia belum mempersiapkan diri sama sekali untuk kedatangan suaminya itu. Dia akan ketahuan kalau sudah melakukan operasi plastik. Apa yang harus dia lakukan?
Airin mencoba menenangkan dirinya agar tidak panik. Dia harus tenang agar bisa berpikir. Akhirnya dia mengambil masker di atas meja dan memakainya, lalu membuka pintu.
"Loh, Mas sudah pulang?" Airin pura-pura terkejut seraya mencium tangan suaminya.
"Kok kamu pakai masker, Dek? Mau ke mana?" Irfan balik bertanya.
"Mau pergi belanja sebentar, Mas," ucap Airin beralasan. "Mas pulang kok gak ngasih kabar?"
" Iya, Dek. Pekerjaan Mas sudah selesai, ini mau ke kantor untuk membuat laporan," ucap Irfan sambil membawa kopernya masuk.
Airin diam. Pasti ada sesuatu sampai Irfan tiba-tiba harus pulang.
"Katanya mau pergi belanja, Dek? Pergi saja, Mas gak apa-apa. Sebentar lagi Mas mau berangkat lagi ke kantor," ucap Irfan yang membuat Airin semakin curiga.
"Iya, aku pergi dulu ya, Mas?"
Airin pura-pura keluar rumah, tapi dia berbelok ke samping pagar. Dia ingin tahu apa yang Irfan lakukan. Irfan tampak sedang menelpon seseorang setelah memastikan dia pergi.
Tak beberapa lama kemudian tampak sebuah truk besar datang dengan berbagai jenis forniture. Truk berhenti tepat di depan rumah besar kosong yang ada di depan rumah kami. Irfan berjalan ke arah truk itu dan menyerahkan sesuatu pada supirnya, lalu kembali masuk ke rumah.
Airin mengerutkan kening melihat semua itu. Rumah itu sudah sebulan lebih kosong karena dijual oleh pemiliknya. Mungkin ada orang yang sudah membeli dan akan menempatinya. Tapi kenapa suaminya yang menemui supir truknya?