HAH?!

1272 Words
Malam ini, Inggrid sudah siap untuk menemui calon suaminya. Iya, calon suami yang tidak pernah ia ketahui bentuknya seperti apa. Yang jelas, dia seorang lelaki tulen dan tidak melambai. "Kakak, kita mau kemana? Kenapa pakaiannya rapih banget sih?" tanya Tiara dengan blouse merah yang di pakainya. "Kita mau makan malam sayang" jawab Inggrid tersenyum. "Kakak, tumben hari ini rambutnya di gerai" Tiara meraih beberapa helai rambut Inggrid yang di biarkan tergerai rapih. "Kakak, pakai baju ini ya?" tanya Tiara menghampiri sebuah gaun santai yang tergantung di depan pintu lemari bajunya. Gaun santai panjang selutut berwarna cokelat muda dengan panjang tangan tiga per empat. Tambahan ikat pinggang yang akan ia gunakan nanti menambah kesan formal. "Iya, sudah ya kakak mau ganti baju terlebih dahulu" jawab Inggrid tersenyum. "Tiara, kemana kakakmu?" tanya Hendra bersiap-siap, ia hanya menggunakan kemeja lengan pendek, namun warnanya masih jelas dan tidak lusuh. "Kakak ada di dalam yah, ganti baju baju" Tiara duduk dan memakai sepatunya. "Ayah, kita pergi naik apa?" tanya Tiara. "Kita pergi naik taksi nak" Hendra mengelus kepala putri bungsunya tersebut. "Ayo yah, aku pakai sepatu dulu" Inggrid keluar dari kamarnya dan menjinjing flat shoe miliknya. Ia masih tidak percaya putri sulungnya ini akan melepas masa lajangnya sebentar lagi. "Ayo yah, aku sudah siap. Dek, kamu bawa jaket, ini sudah malam, kalau kamu tertidur di taksi paling gak, kamu gak kedinginan" Inggrid menyerahkan jaket abu-abu kepada adiknya. Dalam hatinya, ia menangis karena sebentar lagi akan berpisah dengan adik kecilnya yang satu ini. "Kita jalan kaki sampai keluar gang lalu kita cari taksi ya" *** "Ada acara makan malam rupanya?" tanya Derry pada pembantu rumah tangganya. "Mungkin tuan, saya juga ndak tahu" jawab pembantu berusia empat puluh delapan tahun tersebut sambil merapihkan piring-piring di atas meja makan. "Dante sudah pulang?" tanya Agus pada putra sulungnya. "Hmm gak tau pa" jawab Derry. "Sudah tuan, itu mobilnya sudah datang dari tadi sore, Mas Dante sudah pulang dari jam tiga sore" jawab si pembantu. "Tumben anak itu pulang cepat" celetuk Derry. "Kalau bukan papamu yang suruh adikmu itu pulang cepat, bisa sampai malam dia sampai di rumah" Asri datang dari arah belakang. "Mbak, bagaimana makananya sudah siap?" tanya Asri dengan nada datar, bahkan terkesan pasrah. "Sudah bu. Sesuai perintah ibu, tatanannya juga" jawab pembantu tersebut. "Ma, ini ada apa? Ada acara makan malam? Kenapa mama dan papa gak ngasih tau kita?" tanya Citra, istri dari Derry yang juga menantu Asri dan Agus. "Sudah, nanti mama dan papa akan beritahu maksud makan malam ini. Yang penting adikmu yang satu itu sudah pulang. Oh ya cepat telfon Donny. Suruh dia pulang jangan terlalu lama main basketnya" perintah Agus. Asri hanya menghela napas dan menyibukkan diri di dapur. Malam harinya ... Tok tok tok Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Derry di ruang keluarganya. Dengan sigap ia beranjak dari sofa dan menuju pintu masuk utama keluarga Tirtadjaja. "Selamat malam" sapa seorang wanita muda bersama dengan seorang pria paruh baya di sebelah kirinya dan seorang gadis kecil di sebelah kanannya."Selamat malam, maaf mau bertemu siapa ya?" tanya Derry sopan. "Om Agus ada?" tanya wanita itu. "Ada, silahkan masuk. Alas kaki tidak perlu di lepas, masuk saja" sambut Derry. "Silahkan duduk, saya panggil papa saya sebentar" Derry mempersilahkan tamu -yang sebenarnya adalah calon adik iparnya- untuk duduk. "Kak, rumahnya besar sekali ya? Aku bisa main petak umpet dengan bebas ini!" Tiara kagum melihat isi rumah tersebut. Rumah dengan gaya classic dan beberapa hiasan kaca tersebut seakan menyambut Inggrid dan keluarganya. "Hush, sudah kamu diam aja ya" Inggrid berbisik. "Ah, kalian sudah datang rupanya" Agus datang dengan senyuman hangat di ikuti Asri, Derry dan Citra di belakangnya. "Nah, Derry ini Inggrid. Inggrid ini Derry, dia calon kakak iparmu" Agus memperkenalkan Derry dengan Inggrid. "Ap-apa? Adik ipar?" Derry melotot. "Memangnya siapa yang akan menikah" Citra ikut bingung. "Dante, papa menjodohkan Dante dengan Inggrid" Agus menjawab dengan banga. Derry terkejut bukan main. "Nah yang ini namanya Donny. Don, ini calon kakak iparmu" Agus merangkul Donny yang baru saja datang. "Apa? Kakak ipar? Kak Dante mau menikah?" tanya Donny heran dan menatap Agus dan Inggrid bergantian. "Lalu Dantenya mana?" tanya Asri yang menyadari tidak hadirnya putra keduanya ini. "Ah iya anak itu. Sebentar aku panggilkan" Derry segera berbalik badan menuju kamar adiknya itu. "Silahkan kalian duduk terlebih dahulu, oh ya siapa nama gadis manis ini?" Citra mencairkan suasana yang terkesan awkward itu. "Tiara" jawab Tiara singkat namun dengan sangat manis. "Kamu kuliah atau kerja?" tanya Citra dengan ramah. "Kuliah kak" jawab Inggrid manis. "Apa kampusmu dengan rumah jauh?" tanya Asri lembut. "Enggak kok tante, aku hanya naik angkot sekali lalu turun tepat depan kampus" jawab Inggrid. Terdengar ada suara dari arah belakang Inggrid, seperti dua orang yang sibuk berbisik. "Ish! Gue masih gantuk!" rutuk seorang pria. "Berisik! Lu jangan mengeluh terus, kita semua udah nungguin lu di sini" jawab yang satu lagi yaitu Derry. "Nah Inggrid itu calon suamimu, Dante" ujar Agus sambil menunjuk Dante yang berjalan mengekor kakaknya. "Hah? Apa calon suami?" tanya Dante kaget. "Iya, ini calon istrimu" Agus menunjuk Inggrid yang duduk mematung kaget melihat Dante untuk yang pertama kalinya. Jadi ini calon suamiku? Kemeja dan celana kerja lusuh? Rambut berantakan tidak karuan? Ya meskipun ganteng sih batin Inggrid. Hendra pun terkejut melihat calon menantunya tersebut. "Dia? Calon istriku?" Dante langsung duduk di sebelah kakak iparnya sambil tetap menatap Inggrid. "Iya dia calon istrimu" jawab Agus. "Astaga Dante! Ganti baju sekarang! Masa pakaian kamu lusuh begitu?" oceh Asri. "Aduh aku malas maa"Dante mengibaskan tangannya dengan acuh. "Heh! Ini ada calon istri dan mcalon mertua! Cepat ganti baju atau gue seret lu ke kamar" desis Derry di telinga Dante. "Oke! Aku ganti baju!" Dante berdiri dan meninggalkan semua yang ada di ruang keluarganya. *** "Kenapa papa ngomong ke aku dulu sih?" Dante akhirnya membuka suaranya setelah diam seribu kata selama makan malam dengan keluarga calon istrinya tersebut. Setelah melamar Inggrid dan menentukan tanggal pernikahan mereka serta bersedia untuk bertukar kontak, Inggrid dan keluarganya pun akhirnya pulang dengan sikap dingin Dante yang terus ia pertontonkan. "Kamu itu! Gak baik hukumnya dingin di depan calom mertua" celetuk Citra. "Lebih baik sekarang papa dan mama jelaskan perjodohan dadakan ini, jangan buat kita semua pusing dengan ini" Derry bergabung bersama mereka. Donny yang biasanya cuek, juga ikut menimbrung bersama keluarga karena ikut kepo. Agus pun menjelaskan rentetan peristiwa hingga akhirnya menjodohkan Dante dengan Inggrid. "Sebenarnya mama tidak setuju" Asri berkata sambil menghela napas. "Bukan karena mereka bukan dari keluarga terpandang, tetapi setelah mama melihat kondisi Inggrid, rasanya tidak adil. Dia masih terlalu muda baru 21 tahun dan Dante 25 tahun" Asri menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tetapi melihat sikapnya yang manis dan prestasinya yang baik mama akhirnya setuju dan yakin dia bisa mengubah Dante" Asri menatap Dante dengan prihatin. "Ah sudahlah! Aku capek dan mau tidur lagi! Biar siapa itu namanya? Inggrid kan? Ah siapapun namanya, biar dia saja yang urus semua printilan pernikahan. Aku yang bayarvsemuanya" ujar Dante jengah. "Aku mau tidur dan jangan ada yang ganggu" Dante bernajak dari sofa dan meninggalkan anggota keluarga. "Papa tidak akan melakukan ini kalau bukan karena kebodohan kamu sendiri" ucap Agus memandang putranya yang semakin menghilang. Sementara itu .... Setelah makan malam bersama calon suaminya, Inggrid akhirnya mulai mencoba untuk mencari informasi tentang persiapan pernikahan. "Iya dia ganteng, ia dia mapan tapi sama sekali tidak punya wibawa" Inggrid membersihkan wajahnya dengan milk cleanser. "Aduh Tuhan, dosa apa aku jodohnya dengan pria macam itu? Pemimpin perusahaan tetapi tidak punya wibawa?!" rutuknya. "Hah sudahlah, aku seharusnya bersyukur menemukan jodohku secepat ini" Inggrid berhenti mengeluh. "Setelah ini aku tidak boleh mengeluh dan harus lebih giat. Aku memang akan menikah tetapi bukan berarti aku bergantung pada suamiku. Ya aku harus mandiri!" tekadnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD