Selamat Malam, Ibu Cantik.

1256 Words
Karena dukungan dan desakan dua sahabatnya, Binar Cahaya Mustika alias Aya, atau yang biasa dikenal dengan dosen judes itu akhirnya menyetujui permintaan Biru untuk dinner malam ini. Aya memegang kepalanya, pusing memikirkan hal ini. Menurutnya, ini adalah hal paling gila yang pernah dia lakukan selama menjadi dosen. Menerima ajakan mahasiswanya untuk Dinner. Dan Biru bukan orang pertama yang mengajaknya, tapi lelaki itu adalah orang pertama yang diterimanya. "Ya udah sih, nggak usah pusing, Ya. Hadapi aja. Lagian, kita butuh lo libur cepat supaya liburan kita cepat terlaksana," ujar Nania. "Iya, mumpung suami gue lagi nggak ada di Indo, liburan kita harus segera terealisasi," sahut Reva. "Iya benar. Sekarang laki gue juga lagi sibuk-sibuknya, lembur mulu, jadi nggak masalah kalau gue izin keluar negeri beberapa hari." Nania membenarkan ucapan Reva. Sementara Aya masih terdiam. Sejujurnya, dia sama sekali tidak berniat menerima ajakan Biru. Desakan dua sahabat yang membuatnya harus menyetujui. "Doakan aja tuh anak nggak bertingkah lagi. Maksud gue, skripsinya benar-benar beres, jadi bisa cepat selesai." "Aamiin. Apa perlu kita kawal lo ntar malam–" "Nggak usah," sahut Aya cepat. "Penasaran gue sumpah, yang mana sih, orangnya? Lo beneran nggak punya fotonya. Dan seganteng apa dia?" Tanya Nania. "Nggak. Buat apa gue nyimpan foto dia, nggak penting banget." "Gini… gini. Karena kami berdua penasaran dengan mahasiswa lo yang namanya Biru Biru itu. Gimana kalau ntar malam kami berdua ikut sama lo, tapi kami duduk di meja yang berbeda. Pokoknya kita pura-pura nggak kenal aja." Saran Reva. Aya menghela napas berat. Dia benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran dua sahabatnya ini. "Nggak. Kalian kayak orang kurang kerjaan aja," tolak Aya mentah-mentah. "Kebetulan gue bisa pulang cepat ntar malam. Gue bosan di apart sendirian, laki gue pasti pulang malam." Nania berkomentar. "Apalagi gue, j****y. Nggak beda jauh sama lo, Ya. Bedanya gue ada suami, lo janda," sahut Reva. "Hahaha." Tawa lebar Nania yang tak bisa terkendali itu berhasil membuat beberapa pengunjung lain menoleh. "Jahat kalian." Aya menggerutu kesal. Bukan hal baru dia menjadi bahan olok-olokan dua sahabatnya itu. "Makanya gih cari baru. Lo tuh janda unik tau, janda tapi perawan." "Gue nikah sama si b******n itu lebih dari tiga bulan, bakalan susah dipercaya kalau gue janda tapi perawan," sahut Aya miris. "Iya… tapi nyatanya emang gitu. Dia nggak nyentuh lo sama sekali. Karena lo nggak punya pedang, lo adanya lubang–" "Ssst!" Aya kehabisan kesabaran, terpaksa harus menutup mulut Nania dengan telapak tangannya. "Udah deh, jangan mengorek luka lama gue. Gimana bisa move on kalau kalian gini terus." "Move on, cari baru. Senang-senang dengan cowok baru," seru Reva. "Kalau lo bisa dapat berondong segar, nah itu lebih bagus lagi." Aya menggelengkan kepala. Tak pernah terpikir olehnya, mendekati atau berhubungan dengan lelaki yang lebih muda. "Nggak!" "Lo benci banget, kan sama si Biru?" Tanya Reva. "Bukan benci, lebih ke… nggak suka aja dengan penampilan apalagi tingkahnya. Berandalan." "Benci ama cinta itu beda tipis, kata orang-orang sih gitu." Timpal Nania. Aya berdecak kesal. Jika dibiarkan, Reva dan Nania pasti akan semakin menjadi-jadi. "Jangan ngaco. Mending gue single seumur hidup, daripada harus… udah deh, nggak mampu gue nerusin kata-kata gue. Saking nggak sanggup ngebayanginnya." "Ngebayangin apa? Nikah sama brondong? Atau sama Biru?" Reva tertawa sejadi-jadinya disambut oleh Nania. Aya berdiri, meraih tas dan ponselnya yang tergeletak di atas meja. "Nggak ada solusi ngomong sama kalian. Gue cabut dulu–" "Mau kemana? Ketemu Biru kan masih ntar malam," ledek Nania lagi. "s****n lo pada. Gue masih ada kelas setengah jam lagi," sahut Aya, sambil melambaikan tangan. "Oke Bu Dosen Judes, selamat mengajar." * "Kamu mau ke mana, Nak?" "Mau… ketemu Reva dan Nania, Pa," jawabnya berbohong. Malam mencekam bagi Aya, mendapat pertanyaan dari papanya ketika dia baru saja keluar dari kamarnya. Sekitar jam tujuh malam, dia sudah bersiap rapi dengan gaya casualnya. Pakaian yang dikenakan malam ini, sangat jauh berbeda dengan yang biasa Aya pakai ketika mengajar. Wanita itu menganakan sebuah kaos longgar lengan panjang, berwarna baby pink, dipadu dengan jeans boyfie berwarna biru muda. Apalagi, kaosnya sengaja dia masukkan memperlihatkan stylenya yang berbeda malam ini, tidak jauh beda dengan style anak remaja. Bentuk tubuhnya yang mungil juga mendukung. Aya terpaksa berbohong, karena dia tidak mungkin mengatakan akan pergi dinner bersama seorang lelaki, apalagi itu mahasiswanya. Sejak menjadi janda, kedua orang tua Aya terutama sang Papa menjadi overprotective padanya. Karena tidak mau Aya salah langkah lagi, hingga menciptakan hal buruk yang akhirnya menyiksa diri seperti yang Aya alami di masa lalu. "Mereka jemput ke sini?" Tanya Ilham lagi. "Enggak Pa, kami janjian. Aku bawa mobil sendiri. Aku… pergi dulu ya Pa." Aya langsung pamit lalu menyalami papanya karena tak ingin sang papa memberikan pertanyaan terlalu banyak dan akhirnya menyulitkannya. "Iya. Hati-hati. Papa harap, jam sepuluh kamu udah di rumah." Tegas Ilham sambil mengantar putri tunggalnya ke teras rumah. "Iya Pa. Tolong bilang ke mama, kalau aku pergi sebentar." "Iya." Setengah jam perjalanan, mengendarai mobilnya dengan santai, Aya tiba di sebuah restoran. Tempat yang dijanjikan oleh Biru. Tok tok tok Setelah mobilnya berhenti tepat di area parkir roda empat. Aya dikagetkan suara ketukan di kaca mobil, tepat di sisi kanannya. Wajah Nania terlihat di sana membuatnya geleng kepala. Meski dia tidak menyetujui Reva dan Nania mengikutinya, tapi dua wanita itu tetap tidak bisa dicegah. "Kalian." Gerutu Aya. "Lama banget lo? Kami udah hampir setengah jam nunggu di dalam mobil," omel Reva padanya. "Ngapain juga gue buru-buru. Belum tentu si Biru tepat waktu." "Tadi Reva sempat masuk ke dalam, buat ngecek si Biru-Biru. Tapi masih bingung yang mana orangnya," ucap Nania. Aya tertawa. "Anak itu nggak mungkin tepat waktu." "Tapi lima belas menit lalu, kami lihat ada cowok muda, ganteng, fresh, yummy, dan rapi banget, masuk ke dalam sambil bawa ransel dan buket bunga. Apa mungkin dia?" Tanya Nania memastikan. Namun, kata-kata Nania yang berlebihan membuat Aya mencibir. “Apa? Bunga?" Tanya Aya tak percaya. Jika hanya ransel yang dibawa, bisa jadi itu memang Biru. Tapi buket bunga? Untuk apa? "Iya," sahut Reva. "Pasti bukanlah." Aya menyangkal karena memang begitu yakin. "Mending lo masuk dulu, cek ke dalam kali aja iya beneran dia," saran Reva. "Dia belum hubungi gue kalau dia udah nyampe." Aya melihat ponselnya, tidak ada notifikasi apapun di sana. "Dia udah datang atau belum, minimal kita udah di dalam, dan kami bakalan duduk nggak jauh-jauh dari lo." Reva menarik tangan Aya, hingga mau tak mau, wanita itu melangkah mengikuti dua sahabatnya yang super heboh. "Bentar dulu, penampilan gue nggak aneh, kan?" Aya menghentikan langkahnya. Dua sahabat menoleh ke arahnya. Menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Reva dan Nania kompak mengangguk. "Sempurna." Aya berjalan lebih dulu, dan mereka disambut oleh salah satu pelayan. "Reservasi atas nama Biru," katanya. "Oh ya silakan, di sana Bu, sudah ditunggu." Aya, Reva dan Nania kompak melihat ke arah yang ditunjukkan pelayan. Meja paling pojok di bawah cahaya maksimal. Aya sempat terdiam heran karena benar yang dikatakan dua sahabatnya, lelaki yang membawa buket bunga itu memang Biru. Tapi, untuk apa Biru sampai segitunya? Aya tersenyum sinis. "Benar kan, itu dia?" Desak Reva begitu yakin. "Iya. Ya udah, kita pisah di sini. Jangan sampai dia ngeliat kita barengan." Aya mengingatkan lalu dia mengambil langkah pasti menuju tempat dimana Biru berada. Awalnya, Aya melangkah dengan begitu yakin. Namun, semakin dekat langkahnya menuju lelaki itu, jantungnya berdebar tak menentu. Ini gila. Seperti sedang menghadiri sebuah kencan buta. Biru sudah melihat Aya mendekatinya, lelaki itu langsung berdiri memegang buket bunga berukuran sedang. "Selamat malam, Ibu cantik." Sambil menyodorkan buket bunga, Biru memberikan senyum semanis mungkin, lelaki itu menyambut dosen judesnya dengan cara yang dia yakini bisa membuat Aya luluh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD