Memanfaatkan Ketampanan

1070 Words
"Salah kamu juga, Mas. Kenapa nggak kamu kerjain dulu sebelum ketemu Buaya betina itu, udah tau karakternya payah. Malah bikin gara-gara!" Biru sedang memegang kepalanya dengan kedua tangan, dia menunduk diam lantaran tidak sanggup mendengar ocehan wanita di hadapannya. Berliana Cassandra atau wanita yang akrab disapa Lili itu masih mengomel karena sampai detik ini Biru, sang kekasih belum juga menyelesaikan skripsi, sementara waktunya tinggal dua bulan saja. Riuh suara percakapan di kantin kampus itu pun membuat kepala Biru semakin pening. "Kalau kamu cuma mau ngomelin aku, mending kamu pulang aja," ujar Biru dengan suara tegasnya, sambil menegakkan kepalanya menatap Lili geram. Dia butuh dukungan bukan omelan tak penting seperti yang Lili lakukan padanya saat ini. "Aku di sini mau bantu kamu, malah disuruh pulang. Sini, aku bantu revisi–" "Enggak usah, Li!" Biru merampas bundelan kertas sebanyak delapan puluh lembar miliknya, yang saat itu sudah berpindah ke tangan Lili. Lelaki itu langsung memasukkan skripsinya ke dalam ranselnya. "Kamu dari dulu selalu menyepelekan aku. Apalagi kamu selalu bangga dengan predikat cumlaude kamu, setiap orang nggak bisa disamakan, Li. Sekarang aku mau buktikan kalau aku bisa selesaikan tugas akhir ini, dengan cara dan dengan tanganku sendiri. Tanpa bantuan orang lain, apalagi pakai jasa–" "Ya tapi, nyatanya kamu nggak mampu, Mas. Udah deh, turunin aja gengsi kamu yang selangit itu." Lili melipat kedua lengannya di d**a, wanita itu berlagak paling benar, berlagak paling setia dan paling mendukung Biru dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Namun, nyatanya justru wanita itulah yang sering membuatnya down hanya dengan kata-kata. "Lihat, apa kamu bilang barusan? Kamu rendahin aku lagi, Li. Cukup!" Biru menarik jaket, dan ranselnya. Dia berdiri, bersiap untuk melangkah meninggalkan Lili. "Sayang, bukan begitu maksud aku." Wanita itu mengejar lelakinya yang pasti sedang merajuk, karena tersinggung dengan kata-katanya. Suara ketukan beraturan dari sepasang heels yang dikenakan Lilipun mulai terdengar di telinga Biru. "Kamu harusnya ngerti, Mas. Gimana resahnya aku, papa aku nggak merestui kita menikah kalau kuliah kamu belum selesai walaupun nyatanya kamu udah berpenghasilan." Lili menarik dan melingkarkan lengannya di lengan Biru. "Sebenarnya, aku nggak paham dengan jalan pikiran papa kamu. Hanya karena sebuah gelar yang belum aku dapatkan secara resmi, dia nggak mengizinkan aku menikahi kamu. Padahal jelas-jelas aku bisa penuhi dan kasih apapun yang kamu mau dan kamu butuh." Biru berucap dengan nada penuh kekecewaan. Karena seperti itulah faktanya. "Mas, ayo kita pergi ke tempat yang tenang. Kamu pasti butuh ketenangan, setelah menghadapi Buaya betina itu. Dan aku punya ide, tentang apa yang harus kamu lakukan supaya kamu dipermudah dan yang kamu lakukan nggak sia-sia." Lili mengikuti Biru sampai ke area parkir khusus sepeda motor. "Ya udah, kemana?" Biru luluh, setelah melihat senyum manis Lili. "Kamu nggak usah bawa motor kamu. Naik mobilku aja." "Hm, oke." Biru memang terkadang kesal dengan sikap Lili, tapi dia tidak punya pilihan lain, karena hanya wanita cantik ini yang masih setia mendukungnya di saat seperti ini. Teman-teman dekat Biru yang seangkatan dengannya sudah selesai sejak awal tahun, bahkan ada yang sejak tahun lalu. Tinggal lah dia sendiri, berjuang bersama tugas akhir yang menyebalkan. Ditambah bertemu dengan dosen pembimbing yang susah ditaklukkan. * "Kamu gila?!" Sentak Biru, ketika dia baru saja membaca sebuah chat yang sengaja diketik dan dikirimkan oleh Lili, melalui ponselnya ke sebuah kontak nama yang paling Biru segani dan dia beri nama Doping Judes. "Sinting kamu, Li!" Umpat Biru sekali lagi, sembari meremas rambutnya sendiri. Kini mereka sedang berada di sebuah cafe yang suasananya cukup tenang dan jauh dari kata berisik. "Udah deh, kamu tuh perlu manfaatkan ketampanan kamu ini, Mas. Manfaatkan apa yang ada pada kamu. Dia, Buaya betina apalagi janda, pasti butuh rayuan, gombalan dari laki-laki. Kenapa kamu nggak manfaatkan itu aja, siapa tau dia luluh." Lili malah tertawa dengan santai setelah melakukan hal yang membuat kekasihnya marah besar. Ajakan dinner, sekaligus penyerahan revisi skripsi. "Bukan masalah dinnernya aja, masalahnya kamu bilang di dalam chat itu kalau aku udah selesai revisi dan mau nyerahin hasilnya malam ini sekaligus dinner. Sementara aku belum ngerjain sama sekali. Mana chatnya nggak bisa ditarik lagi, dia udah baca." Biru mencampakkan ponselnya ke atas meja. "Udah di read?" Lili mengambil ponsel Biru, memastikan apa yang Biru katakan. "Dia mengetik, Mas! Dibalas!" Seru Lili kegirangan. "Kali ini cara kita pasti berhasil." "Langsung dibalas?" Tanya Biru tak percaya. Doping Judes Berhubung saya juga ingin mengambil cuti dan sangat ingin mempercepat urusan saya dengan kamu, maka ajakan kamu saya terima. Silakan tentukan tempat, serta waktunya. Saya usahakan datang tepat waktu, saya harap kamu juga begitu. "Iya, baby. Nah kan, dia mau,” sahut Lili "Apa?! Dia mau dinner bareng aku?" Biru tak menyangka kalau dosennya menerima ajakan itu dengan mudahnya. "Iya. Nih." Lili menyerahkan ponsel Biru yang layarnya masih menampilkan balasan Chat dari Aya. Biru terdiam beberapa saat membaca balasan dari si Dosen judes. "Jangan kebanyakan bengong, sini aku bantu revisi." Lili menarik ransel Biru, mengeluarkan skripsi, beberapa buku, serta macbooknya dari dalam sana. Gadis itu terlihat santai sekali, sementara Biru, pikirannya sedang kacau memikirkan bagaimana dia harus menghadapi malam ini. Kali ini, Biru pasrah. Dia menyerahkan semuanya pada Lili, bukan karena dia menyerah, tapi karena sudah terlanjur. Lelaki itu berpindah duduk, yang awalnya di hadapan Lili, kini duduk tepat di sebelah kekasihnya yang terlihat antusias membantunya. "Kenapa kamu semangat banget?" Tanya Biru, memperhatikan jemari lentik Lili yang bergerak-gerak menekan satu persatu huruf pada keyboard di macbooknya. "Karena aku pingin cepat kamu nikahin, Mas. Aku bosan jauh-jauhan terus dari kamu." Biru mencibir, lalu tertawa."Jauh-jauhan apanya? Kita hampir setiap hari ketemu." Lelaki itu mengacak-acak rambut Lili dengan gemas. "Ih, jangan ganggu dulu. Biarin aku ngerjain ini, nanti kamu tinggal periksa aja, Mas. Mana kalimat yang kira-kira nggak dibutuhkan, langsung kamu hapus." "Iya sayang. Thank you, ya!" "Nggak mau cuma thank you." "Jadi, mau apa? Tas, sepatu, baju? Atau–" Lili mendekatkan wajahnya pada telinga Biru. "Mau check in bareng kamu," ucap wanita itu setengah berbisik. Lelaki itu langsung terkekeh mendengar permintaan kekasih manjanya. "Berhenti bercanda, sayang. Fokus kerjakan itu dulu. Supaya urusanku dengan si Judes benar-benar selesai." "Oke. Nanti aku bakalan kasih tips-tips, supaya dia bisa terpengaruh dengan pesonamu." Semangat Lili begitu membara untuk membantu Biru menyelesaikan urusannya dengan dosen yang super menyebalkan itu. "Oh pasti, aku juga bakalan keluarkan jurus-jurus maut, Aku juga bakalan tatap dia dengan tatapan mematikan, supaya dia nggak bisa berkutik dan langsung ACC skripsiku." "Tapi ingat, jangan pakai perasaan." Lili mengingatkan dengan penuh penekanan. “Ya nggak mungkin, lah!” sahut Biru begitu yakin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD