Chapter 2

868 Words
“Om? Om bisu ya?” cicitnya dengn begitu polos, tanpa sadar membunyikan alarm bahaya untuk dirinya. Cittttt… Mobil sport yang ditumpangi gadis itu dan Gabriel dihentikan mendadak oleh si pengemudi, hingga membuat dahi Skylar nyaris terantuk dashboard didepannya jika saja dirinya tak menggunakan safety belt. “Om! Kenapa berhenti mendadak sih?!” protes Skylar dengan nafasnya yang terengah – engah, terkejut karena mobil yang ditumpanginya mengerem mendadak. Gadis itu masih menggerutu kecil, belum memahami bahwa pria disampingnya tengah menguarkan aura kelamnya. ‘berani sekali bocah ini mengataiku bisu’ batin Gabriel sebelum menoleh perlahan pada gadis disampingnya. Matanya menajam, rahangnya mengeras. Skylar yang baru menyadari udara disekitarnya yang terasa mulai mencekam terdiam, kemudian menoleh kesampingnya. Menemukan ekspresi menyeramkan pria dewasa disampingnya itu membuatnya mengatupkan bibir mungilnya seketika. “O-om… jangan melihatku seperti itu! Itu menakutkan!” cicitnya lirih. Bibir bawahnya digigit, takut sekali sebenarnya ketika baru menyadari mulutnya mungkin saja telah membuat pria asing itu marah padanya. Dalam hati memaki mulutnya sendiri yang sering kali mencerocos tanpa jeda, bahkan terkadang melontarkan pertanyaan bodoh menjurus lancang seperti tadi. Tubuhnya mengerut hingga menempel ke pintu kaca disampingnya, tak berani menatap pria yang senantiasa menatapnya dengan tatapan menyeramkannya itu. “Om.. m-maaf…” rengek gadis itu dengan kakinya yang bergerak – gerak gelisah. Ia sama sekali tak terbiasa dengan keadaan hening yang menyeramkan seperti ini, hingga membuat rengekan menjadi senjata andalannya saat ini. Entahlah, sejak bertemu pria asing ini dirinya jadi seringkali merengek entah karena apa. Tanpa Skylar sadari, Gabriel telah melepas safety belt-nya, kemudian masih dengan ekspresi menyeramkannya, pria itu secara tiba – tiba mengungkung Skylar hingga membuat gadis itu menahan nafasnya. Tangan panas pria itu secara perlahan merambat, meraih dagunya, kemudian mengangkatnya perlahan untuk membuatnya menatap mata kelam pria itu. “Diam dan jaga mulut mungilmu dengan benar, sebelum aku menyumpalnya dengan benar hingga membuatmu melupakan waktu bernafasmu.” Desis Gabriel dengan caranya yang paling menyeramkan. Dan itu membuat Skylar seketika mengerucutkan bibirnya. “Tapi harusnya om bilang padaku kemana om akan membawaku pergi. Aku takut jika om menculikku kemudian membunuhku, memotong – motong tubuhku, kemudian membuangnya ke sungai.” Ucapnya lirih, sebenarnya masih merasa takut pada pria itu, tapi dirinya benar – benar tak bisa untuk menahan mulutnya mencerocos. “Kubilang diam, tutup mulutmu dan hanya beritahu aku arah menuju rumahmu.” Tukasnya yang diangguki pasif oleh Skylar. Oh ayolah, ia benar – benar tak tahan ditatap sedemikian menyeramkannya karena selama hidupnya pun tak ada seorang pun yang pernah melakukan yang seperti ini padanya. Dan setelah itu, perjalan keduanya hanya diiringi keheningan, tanpa ada suara apapun selain deru mobil mahal milik Gabriel dan sesekali terdengar juga suara Skylar yang begitu kecil nyaris tak terdengar jika saja telinga Gabriel sedikit bermasalah. Hingga sampailah keduanya disebuah rumah bergaya sederhana dengan beberapa pot bunga yang terlihat tertata indah didepan rumah, menambah kesan nyaman dan asri jika dilihat dari luar. Hening, inginnya Skylar langsung pergi. Tapi gadis itu masih tau diri untuk mengatakan terima kasih terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil ini meskipun dirinya masih takut pada ekspresi menyeramkan Gabriel tadi. “Kau tidak ingin keluar dari sini?” ketus pria itu membuat Skylar mengerucutkan bibirnya dengan kaki menghentak kecil, kesal dengan sikap dingin pria itu. Diam – diam Gabriel meliriknya dan menahan senyum simpulnya hingga hanya terdapat sedikit guratan disudut matanya. “Dasar om dingin, harusnya om berkata: maaf telah menabrakmu hingga membuatmu terluka. Terlebih dahulu sebelum menyuruhku pergi.” Protes gadis itu, masih menuntut permintaan maaf dari Gabriel. “Tapi yang bersalah disini adalah kau, bukan aku bocah.” Ejek Gabriel seketika membuat Skylar menolehkan wajahnya secepat kilat. Menatap Gabriel dengan mata melotot dan bibir cemberut yang bukannya terlihat menyeramkan, tapi hal itu justru membuatnya makin menggemaskan. “Aku bukan bocah dan aku sudah dewasa om! Bahkan sebentar lagi aku akan lulus sekolah! Jadi jangan memanggilku bocah!” protes Skylar dengan berapi – api. Gabriel menyeringai, batinnya yang selicik iblis bersorak kala Skylar termakan dengan pancingannya. “Benarkah? Mana buktinya jika kau sudah dewasa? Mana mungkin aku bisa percaya begitu saja jika kau bukan bocah.” Remeh pria itu sekali lagi, yang seketika mengobarkan jiwa tak terima Skylar. “Baik! Aku akan buktikan pada om kalau aku sudah dewasa.” Skylar menaikkan dagunya angkuh, dan Gabriel terkekeh kecil meliriknya. “Buktikan dengan caraku? Maka aku akan mempercayainya dengan mudah jika kau menurutiku.” gadis itu nampak berfikir sejenak, kemudian mengangguk setuju setelah mempertimbangkan. “Lepas safety belt mu, lalu duduklah menyamping, menghadap kearahku.” Perintah Gabriel yang diikuti oleh Skylar tanpa ada penolakan sedikitpun. Gadis itu dengan polos menyerempet bodohnya mengikuti perintah pria asing yang baru ditemuinya sekitar 30 menit lalu. Kemudian tanpa diduga – duga oleh otak polosnya, Gabriel secara tiba – tiba dan liar bergerak dari kursi mobil yang semula didudukinya, lalu mengambil posisi mengungkun tubuh mungilnya diantara pintu mobil dan tubuh gagah milik pria itu dengan jarak wajah diantara keduanya yang terlampau dekat. “O-om…” gagap Skylar dengan tangannya yang reflek menahan d**a bidang Gabriel untuk tidak berusaha semakin dekat kearahnya, meskipun terasa begitu sia – sia karena tak menghasilkan pergerakan sedikitpun. “Kenapa? Kau sudah setuju untuk membuktikannya dengan caraku kan? Sekarang mari lakukan langkah pembuktiannya.” To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD