Chapter 3

1174 Words
“O-om…” gagap Skylar dengan tangannya yang reflek menahan d**a bidang Gabriel untuk tidak berusaha semakin dekat kearahnya, meskipun terasa begitu sia – sia karena tak menghasilkan pergerakan sedikitpun. “Kenapa? Kau sudah setuju untuk membuktikannya dengan caraku kan? Sekarang mari lakukan langkah pembuktiannya.” Gabriel menyeringai sejenak, kemudian tanpa aba – aba apapun,  bibirnya dengan secepat kilat mendarat di atas ranum Skylar, melumatnya dengan ganas. Dan skylar… gadis itu sama sekali tak memiliki pengalaman mengenai hal sejenis ini. “Eumhh” lenguhnya dengan mata terpejam erat, tak berani menatap mata Gabriel yang menatapnya buas. Tangannya memukul – mukul kecil d**a bidang itu, namun sama sekali tak menyurutkan Gabriel untuk melanjutkan kegiatannya melumat bibir mungil dan manis  itu. Tubuhnya melemas seketika, lehernya meremang, tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. “Anghh…” Skylar meremas kemeja bagian depan Gabriel, ketika merasakan tangan panas pria itu meremas pahanya, kemudian disusul dengan lidah lihainya yang menelusup dalam celah bibir Skylar, kemudian menggoda seluruh bagian dalam rongga mulutnya. Tak lupa dengan satu tangan Gabriel lainnya yang  menahan tangan Skylar kesamping. Dadanya benar – benar sesak sekarang, karena pria itu sama sekali tak memberinya waktu untuk bernafas dengan baik, hingga membuat amatiran sepertinya kehabisan nafas seperti saat ini. “Mmphh” tangan gadis itu berusaha memukul – mukul d**a bidang Gabriel sekeras yang ia bisa, kepalanya sudah berkunang – kunang karena kekurangan oksigen, dan ia tak mau pingsan dihadapan om – om asing yang telah seenaknya menginvasi mulutnya ini. Bisa habis dia jika pingsan dihadapannya, dalam keadaan dirinya sadar saja dibuat seperti ini, apalagi jika dirinya pingsan ditempat. “Lepp-ashhhh!” dan dengan itu, Gabriel pun dengan terpaksa melepaskan bibir yang baru saja telah diklaim-nya menjadi sumber candu baginya. Bibir gadis itu terasa lebih nikmat daripada wine termahal di dunia sekalipun yang pernah dicobanya. “Hahh… hahh..” Skylar terengah – engah, meraup oksigen dengan rakus kala bibirnya telah lepas dari kuasa pria itu. Jari tangannya saling meremat, dadanya bergerak naik turun ketika dirinya masih asyik terengah – engah, tanpa menyadari Gabriel yang mengumpat lirih melihat bibir manis yang kini terlihat membengkak itu justru terbuka kecil untuk meraup oksigen serakus – rakusnya. Ah, bibir mungil yang terlihat terbuka kecil itu nampaknya begitu pas jika digunakan untuk memuaskan kejantanannya dibawah sana yang mulai bergerak hanya karena mencicipi ranum gadis itu, pikirnya begitu nista mengabaikan fakta bahwa keduanya sama – sama saling tak mengenal, hanya tanpa sengaja saling terlibat tragedi saling menubruk sekitar puluhan menit lalu. Pengalaman berciuman untuk pertama kali dengan orang asinglah yang merebutnya benar – benar tak pernah terlintas dalam otaknya. Pikirnya Dylan, kekasihnya itulah yang kelak akan menjadi  pria pertama yang akan merebut ciuman pertamanya ketika ia sudah dewasa dan merasa siap, tapi ternyata, justru pria asing didepannya ini yang mendapatkannya. Batinnya berontak menyesali hal itu, sialan sekali pria dihadapannya itu. Tanpa membuang waktu lagi yang mungkin saja dapat membahayakan keselamatan jiwa dan raganya, Skylar membuka pintu mobil mewah itu, kemudian keluar secepat yang ia bisa tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Dirinya masih terlalu shock. Jantungnya bertalu begitu keras hingga membuatnya mengernyit heran kala dirinya telah sampai dikamarnya. “Dasar om – om m***m! Bagaimana bisa dia menciumku begitu saja! bahkan selama ini aku selalu melarang Dylan supaya tidak mencium bibirku karena aku belum siap!” pekiknya dengan suara yang dikecilkan, ia tak mau ibunya yang tadi berada didapur ketika dirinya sampai mendengar fakta memalukan ini. Semantara diluar rumahnya, Gabriel masih setia menyeringai tampan. Pria itu menatap pintu rumah dimana Skylar menghilang dari pandangan matanya beberapa detik lalu. “Kau telah  menjadi milikku mulai detik ketika aku melumat bibirmu tadi. Dan mari lihat sejauh apa kerja kerasku untuk mendapatkanmu seutuhnya little girl.” - “Namanya Skylar Brown, usianya 18 tahun 18 Oktober nanti, tinggi badan 164 Cm dengan berat 49 Kg. Ayahnya sudah meninggal ketika usianya masih 15 tahun, sehingga dia hanya tinggal bersama ibunya saja. Dia bekerja paruh waktu disebuah café milik sepupunya, dan Skylar juga merupakan gadis yang sangat populer disekolahnya.” Sosok pria yang membacakan informasi tersebut berdiri didepan sebuah meja dengan sosok yang duduk pongah diatas kursi dibelakang meja tersebut. Tangannya menutup sebuah ordner hitam dengan ukuran besar ditangannya. Pria yang tengah duduk dikursi kebesarannya tersebut mengangguk – anggukkan kepalanya, tangannya terulur, meminta berkas berisi laporan mengenai Skylar, sosok gadis yang mencuri atensinya baru – baru ini. Gabriel, pria yang baru saja kita bicarakan itu menyeringai ketika matanya menemukan foto – foto Skylar dilembar laporan yang diserahkan oleh orang suruhannya tersebut. Foto ketika Skylar akan berangkat kesekolah, foto ketika gadis itu bekerja di café, dan masih banyak lagi. Namun tiba – tiba keningnya mengernyit tidak suka kala matanya menangkap sebuah foto disana, foto gadis kecil yang menarik atensinya itu yang tengah berada dalam rangkulan tangan pria lain yang terlihat mengenakan seragam sekolah dengan motif seragam yang sama dengan milik Skylar. “Siapa dia?” tanya Gabriel pada orang suruhannya dengan nada ketusnya. “Dari informasi yang saya dapat, pria itu bernama Dylan Blair tuan. Dan mereka telah menjalin hubungan sejak 5 bulan lalu sebagai sepasang kekasih.” Gabriel tak dapat menahan rahangnya yang mengeras ketika mendengar informasi baru itu. Seseorang telah menjadi kekasih gadis yang diincarnya tersebut? Itu bukan masalah yang sulit bagi pria sepertinya sejujurnya, tapi rasa kesal tentu saja muncul dalam benaknya mendengar fakta itu. “Baiklah, kau boleh pergi sekarang. Aku akan menghubungimu untuk tugas selanjutnya.” Perintah Gabriel yang membuat pria didepannya itu membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda hormat sebelum beranjak pergi, keluar dari ruangan tuannya itu. “Mari buat dirimu berpisah dari kekasihmu itu sayang.” - “Jadi kau tanpa sengaja bertubrukkan dengan seorang pria kemarin saat aku masih berada dikedai es krim?” Dylan Blair, kekasih dari Skylar itu menanyai gadis itu saat keduanya makan siang bersama dikantin sekolah. Sebenarnya Skylar sudah menjelaskannya semalam ketika Dylan dengan paniknya berkali – kali menelfonnya, dan gadis itu yang baru saja sadar bahwa dia telah meninggalkan kekasihnya yang tadi tengah memesankan es krim untuknya. “Ya, dan aku lupa bahwa kau masih di kedai es krim karena aku telah menangis setelah dijatuhkan untuk kedua kalinya oleh om jahat itu. Kau tau sendirikan jika menangis pasti membuatku melupakan segalanya yang penting? Lalu setelah itu, om galak itu mengantarkanku pulang.” Jelas Skylar lagi, tentu saja memotong bagian ketika dirinya dengan begitu lemah dapat dilecehkan oleh om – om m***m itu. Mengingatnya sekilas saja membuatnya mengerucut kesal dengan hidungnya mengerut lucu. “Aku khawatir setengah mati ketika tak menemukan kau diseluruh sudut taman yang ku kelilingi. Kufikir kau marah padaku dan meninggalkanku begitu saja karena aku terlalu lama mengantri dikedai es krim.” Skylar terkekeh kecil, kemudian menyentil hidung mancung kekasihnya. “Mana mungkin aku marah semudah itu.” Gadis itu tersenyum manis, membuat pria disampingnya itu menarik pipinya gemas, menghasilkan pekikan tak terima dari kekasihnya. “Nanti aku harus latihan futsal sepulang sekolah jadi tidak bisa mengantarmu pulang, kau tak masalah kan?” tanya pria itu yang dijawab anggukan enteng oleh Skylar. “Tak apa, aku bisa pulang sendiri.” To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD