Pagi ini acara akad akan segera dimulai. Satria, Ita, dan Arya sudah datang sejak kemarin untuk mengurus kepindahan Ayla dan Ibunya ke Malang. Dan kemudian mengurus segala pernikahan seperti penghulu, saksi, pak RT, tamu undangan, dan lain-lain.
Saat ini Ayla telah siap dengan kebaya putih dengan polesan make up yang menambah kecantikannya. Ibunya tidak dapat hadir hari ini, karena tadi malam beliau baru saja sadar. Ayla sudah menelfon Ibunya untuk meminta maaf karena tidak mengatakan apapun padanya. Dan Ayla juga meminta doa sang ibu agar nanti di berikan kelancaran.
Ibu nya hanya bisa tersenyum dan mendoakan yang terbaik untuk Ayla dan Satria. Dilain sisi, Maya sangat senang karena anaknya akan menikah dengan pria tampan dan juga mapan, tanpa tahu jika anaknya itu akan dijadikan istri kedua.
"Dek keluar yuk, udah ditungguin." lamunan Ayla buyar mendengar suara Ita.
Ita dengan bibir yang terus tersenyum menuntun Ayla untuk duduk di samping Satria. Sang wali dari Ayla mulai menjabat tangan Satria. Wali Ayla yang tak lain adalah keponakan Ayla yang berusia 20 tahunan. Pria itu dipaksa Satria untuk pulang ke Indonesia demi menjadi wali dari Ayla.
Dengan lantang, tegas, dan lancar Satria mengucapkan ijab qobul. Hingga terdengar kata 'Sah' dari para saksi. Penghulu mulai membimbing doa untuk pasangan suami istri di depannya itu.
Mereka saling menyematkan cincin di jari pasangan mereka. Ayla menyalami punggung tangan pria yang sudah sah menjadi suaminya beberapa menit lalu. Satria pun mengecup lembut kening Ayla, ia tak menyangka akan ada hari ini, hari dimana ia menikahi perempuan lain.
****
"Mas sudah makan? Mau aku ambilkan?" tanya Ayla pada Satria yang sedang duduk di sofa ruang tengah menikmati sajian berita di televisi.
Rumah Satria ini hanya 1 lantai. Mereka saat ini juga hanya berdua, tamu undangan sudah pulang sedari tadi. Keponakan Ayla juga memutuskan untuk langsung kembali ke Malaysia selesai acara.
Begitu pun dengan Ita dan Arya, mereka memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Katanya mereka tak ingin mengganggu Satria dan Ayla. Terlebih lagi Ita sudah berpesan untuk membuatkan nya seorang cucu.
"Belum," Ayla segera bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan.
Tak berselang lama pun, Ayla kembali untuk mengatakan pada Satria jika makan nya sudah siap. Satria hanya mengangguk dan langsung ke arah dapur.
****
Saat ini mereka sudah ada di dalam kamar berbaring di ranjang king size, kamar yang 2 hari lalu sudah di tiduri oleh Ayla. Posisi Ayla memunggungi Satria. Sedangkan, Satria sedang duduk bersandar pada kepala ranjang. Mereka sama-sama tengah memainkan ponsel.
"Dek," jantung Ayla berdegup kencang mendengar panggilan Satria padanya.
Perlahan tapi pasti Ayla membalikkan tubuhnya, mencari posisi duduk dengan posisi bersandar kepala ranjang dan menatap suaminya.
Merasa sudah pas dengan posisi istrinya, Satria menyodorkan ponsel miliknya, "Masukan nomor kamu,"
Tanpa banyak kata, tangan Ayla meraih ponsel itu dan mengetikkan digit nomor. Selesai dengan tugasnya, Ayla menyerah kembali benda pipih itu pada sang empu.
Setelah menerima ponsel nya kembali, Satria mengambil dompet yang ada di nakas samping ranjang.
"Ini atm dan buku tabungan nya, kamu pegang. Ini sudah menjadi milik kamu, gunakan sesuai kebutuhan kamu," ucap Satria sambil menyerahkan atm dan buku tabungan.
"Buat aku? Terus Mas sama istri nya Mas?"
"Istri Mas? Kamu juga kan istri Mas." ada sedikit nada menggoda dalam kalimat itu.
"Eh? Ma-maksudnya Mbak-. Ehm.. istri pertama nya, Mas." Ayla yang tak mengetahui nama Salsa pun merasa kebingungan.
"Namanya Salsa, dek. Salsa sudah Mas beri sendiri. Mas juga punya, dan ini untuk kebutuhan kamu. Paham?"
Ayla hanya bisa mengangguk.
Hening.
Tak ada lagi percakapan diantara keduanya, Ayla diam menundukkan kepala, tak berani menatap manik mata sang suami. Sedangkan, Satria sudah mendekatkan wajahnya ke Ayla, wajah istrinya ternyata sangat cantik, tanpa make up saja sudah sangat cantik. Bibirnya tersenyum kecil, betapa beruntungnya dirinya saat ini, mendapatkan istri yang lemah lembut, cantik, dan pemalu.
Wangi. Hal itu yang Satria cium saat wajahnya sudah dekat pada rambut Ayla. Bibir Satria mengecup lembut kening istrinya, sangat-sangat lembut. Ayla tersentak kaget merasakan kecupan lembut itu. Mata mereka terpejam menikmati kegiatan saat ini.
Perlahan tapi pasti, Satria membaringkan pelan tubuh Ayla. Mengambil kartu atm dan buku tabungan yang digenggam erat oleh Ayla dan meletakkan di nakas.
Mata mereka saling mengadu, "Boleh?" suara Satria terdengar serak. Padahal Satria hanya mencium kening Ayla, tapi pria itu sudah sangat terangsang.
Ayla mengangguk.
Mata Satria mulai menatap bibir ranum sang istri, wajahnya lama-lama mendekat mecium bibir menggoda itu. Ciuman itu menjadi lumatan lembut.
Tangan Satria juga tak tinggal diam, dia menyentuh setiap inchi tubuh istrinya dengan gerakan menggoda. Sentuhan yang mampu membuat Ayla mendesah dan mengerang.
Satria menyikap piyama pink Ayla ke atas, meremas lembut benda kembar nan kenyal yang masih tertutup bra.
"Eungghhh..." lumatan mereka sedikit terlepas karena erangan Ayla.
Dengan gerakan cepat, Satria melepas semua pakaian yang melekat pada tubuh Ayla. Satria menatap memuja pada tubuh cantik sang istri.
Sedangkan Ayla sangat malu dan mencoba menutup bagian tubuhnya. Wajahnya bahkan sudah memerah.
"Kenapa ditutup, hm?"
"Malu, Mas."
Satria tersenyum kecil melihat istrinya yang salah tingkah, ternyata Ayla dan Salsa sangat berbeda ketika sudah di ranjang. Pria itu membiarkan istrinya menutupi tubuhnya, karena ia sendiri saat ini tengah berusaha melepas pakaian nya sendiri.
Pria itu sangat tak sabar untuk segera menyatukan miliknya pada milik sang istri. Tapi sebelum itu, ia harus memberikan pemanasan pada sang istri kecilnya. Satria kemudian membuka baju yang ia gunakan.
Terlihat celana dalam milik pria itu menggembung tak mampu menahan besarnya kejantanan Satria yang sudah menegang. Satria pun segera membuka celana dalam yang sangat menyesakkan, dan mencuat lah kejantanan panjang itu.
Ayla yang melihat panjang nya milik Satria menjadi malu sendiri.
Satria mulai merangkak menaiki ranjang. Kemudian tangan kekar nya membuka lebar paha Ayla, pelan-pelan ia menyingkirkan tangan yang menutupi bagian itu. Satria mulai mejelajahi kembali tubuh sang istri.
Satria mulai menghisap benda kembar kenyal dan sesekali memelintir nya.
"Eungghh..." Ayla menggigit bibir bawahnya agar desahan tak keluar. Ia malu pada Satria jika harus mengeluarkan suara-suara desahan.
"Jangan ditahan," pinta Satria dengan mata yang telah menggelap.
Lidah Satria kembali menjilati puting istrinya yang sudah tegang. Pria itu seskali menggoda puting itu dengan sentuhan-sentuhan kecilnya.
"Ahhhh.. Mashhh.. Eungghh.." Ayla mengginjal tak kuat dengan godaan yang dilakukan suaminya. Tangannya mulai meremas pelan rambut tebal sang suami.
Kadang juga sesekali Satria meraup kedua benda kenyal itu bergantian.
"Boleh Mas masukan sekarang, Dek?" tanya Satria dengan suara serak, mata sayu, dan nafas yang sudah memburu, seperti sudah tak mampu lagi menahan gejolak yang ada dalam dirinya.
Ayla mengangguk, "Pelan-pelan ya, Mas."
Satria mulai memajukan badannya, memposisikan badannya tepat diantara kedua paha yang telah terbuka lebar menampilkan milik istrinya yang memerah merkah dan dihiasi bulu-bulu halus disekitar nya.
Pria itu mengurut-urut kejantanan yang sudah sakit menahan gejolak.
Drrrttt... Drrrttt...
"Ck!" decak Satria sebal. Pria itu sudah tak bisa lagi menahan nafsu yang ada di dalam dirinya, namun kenapa ada saja gangguan.
Ingin sekali ia mengabaikan telefon itu. Namun, Ayla melarang, "Diangkat dulu aja, Mas. Siapa tahu penting, Adek tunggu."
Dengan tatapan sayu nya, Satria mengangguk. Ia mulai berpindah di sisi samping Ayla dan mengambil ponsel yang ada di atas nakas.
"Halo... Assalamualaikum..."
"___"
"Iya, dengan saya sendiri,"
"___"
Tubuh Satria menegang, cepat-cepat ia menarik ponsel yang menempel di telinganya, dan melihat siapa penelfon nya.
"___"
Tut... Tut... Tut...
Satria tiba-tiba memutuskan panggilan tersebut secara sepihak.
Pria itu bangkit dari ranjang dengan tubuh yang masih polos dan kemudian berjalan ke arah lemari mengambil celana dalam, kaos polo hitam, dan celana levis hitam.
Ayla yang menatap itu pun bingung, ingin sekali ia bertanya apa yang terjadi namun ia urungkan. Ia lebih memilih memakai kembali piyama pink yang sudah tergeletak di lantai.
"Ada apa, Mas?" tanya Ayla setelah selesai berpakaian.
"Mas harus ke Surabaya sekarang, Dek."
Tanpa mendengar jawaban dari Ayla, Satria keluar kamar begitu saja. Dengan membawa dompet, hp, serta kunci mobil.
****