Tiga

1220 Words
Satu jam kemudian Lara sudah kembali ke Prima Tex bersama Adrian dalam gendongannya. Bocah itu sepertinya kecapekan setelah berenang. Untunglah adik Mariska menghubungi Mariska setelah mereka selesai berenang. Jadi kegiatan mereka tak terpotong sedikitpun. Begitu mencapai pantry Lara meraih dua buah kursi untuk disatukan kemudian meletakkan Adrian di atasnya setelah sebelumnya menaruh bantal karakter yang selalu Lara siapkan di dalam salah satu laci di pantry. Setelah memastikan Adrian cukup nyaman Larapun meninggalkan pantry menuju aula. Sepertinya Lara sudah sangat terlambat untuk mengikuti seluruh rangkaian acara, tapi itu tak masalah. Tidak akan ada seorangpun yang akan mengetahuinya. Begitu menginjakkan kaki di aula, suasana sudah sedemikian riuh. Sebagian orang sedang menikmati makanan di piring mereka masing-masing, bahkan beberapa orang sudah meninggalkan tempat itu. Hah... Ternyata Lara memang tak mungkin bisa menyaksikan acara serah terima itu berlangsung. Terpaksa ia pun segera melangkah menuju meja panjang yang berisi berbagai macam makanan. Diambilnya dua buah piring yang kemudian  segera diisi dengan beraneka hidangan di depannya. Adrian pasti akan menyukainya saat dia bangun nanti. "Mbak Lara!" sebuah teriakan mengalihkan tatapan Lara dari piring di depannya yang sudah terisi. Shinta. Akhirnya gadis itu muncul juga. "Mbak ngirim pesan ke kamu tapi dari tadi nggak kamu balas." Shinta hanya menyeringai, "Maaf mbak tadi aku tuh penasaran banget sama bapak baru kita. Terus akhirnya aku muter-muter deh cari posisi strategis buat mantau itu orang dari dekat he he he... Maaf ya," Shinta mengangkat jari tengah dan telunjuknya. "Ya udah nggak apa, eh kamu sudah makan?" Shinta menjawab dengan anggukan. Lara pun mendesah pasrah. Akhirnya dia akan makan sendirian. "Sini aku temanin, mbak. Adrian udah di ambilin kan?" "Nih," Lara mengangkat satu buah piring di tangannya. "Ayo, mbak makan aja, nggak usah terburu-buru. Makanannya Adrian ntar biar aku bantu bawa." Lara hanya mengangguk kemudian mencari tempat duduk untuk menikmati makanannya. Lara adalah orang yang praktis dan efisien, dia tak akan pernah mau membuang-buang waktu untuk hal yang tak berguna. Setelah menyelesaikan makannya dan tak lupa melahap puding yang diambilkan Shinta untuknya, dia pun segera beranjak meninggalkan aula. Lara khawatir jika Adrian terbangun dan kebingungan mencarinya. Di depannya, Shinta sudah membawa piring berisi makanan dan puding untuk Adrian. Sedangkan Lara membawa beberapa buah potong. Lara tersenyum sendu. Semua orang di tempat ini tak seorangpun yang tak menyanyangi Adrian. Hal yang tak pernah dia dapatkan dari keluarganya sendiri. Tidak apa-apa, Lara berusaha menguatkan hatinya. Kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya lebih dari cukup untuk Adrian. *** Lima belas menit setelah Lara dan Shinta tiba di pantry, Adrian pun terbangun. Melihat makanan yang tersaji di hadapannya, Adrian seketika melonjak kegirangan. Lara hanya mampu mengelus d**a. Adrian memang jarang merasakan hidangan istimewa. Lara memang harus pintar-pintar mengatur keuangannya. Jangan sampai hanya karena ingin menikmati hidangan lezat setiap hari akhinya kebutuhan yang lebih penting terabaikan. Yah meskipun begitu Lara tetap berusaha menyajikan hidangan yang terbaik untuk Adrian sesuai dengan kapasitas keuangan yang di milikinya. Setelah mencuci mukanya, Adrian pun makan dengan lahap. Senyum pun tak pernah luntur dari bibirnya. "Bunda, enak banget makanannya. Besok-besok kalau Adrian ke sini lagi, Adrian mau makan ini lagi ya," Adrian berucap dengan mulut penuhnya. "Kalau mau berbicara setelah makanannya habis ya," Lara terkikik geli melihat Adrian yang mengerucutkan mulutnya mendengar jawaban Lara. "Iya. Kalau ada acara lagi ya. Sekarang ayo cepat makannya. Habis ini nanti kita pulang." *** Setelah membereskan makanan Adrian, Lara pun segera beranjak meninggalkan pantry. Sebelum meninggalkan kantor tak lupa ia melekatkan ibu jarinya pada mesin pemindai finger print untuk mengisi daftar hadir. Begitu mencapai pintu samping kantor, Lara yang menggandeng tangan Adrian berbelok menuju kantin perusahaan. Ya, setiap jam kantor usai Lara selalu mampir ke kantin untuk mengambil kotak kue yang dititipkannya sejak pagi hari. Saat itu juga Lara biasanya mendapatkan uang hasil penjualan kue-kuenya dari bu Rahma, pemilik kantin perusahaan. Lara bersyukur selama ini kuenya tak pernah sekalipun tersisa. Selalu membuat kue yang berbeda secara berkala, itulah penyebabnya kenapa kue-kue Lara selalu diminati. Konsumen tak akan pernah bosan dengan kue yang itu-itu saja setiap hari. Bahkan beberapa rekan kerjanya malah meminta Lara untuk selalu memposting foto kue-kuenya di grub chat kantor apabila Lara mengganti jenis kue yang dia titipkan di kantin. "Ra, tadi Mbak Vely kesini. Bilang mulai besok setiap pagi bapak yang baru, itu tuh yang putranya Pak Danu minta disediakan kue." pasti direktur yang baru, pikir Lara. "Nah terus Mbak Vely kasih saran ke orangnya, mending kue dari kantin saja. Meskipun sederhana tapi enak. Alhamdulillah orangnya mau, jadi mulai besok ibu minta kamu saja yang sekalian bawa ke dalam ya? Kan kamu juga yang nyediain minumnya. Katanya Mbak Vely sih, kalau pagi orangnya tidak biasa sarapan. Makanya minta disediain kue," lanjut bu Rahma panjang lebar. Lara hanya tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. "Kalau itu sih saya pasti siap bu, kan memang sudah tugas saya." "Syukur deh kalau begitu, nggak usah banyak-banyak kok, Ra. Cukup dua atau tiga buah saja. Kamu ambilin dari kue bawaan kamu saja." bu Rahma menambahkan. "Iya bu." "Ini nih buat Adrian, nanti bisa buat makan malam," lanjut bu Rahma sambil mengulurkan sebuah kantung plastik yang terlihat berat. "Apa ini, bu? Jangan repot-repot, ibu sudah terlalu sering ngasih saya." Lara tak lantas menerima kantung plastik itu. Ada rasa sungkan di dadanya karena terlalu sering menerima kebaikan dari orang lain, sedangkan dia tak mungkin bisa membalasnya. "Sudah, nggak usah terlalu banyak mikir, Ra. Ini ambil, kasihan tuh Adrian sudah capek nunggu," Ucap bu Rahma sambil menunjuk Adrian yang duduk di kursi dekat pintu masuk kantin. Lara pun akhirnya menerima pemberian bu Rahma. "Terima kasih banyak ya, bu. Saya nggak tahu kapan bisa balas kebaikan ibu. Semoga ibu mendapatkan rejeki yang lebih berkah lagi," ucap Lara pelan. "Aamiin... Ya udah sana kasihan Adriannya takut capek." Lara pun mengangguk kemudian berpamitan. Dari aroma yang Lara cium, sepertinya bu Rahma memberinya soto ayam. Soto yang selalu bisa membuat Adrian ingin menambah porsi makannya berulang kali. Mereka berdua akhirnya menyeberangi halaman parkir perusahaan yang cukup luas.  Untunglah banyak pepohonan tinggi yang teduh menaungi mereka. Jadi teriknya matahari tak terlalu terasa. Begitu mencapai pintu gerbang perusahaan, seperti biasa, Lara selalu menyapa dua orang petugas keamanan yang sedang berjaga di sana. Terkadang jika hari hujan merekalah yang membantu Lara untuk memberhentikan angkutan umum di jalan sementara Lara berteduh di pos keamanan. Terlalu banyak hal yang membuat Lara begitu mencintai tempat ia bekerja. Terlalu banyak orang yang peduli padanya yang membuatnya tak pernah sekalipun terbesit di pikirannya untuk pulang dan kembali ke keluarganya. Keluarga yang tak pernah menginginkannya lagi. Sesaat setelah berdiri di tepi jalan, sebuah angkutan umum yang masih terlihat lengang mendekat. Segera Lara mengayunkan tangannya untuk menghentikannya. Dengan sigap Lara membantu Adrian menaiki angkutan itu kemudian berlalu dari depan perusahaan. Tanpa Lara sadari sepasang mata kelam sedari tadi mengawasi mereka berdua dari salah satu ruangan di kantor perusahaan tekstil itu di lantai dua. Letak ruangan yang strategis memudahkan siapa saja yang berada di ruangan itu memantau ke penjuru perusahaan termasuk area pabrik yang terletak di bagian belakang kantor juga halaman parkir depan perusahaan yang cukup luas. Ada rasa tak yakin dengan pengalihatannya. Ia berharap sosok yang ia lihat bukanlah orang yang sama seperti yang ia pikirkan. Amarah dan  kerinduan juga  tampak di matanya. Begitu angkutan yang dinaiki Lara dan Adrian berlalu, ia pun juga berlalu meninggalkan jendela yang entah kenapa siang ini begitu ingin ia buka untuk menikmati udara segar dari luar tanpa adanya pendingin udara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD