Dua

1569 Words
Lima menit yang lalu Adrian dijemput Vino dan kedua orang tuanya-- Mariska dan Revan--dengan mengendarai mobil mereka. Lara tak perlu merasa khawatir dengan pengawasan Adrian, Mariska dan Revan cukup bisa diandalkan dalam hal itu. Mereka berdua sudah seperti orang tua bagi Adrian. Dilihatnya jam di dinding yang catnya telah memudar. Sudah saatnya Lara berangkat bekerja. Dia tidak mau harus berebut naik angkutan yang selalu penuh penumpang, makanya dia harus berangkat lebih awal agar leluasa memilih angkutan mana yang lebih longgar. Setelah memasukkan dua buah kotak kue ke dalam kantung plastik besar, Lara pun mengambil tasnya dan segera berderap menuju pintu rumah kontrakannnya. Hari ini ia mengurangi jumlah kue yang ia titipkan di kantin, acara serah terima nanti siang pasti menyajikan banyak hidangan. Bisa dipastikan jumlah penikmat kue Lara akan berkurang. Setelah memeriksa pintu rumah dan pagar agar terkunci sempurna, Larapun segera berlalu meninggalkan rumahnya menyusuri gang sempit yang hanya mampu di lewati dua buah sepeda motor saat bersalipan. Di depan gang masuk rumahnya, di sanalah Lara biasa menunggu angkutan umum yang siap membawanya ke Prima Tex, tempat ia bekerja. Tak sampai tiga puluh menit Lara sudah sampai di kantor. Pantry adalah tempat yang dia datangi untuk pertama kalinya setelah menitipkan kue buatannya di kantin perusahaan. Hari ini--sesuai apa yang di perintahkan Vely padanya kemarin--adalah hari pesta penyambutan direktur yang baru. Dari cerita yang Lara dengar, pengganti Pak Danu--direktur yang lama--adalah putranya sendiri yang awalnya bertugas di Medan. Pak Danu sendiri akan pensiun dan menikmati masa tuanya. Yah, Orang tua baik hati itu akhirnya akan pergi dari kantor ini. Sudah banyak kebaikan yang Lara dapatkan dari pria paruh baya itu. Karena beliaulah Lara bisa bekerja di perusahaan ini. Saat itu, dua tahun yang lalu, ketika Lara kebingungan seorang diri di rumah sakit karena Adrian yang terserang demam berdarah. Pria tua itu dengan baik hati menawarkan bantuan dengan meminjami Lara uang. Saat itu bukannya Lara tidak mempunyai uang, tetapi dia kebetulan tidak membawa dompet karena terburu-buru saat Mariska menghubunginya dan mengatakan membawa Adrian ke rumah sakit karena demam tinggi. Seketika Lara menyusul dengan diantar oleh salah satu tetangga. Begitu Lara sampai di rumah sakit dan Adrian telah tertangani. Semua orang pun kembali pulang tanpa menyadari jika Lara tak membawa uang maupun ponselnya. Jadi begitu Lara akan membeli keperluan Adrian juga makan untuk dirinya, Lara pun kebingungan. Saat Lara akan meminjam ponsel di ruang perawat, saat itulah pak Danu yang kebetulan berniat menanyakan ruang inap salah satu karyawannya yang dirawat di sana mendengar kalimat Lara dan memberikan bantuan untuk Lara. Sejak itulah mereka saling mengenal dan akhirnya pak Danu menawarkan pekerjaan di perusahaannya. Lara yang hanya tamatan Sekolah Menengah Atas sayangnya tidak bisa mendapatkan posisi yang bagus di perusahaan. Yah meskipun Lara pernah belajar di perguruan tinggi tapi karena masalah yang dihadapinya akhirnya dia memutuskan berhenti kuliah saat itu. Akhirnya hanya posisi sebagai office girl lah yang bisa ia dapatkan. "Ayo Mbak Lara, sudah ditunggu di Aula." Lara tersadar dari lamunannya. Segera di ikutinya langkah Shinta, rekan kerjanya menuju aula. Begitu menginjakkan kaki di aula, Lara mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ruangan yang biasanya sunyi itu sudah ramai oleh para petugas catering dan juga florist. Tak ketinggalan beberapa OB dan OG juga tampak bersiaga membantu kesibukan di ruangan itu. Sebegitu istimewakah sang direktur baru? Bahkan pak Danu sendiri sampai menyiapkan acara ini besar-besaran. Bagaimana tidak besar-besaran jika seluruh karyawan bahkan mendapatkan jatah libur satu hari di hari kerja seperti saat ini. Semua itu dilakukan untuk menyambut sang pemimpin baru di Prima Tex. Dan jangan lupakan juga catering yang dipersiapkan untuk seluruh karyawan di perusahaan tekstil ini yang jumlahnya tidak sedikit. Yah, tetap kembali ke siapa sang pemilik perusahaan, uang sebesar itu tak akan ada artinya bagi mereka yang berkantong tebal. Apa lagi jika memang sengaja diniatkan untuk beramal. "Shin, nggak nyangka banget ya, kok acaranya bisa sampai kayak gini. Aku pikir cuma sekedar serah terima jabatan yang hanya melibatkan orang-orang atas saja. Para kacung seperti kita tak akan terlibat. Tapi aku salah ternyata." Lara berjalan ke tengah ruangan tanpa tahu harus mengerjakan apa. Memang apa lagi yang harus dikerjakan. Semuanya sudah di tangani oleh event organizer yang sudah disewa jasanya oleh perusahaan. "Kita diminta untuk stand by aja kok mbak, barangkali mereka butuh bantuan," jawab Shinta sambil menunjuk petugas catering dan florist yang hampir menyelesaikan pekerjaan mereka. "Kita benar-benar dapat jatah libur kalau begini Shin," Lara terkikik geli. "Kapan lagi Mbak, belum tentu ada acara ginian lagi meskipun sepuluh tahun ke depan. Kalaupun ada kita pasti udah jadi manula." Lara akhirnya pun tergelak. "Loh kan betul Mbak. Ntar acara beginian pasti ada kalau cucunya Pak Danu yang gantiin ayahnya yang saat ini baru mau masuk." ya, ucapan Shinta ada benarnya. Setelah anaknya yang menggantikan pak Danu, setelah itu cucunya lah yang akan meneruskan usaha turun temurun mereka. "Eh Mbak. Gosipnya sih anaknya Pak Danu tuh belum nikah, terus cakepnya Mbakkk... Ya ampun... Bikin cewek-cewek marketing yang genitnya innalillah jadi langsung kejang-kejang." seketika Lara kembali terbahak dengan penjelasan Shinta. Polos dan selalu berbicara apa adanya, itulah hal yang di sukai Lara dari shinta. Selain dekat dengan Vely, sang sekretaris direktur. Lara juga bersahabat dekat dengan Shinta, sesama office girl. "Kamu kalau ngomong jangan sembarangan. Bisa kena karma baru tahu rasa." "Ih, Mbak Lara dikasih tau nggak percaya." Shinta hanya memberengut kesal. Sesaat kemudian wajahnya berbinar. Ditariknya tangan Lara. "Mbak, tuh di sana ada Pak Danu. Kita sapa yuk!" Lara hanya menggelengkan kepalanya. "Kita kerja Shin. Kita di suruh membantu di sini. Nggak etis kalau kita malah enak-enakan nyapa Pak Danu. Lagian kita ini siapa?" "Ih, Mbak Lara nggak asyik. Mbak kan dekat sama Pak Danu, Adrian juga. Setidaknya kasih kata-kata perpisahan gitu ntar kan nggak ketemu lagi." Shinta tetap memaksakan kehendaknya. "Emang ngapain kok sampai gak ketemu? Orangnya nggak kemana-mana juga. Cuma nggak kerja di sini lagi. Tapi kan dia pasti akan sering berkunjung kesini. Nggak usah dibuat dramatis deh," Lara mencoba menolak ajakan Shinta. "Baik yang mulia," ucap Shinta pelan sambil membungkukkan punggung selayaknya pelayan yang memberi hormat pada ratunya. "Gila kamu Shin," balas Lara sambil menggelitik tubuh Shinta hingga terbahak karena tak kuat menahan geli. *** Satu jam kemudian acara sudah siap dibuka. Musik pun terdengar memenuhi seluruh ruangan. Di depan sana di kursi deretan terdekat dengan panggung, para petinggi perusahaan sudah duduk mengisi kursi yang sebelumnya kosong. Tak ketinggalan pak Danu--sang direktur yang sebentar lagi akan segera pensiun--dan istrinya sudah berdiri menyalami para tamu penting yang datang. Lara mengedarkan pandangannya. Mencari-cari, kira-kira seperti apa wajah direktur baru, putra dari pak Danu. "Cari siapa Mbak?" tiba-tiba Vely sang sekretaris cantik sudah di sebelahnya. "Oh, kamu Vel. Bikin kaget aja," Vely hanya terkikik. "Direktur barunya yang mana ya, Vel? Kok aku lihat dari tadi di depan tidak ada wajah baru sama sekali," Lara masih mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Vely tersenyum, "Orangnya belum datang, Mbak, mungkin sebentar lagi. Kenapa? Penasaran ya? Tenang aja, orangnya super cakep pake banget kok. Bisa tuh dikecengin." "Kamu ini ngomong apa, Mbak sudah tua, Vel. Nggak ada niat tebar pesona seperti kalian yang masih muda." Lara terkekeh geli. "Lah yang bilang Mbak sudah tua kan cuma Mbak Lara aja. Umur boleh bertambah Mbak tapi tuh wajah Mbak Lara masih tetap kinclong. Nggak kena sentuh salon aja udah mulus gitu. Apa lagi rutin perawatan. Raline Shah lewat." Lara hanya terbahak mendengarkan celotehan Vely. "Mbak cuma pengen tahu, apa putra Pak Danu juga sebaik ayahnya. Itu aja." Vely hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Wah kalau itu sih aku nggak tahu mbak. Aku cuma sekali pernah ketemu waktu menemani Pak Danu meeting. Tapi belum pernah ngobrol sih sama orangnya. Bawaannya serem banget meskipun cakepnya gak bisa dihitung." sekali lagi Lara terbahak. "Eh mbak, aku tinggal dulu ya. Mau ke depan ntar lagi acaranya mau di mulai, takut ada yang cariin." Lara menganggukkan kepalanya pelan. Sedetik kemudian Vely sudah meninggalkannya sendirian. Lara mengedarkan pandangannya. Shinta, di mana anak itu? Lara bergumam sendiri. Tanpa dia, Lara merasa canggung di tempat seramai ini. Tak lama berselang ponsel dalam saku celana Lara bergetar. Segera dirogoh sakunya. Mariska. Pasti Adrian sudah pulang dari berenang. Segera diterimanya panggilan dari Ibu Vino itu. "Ya, Ris? Udah ada di depan ya?" "...." "Oke aku yang akan jemput kesana sekarang." Lara memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku setelah menutup panggilannya. Baru saja Mariska--ibu Vino--menghubunginya karena tidak dapat mengantarkan Adrian yang telah selesai berenang ke tempat kerja Lara. Mendadak wanita itu harus ke rumah sakit bersalin untuk mengantarkan adiknya yang akan melahirkan. Akhirnya Adrian pun diajak turut serta sehingga Lara harus menjemput bocah itu ke rumah sakit. Sekali lagi Lara mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan berharap bisa menemukan seseorang untuk bisa ia minta tolong untuk minta izin. Dilangkah kan kakinya keluar aula sambil tetap mengedarkan pandangan. Sepertinya terpaksa dia hanya bisa meninggalkan pesan kepada Shinta jika ia akan keluar untuk menjemput Adrian. Untunglah begitu Lara melangkahkan kaki keluar pintu pagar perusahaan, sebuah angkutan umum mendekat ke arahnya. Segera diberhentikannya angkutan itu dan menaikinya. Begitu mendapatkan tempat duduk, tanpa sengaja mata Lara terarah ke sebuah sedan hitam yang bergerak memasuki pintu pagar perusahaan. Seketika mata Lara terbelalak. Segera ditutup mulutnya dengan kedua telapak tangan untuk meredam keterkejutannya. Dia di sana, di dalam sedan hitam itu. Lara bisa melihatnya dari kaca jendela mobil yang terbuka. Pria itu, pria yang sudah menorehkan begitu banyak kepedihan dalam hidupnya. Apa yang akan dia lakukan di sini? Apapun itu Lara berharap tak akan pernah sekalipun bertemu dengannya. Ya itulah doa Lara, doa yang Lara sendiri belum yakin ingin mengucapkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD