Benar-Benar Kacau

972 Words
Mentari Mentari Mentari Nama yang terus Arjuna dengar selama beberapa bulan terakhir itu benar-benar membuatnya muak. Juna menganggap Tari tidak bisa memegang janji dan komitmen. Padahal mereka sudah bersepakat untuk mengakhiri perjodohan ini dengan cara mengatakan pada orang tua masing-masing bahwa mereka tidak memiliki ketertarikan satu sama lain. Tapi apa yang Juna dapatkan? Ibunya masih saja berusaha untuk menjodohkan mereka. Usia Juna masih tergolong sangat muda untuk membina rumah tangga, lelaki itu baru menginjak usia dua puluh dua tahun. Rasanya masih belum pantas menjadi kepala keluarga, membina istri. Kalau urusan menafkahi dia pasti mampu, lahir dan bathin tapi untuk yang lain-lainnya Juna masih ragu. "Juna, jangan lupa sore ini ya. Fitting baju bareng Tari." Lagi-lagi Bu Widia mengingatkan. Kini ia tengah berada di rumah Masnya, Wira. Karena mereka baru mendapat anggota keluarga baru, seorang putri cantik bernama Chayra Maheswary. Istrinya Wira, kakak iparnya atau lebih tepatnya perempuan yang pernah di cintainya, baru melahirkan dua minggu ya lalu. "Sekarang, kamu hubungi Tari, tanyain nanti mau dijemput di mana!” titah sang Ibu lagi, wanita itu terlihat sangat antusias dengan pernikahan ini, tanpa tahu si putra bungsunya begitu muak dengan semua ini. "Iya Bu,” sahutnya lalu beranjak pergi, dan siang itu Juna pamit duluan untuk pulang ke rumah. Untung hari ini weekend, jadi dia bisa sedikit bersantai meski sudah terikat jadwal fitting baju sore ini dengan Mentari. Jalanan kota Jakarta saat weekend tergolong sepi, Juna menyusuri jalanan menuju rumah dengan perasaan kalut. Karena dia harus mempersiapkan diri lagi untuk bertemu Mentari sore ini. Dan sudah jam dua siang, dia bahkan belum menghubungi gadis itu seperti yang di perintahkan sang Ibu. Ah bodo amat, yang perlu siapa? Tari kan? Jadi biar dia saja yang menghubunginya. Juna tiba dirumah setelah empat puluh menit kemudian, dia berhenti tepat di gerbang besar kediaman keluargnya, entah mengapa Juna cukup emosi melihat pemandangan di hadapannya. Dan... TIIIIIIINNNNNN Hingga ia menekan klakson mobilnya cukup lama, dan dua insan di hadapan mobilnya langsung menjauh dari gerbang. Maya, anak dari asisten rumah tangga di kediamannya, tengah mengobrol cukup asyik dengan seorang laki-laki yang masih duduk di atas motor. "Lain kali, kalau pacaran jangan di depan rumah orang!!" Seru Juna saat ia sudah membuka kaca jendela mobilnya di sisi kiri. Maya menoleh kepadanya dengan tatapan kesal. Ini orang kenapa sih? "Dek, itu majikan kamu juga?" Tanya Wanda, sepupunya Maya yang usianya empat tahun di atasnya. Wanda memang sering mengunjungi Maya kesini, lantaran Maya sering meminta bantuannya tentang cara pendaftaran kuliahnya. Dan kini semuanya sudah beres. "Iya Mas, maaf ya memang rada songong tuh si Juna." Sahut Maya dengan nada kesal. "Nggak apa-apa, ya udah kamu masuk sana. Mas balik dulu ya." Wanda menyalakan kembali mesin motornya, memakai jaket dan helm. "Iya Mas, makasih banyak ya atas bantuannya selama ini. Ntar Maya traktir deh kalau gajian, okey?" Maya mengacungkan jempolnya. "Iya, awas aja kalau kamu lupa!" Sahut Wanda. "Nggak bakalan, Mas. Oh ya salam untuk Budhe ya!" Maya melambaikan tangan saat Wanda mulai melajukan motornya. Maya masuk ke dalam perkarangan rumah, dan seperti biasa dia selalu lewat halaman belakang yang langsung terhubung ke kamarnya. Maya menenteng tote bagnya lalu melenggang santai. Panasnya sore ini membuat tenggorokannya kering, hingga muncul ide di kepalanya untuk membuat minuman segar nanti setelah sampai di dapur. "Harus cepat, bentar lagi azan ashar." Maya bergumam, dan melangkah masuk melewati pintu dapur. "Dari mana kamu?" Suara bariton milik tuan mudanya terdengar jelas. Oh pantas saja, lelaki itu tengah berdiri di depan kulkas empat pintu sedang memegang botol berisi air mineral dingin. Ya sepertinya si tuan mudanya ini juga kehausan. "Harus saya jawab ya Tuan?" Maya malah balik bertanya. Dengan santainya dia melewati Juna dan juga membuka kulkas untuk mengambil es batu di dalam sana. "Ya menurut kamu kalau ada orang nanya di biarin aja? Nggak ada etika itu namanya." Sahut Juna lalu kembali meneguk air dari botol di genggamannya. "Biasalah, urusan kuliah." Sahut Maya, lalu mengambil bubuk cokelat dari dalam lemari penyimpanan, niatnya mau membuat minuman cokelat dingin sore ini. "Tadi itu siapa? Abang ojol kenapa nggak pake jaket dan helm persatuan?" Maya menelan salivanya kasar, ya ampun sejak kapan ya si tuan muda jadi se kepo ini. "Enak aja Mas Wanda di bilang ojol." Sahutnya kesal, ya tak apa-apa kan sesekali melunjak, sebab Maya merasa urusan pribadinya mulai terusik. Apalagi hanya beberapa minggu lagi Maya tidak lagi bekerja disini, karena ibunya ingin dia fokus kuliah dan ngekos saja. Agar tidak terikat lagi dengan pekerjaan disini. "Oh namanya Wanda? Pacar kamu?" Maya menggeleng, "Kayaknya saya nggak perlu menjawab sejauh itu ya." Maya mulai menambahkan es batu pada minumannya. Bodoh amat dengan tuan muda yang juga haus, malas banget nawarin. Apalagi mengingat tadi kelakuannya semena-mena. Klakson orang sampai bikin kaget mentang-mentang ini rumahnya? Maya sudah mengaduk minumannya, tanpa dicicip dahulu dia yakin sudah cukup enak apalagi sudah di tambahkan s**u kental manis wah bisa di bayangkan rasanya kayak apa. Lalu Maya kembali meletakkan tempat es batu ke dalam kulkas dan Juna meraih gelas berisi cokelat dingin itu, meneguknya sampai setengah. "Ya ampun Tuan, itu kan punya saya!!" Intonasi Maya agak tinggi meski suaranya masih tergolong pelan. Cukup geram dengan Arjuna. "Salah sendiri kenapa nggak nawarin saya mau atau enggak." "Ya salah sendiri kenapa nggak bilang mau." Sahut Maya kesal, sudahlah pasrah saja. Sudah terdengar suara azan ashar juga, dari pada sibuk berdebat soal cokelat dingin yang di curi mending dia sholat biar nggak emosi lagi. "Nih saya balikin," Juna menghadang Maya yang hendak beranjak dari dapur. Jarak mereka memang cukup dekat saat ini. "Nggak usah, minum aja semua, saya ikhlas kok." Sahut Maya. Tubuh Juna yang jangkung membuat Maya sulit bertatapan dengannya. "Juna? Ngapain disini, sama... pembantu?" Sosok Tari muncul tiba-tiba. Tanpa diundang, gadis itu hadir dan langsung ke dapur. Ya memang dia sudah biasa datang ke sini beberapa kali tentu saja Bu Widia yang mengundangnya. Hari ini, benar-benar kacau bagi Arjuna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD