1. Lepaskan!

1187 Words
"Grize, lihat ini!" Anya memperlihatkan layar ponselnya pada seseorang yang duduk di hadapannya. "Ini, maksudku wanita ini. Aku pernah melihatnya bersama Tuan Theo. Cukup dekat dan ... yah, mungkin bisa dibilang romantis." Grize yang awalnya sedang memainkan gadget pun mengalihkan perhatiannya. Dia melihat gambar seorang wanita yang mungkin berusia 27 tahun, terpampang di ponsel Anya. "Maksudmu, dia kekasihnya?" "Siapa yang tahu?" Anya mengangkat bahunya tidak tahu. "Seseorang seperti Theo pasti punya segudang simpanan," lanjutnya. Grize terkekeh. "Benar. Dan kalau bisa jadi salah satu simpanannya mungkin akan terasa luar biasa." Anya menatap Grize tidak suka. "Grize, kau memang tidak waras. Kalau orang lain tahu, mereka mungkin akan melihatmu dengan jijik." Dia menatap Grize dengan serius. "Sebagai teman yang baik, aku hanya bisa memberimu nasihat." "Ssst. Anya, kau ini tidak tahu. Aku bukan bermaksud ingin menjadi simpanannya, tapi pria tua itu yang akhir-akhir ini sengaja mendekatiku. Bagaimana menurutmu?" tanya Grize. "Menurutku?" Anya mencibir, "Kalau aku memberimu masukan juga pasti hanya akan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri." Grize meminum kopinya yang tinggal sedikit. Ada beberapa mata yang mengawasinya, tetapi dia tidak begitu peduli. Kemudian dia merenung sebentar. "Benar juga. Jujur saja, aku juga lelah." "Bullshit! Kau sendiri terlihat sangat menyukainya." Anya mendengkus. "Tidak bisakah kau bersikap tidak peduli pada mereka? Terkadang aku malu memiliki teman sepertimu." Grize menatap Anya serius. "Kau mau aku mencoba tidak peduli, dingin dan acuh tak acuh?" "Yeah." Anya mengangguk. "Ayolah, setidaknya kau harus mencobanya, kan? Tidak perlu Theo tua itu, cukup dengan kau mengabaikan Ken. Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksinya.” Ting! Bunyi pintu kafe berdenting berkali-kali. Di jam makan siang seperti ini, kafe memang selalu ramai. Banyak karyawan kantor yang keluar masuk. "Oke. Aku akan menunjukkannya padamu," ucap Grize. Kemudian dia melirik jam tangannya. "Kau tidak ingin menambah pesanan?” "Kenapa? Kau ingin mentraktirku? Tentu saja aku mau. Dengan senang hati." "Anya, kurasa dompetmu lebih tebal dariku. Ini terbalik jika aku yang memberimu traktiran." Grize memicingkan matanya pada Anya. Wanita itu kadang-kadang begitu menjengkelkan. "Grize, kau tidak bisa berbicara seperti itu. Biar kutebak, pasti sudah ada banyak pria yang memberimu bonus, kan?” "Terserah. Aku akan kembali ke kantor sekarang." Grize mengambil ponselnya dan melenggang pergi. Ketukan hak tingginya terdengar dan membuat banyak orang memerhatikannya lebih detail. "Grizelle! Tagihannya!" Anya berteriak tetapi Grize sudah keluar dari kafe. Akhirnya dia menggerutu, "Jadi aku yang harus bayar? Benar-benar ...." Grize berjalan menuju gedung bertingkat yang ada di seberang jalan. Dia menengok ke kanan dan kiri saat hendak menyeberang. Tangannya menutup dahinya karena sinar mentari yang terlalu menyilaukan. Setelah memastikan tidak ada kendaraan yang lewat, dia pun melangkah lagi. Selalu seperti itu. Jalanan besar sebenarnya membuatnya malas keluar. Jika bukan karena Anya, dia pasti hanya akan mendekam di depan monitor. "Grize, tunggu!" Anya berteriak dari belakang. Grize menghentikan langkahnya dan menoleh. Kemudian menghela napas. Rupanya wanita itu cukup merepotkan juga. Tin! "Grize!" Anya berteriak saat melihat mobil hitam yang meluncur dengan cepat. Tenggorokannya tersekat saat memikirkan kemungkinan yang terjadi. Dia hampir gila saat melihat respons Grize. Bukannya minggir, wanita itu malah berdiri dengan santai. Apa Grize sudah gila?! Grize menyeringai. Mobil hitam yang meluncur itu langsung berhenti mendadak. Sudah dipastikan si pengemudi pasti merasa kesal. Namun, Grize justru merasa tertarik. Tap, tap, tap. Dia melangkah dengan santai untuk mendekati mobil hitam itu. Kaca jendelanya masih tertutup. Tentu saja dia langsung mengetuknya dan ingin segera membuat ulah. Sesaat kemudian kaca jendela itu diturunkan. Seorang pria dewasa menatap lurus ke depan, tidak melirik Grize sekali pun. Hal ini membuat wanita itu merasa tertarik, apalagi karena pria itu memiliki rupa yang sangat tampan dan ... seksi. "Apa otakmu sudah tidak waras?" Pria itu bertanya dengan nada datar dan masih tanpa melihat ke arah Grize. "Bukankah seharusnya aku yang menanyakan hal ini? Kau lihat lampu merah di sana? Bagaimana kau bisa menerobosnya begitu saja?" Grize bertanya dengan penuh penekanan. "Aku tidak memiliki waktu untuk melayanimu," ujar pria tersebut. Grize menggelengkan kepalanya tidak setuju. "No. Aku tidak berpikir seperti itu." Dia membungkukkan tubuhnya. Tangannya dengan berani membelai rahang pria asing yang sama sekali tidak dikenal. "Kau cukup tampan, sayang sekali sikapmu terlalu dingin dan acuh tak acuh,” ucap Grize dengan santai. Pria itu langsung menatapnya. Manik matanya yang hitam seperti sebuah pusaran yang akan membuat siapa pun tertarik mendekat. "Dan kau salah satu wanita yang tertarik dengan kedinginanku." Grize sedikit terkejut. Namun, ekspresinya tidak berubah. Sebaliknya dia malah terkekeh dan berbisik, "Apakah begitu?" Pria itu ingin memalingkan wajah. Namun, telapak tangan Grize menahannya. Jujur saja itu membuatnya merasa jengkel. Dia sudah banyak bertemu dengan wanita, tetapi baru kali ini dia menemukan yang benar-benar berani. "Hmm." Dia mendengus. Grize yang tidak begitu mendengar pun mengangkat kedua alisnya. Ketika dia ingin bertanya tiba-tiba pria itu menarik kepalanya mendekat. Sekilas dia dapat merasakan benda kenyal di bibirnya. Ternyata pria itu menciumnya! Tidak bisa dipungkiri, kali ini Grize benar-benar terkejut. Tidak pernah menyangka jika pria itu akan begitu berani menciumnya di sini. Di jalanan yang ... cukup ramai ini. "Apa ini cukup?" Grize segera melangkah mundur. Dia membenarkan ekspresi wajahnya. Pertanyaan itu sungguh membuatnya merasa aneh. Seolah-olah dia melakukan ini hanya untuk meminta sebuah ciuman dari pria asing itu. Sebelum dia sempat menjawab, mobil hitam itu langsung melesat. Grize benar-benar ditinggalkan tanpa bisa berkata-kata. "Hey! Otakmu masih waras, kan? Apa dia memarahimu? Atau memaki?” Anya bertanya setelah akhirnya menarik Grize minggir. "Kau lihat sendiri. Aku baik-baik saja. Masih waras dan ... masih cantik," ucap Grize dengan pandangan yang sedikit kosong. Dia masih terkejut. Setelah beberapa saat akhirnya dia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju gedung di mana dia bekerja. Perasaannya benar-benar menjadi tidak menentu. Mungkin dia adalah wanita yang berani. Dia sering menggoda pria dan memanfaatkan ketertarikan mereka terhadapnya. Namun, dia melakukannya dengan terencana. Tidak seperti barusan. Anya yang sudah biasa dengan sikap percaya diri Grize pun memutar bola matanya. Dia bergerak mengikuti Grize. "Grize, jangan seperti ini lagi. Bagaimana jika sopirnya tidak peduli dengan keselamatan orang? Pasti kau sudah diubah menjadi daging giling." "Aku tahu, Anya. Sekarang diamlah. Ken sedang mendekat." Grize mengambil ponselnya dan berpura-pura tidak menyadari kehadiran Ken. "Grize!" panggil Ken. Namun, panggilannya sama sekali tidak dipedulikan oleh Grize. Wanita yang begitu menggodanya itu seakan tidak melihat keberadaannya. Ken yang sudah terbiasa menikmati kedekatannya dengan Grize pun merasa tidak senang. Dia tidak suka jika Grize mengabaikannya. Meskipun mereka memang tidak memiliki status yang spesial. Grize tidak memedulikan panggilan Ken, seperti apa yang sudah disepakati dengan Anya. Tiba-tiba tangannya ditahan. Dia tidak terkejut saat Ken menariknya menjauh. Ini sudah bisa ditebak olehnya. "Ken, lepaskan tanganku!" "Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu,," sahut Ken. Kemudian dia mendorong Grize dengan kasar ke tembok. Punggung Grize langsung terbentur di sana. "Kau ... kenapa kasar sekali?" Grize menggerutu tidak senang. Dia tidak tahu kalau pria yang biasanya ramah itu kini malah bersikap begitu terbalik. "Kenapa aku kasar?" Ken bertanya. Dia mendekat dan membelai pipi Grize yang halus. "Karena aku tidak suka jika kau mengabaikanku." Kemudian Ken menarik dagu Grize dan mencium bibirnya dengan frontal. Anya yang melihat hal ini dari kejauhan hanya bisa merenung. Apakah alasan kenapa Grize tidak bisa menjauh dari mereka adalah karena hal ini? Karena pria yang mendekatinya selalu begitu terobsesi padanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD