Sebuah Kenyataan Yang Pahit

3243 Words
"HAAAH… KITA BATAL NIKAH…???!!!" Rahadian berteriak dengan keras mengatakan hal itu sehingga Anwar juga ikut kaget mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Rahadian tapi Anwar pada saat itu hanya bisa diam saja memandang ke arah Rahadian yang masih terlihat shock setelah mengatakan hal tersebut, ribuan pertanyaan muncul di kepala Anwar kira-kira apa yang terjadi dengan Arlita sehingga Rahadian bisa mengatakan hal itu. Dan Rahadian juga sangat terkejut ia kala itu bagai tersambar petir di siang bolong, karena apa yang telah diucapkan oleh Arlita sudah di luar nalarnya apalagi dua hari lagi mereka akan menikah tapi kenapa secara tiba-tiba Arlita mengatakan kepada dirinya jika pernikahan mereka harus dibatalkan, yang jelas Rahadian masih kurang yakin dengan apa yang barusan dikatakan oleh Arlita karena tidak segampang itu membatalkan sebuah rencana pernikahan dan bisa di bayangkan berapa banyak kerugian yang harus ditanggung oleh kedua belah pihak keluarga, mungkin kerugian materi bukan apa-apa buat keluarga Rahadian dan Arlita tapi beban mental yang harus ditanggung kedua belah pihak keluarga yang sulit untuk ditahan sudah pasti kedua belah pihak keluarga akan merasa malu apalagi undangan sudah disebar kemana-kemana, bahkan ada beberapa stasiun tv swasta akan meliput secara live pernikahan Rahadian dan Arlita, tapi tidak hanya itu beberapa pejabat tinggi pemerintahan sebagian besar juga akan hadir di acara pernikahan yang akan di langsungkan dua hari mendatang, dan bisa dibayangkan betapa malunya kedua orang tua Rahadian dan Arlita jika memang benar acara pernikahan ini benar-benar dibatalkan. Rahadian sempat diam sejenak ia mengatur nafasnya dan ia benar-benar terlihat kalut dan kaget, sedangkan Anwar hanya bisa diam melihat tingkah laku Rahadian yang masih kalut dan kebingungan. "Sayang… kamu bicara apa tadi… kamu gak bohong kan… atau kamu lagi ngerjain aku… sayang ngomong dong… kamu lagi ngerjain aku kan…???". Rahadian mencoba kembali bicara dengan Arlita dan ia tampaknya mulai mendesak Arlita jika apa yang barusan dikatakan Arlita itu hanya keisengan Arlita saja alias prank, karena menurut nya tidak akan mungkin Arlita membatalkan pernikahan semudah itu. Arlita hanya diam saja dan ia bahkan tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh Rahadian barusan, tampaknya memang benar Arlita ingin membatalkan acara pernikahan mereka yang akan di langsungkan dua hari lagi, dan jelas ini sebuah tanda tanya besar bagi Rahadian ada apa sebenarnya dengan Arlita kenapa ia dengan mudahnya secara tiba-tiba ingin membatalkan pernikahan mereka. "Sayang tolong kamu ngomong dong… apa maksudnya kamu bicara seperti itu…??? dan apa sebenarnya salahku…??? kamu kenapa sayang…??? kenapa kamu jadi kayak gini… inget sayang dua hari lagi kita akan menikah… tapi kenapa kamu malah bersikap seperti ini…??? Jika kamu ada masalah ayo kita obrolin sama-sama dan kita cari jalan keluarnya sama-sama… tolong sayang kamu jangan diam kayak gini terus… sekarang kamu di mana sayang… apa aku sekarang langsung jemput kamu… kamu kasih tahu aja di mana posisimu sekarang dan aku pasti akan segera menuju ke sana…". Rahadian terlihat sekali kalut dan ia sangat berharap agar Arlita membatalkan niatan anehnya yang tiba-tiba saja membatalkan pernikahan mereka berdua. Anwar yang sejak tadi hanya duduk diam memperhatikan Rahadian yang benar-benar sangat kebingungan, ada dorongan dari dirinya ingin membantu sahabat karibnya ini tapi apa daya ini urusan sangat sensitif dan pribadi sekali Antara Rahadian dan Arlita, jadi saat ini Anwar hanya bisa diam dan berdoa agar masalah yang sedang dihadapi sahabat dekatnya ini bisa segera diselesaikan. Arlita benar-benar tidak sama sekali menjawab pertanyaan dari Rahadian hal tersebut jelas saja membuat Rahadian semakin kalut dan bingung dengan aksi diam Arlita ini, beberapa kali terlihat Rahadian menghela nafasnya karena semua rasa bercampur aduk di dalam dadanya, ada rasa bingung rasa khawatir rasa marah dan emosi intinya semua bercampur aduk di dalam dadanya dan ia mulai juga merasa sesak karena ia merasa dadanya seperti ingin meledak. "Sayang tolong kamu jawab aku… jangan bikin aku bingung seperti ini… jujur aku makin gak ngerti apa maksudmu Ingin membatalkan pernikahan kita… dan itu kamu ucapkan di telpon… ayolah sayang kita ketemu dan kita bicarakan hal ini baik-baik… jangan seperti anak kecil memutuskan segala sesuatu dengan emosi…". Nada bicara Rahadian agak meninggi karena terdengar suaranya mulai keras, karena memang mungkin Rahadian mulai merasa kesal dengan sikap aneh dari Arlita. Melihat perubahan dari Rahadian membuat Anwar agak sedikit kaget karena Rahadian ini di matanya terkenal orang yang ekstra sabar jarang sekali marah bahkan selama mereka berteman Rahadian sama sekali tidak pernah memarahi dirinya walaupun ia berbuat salah, tapi untuk kali ini Rahadian terlihat marah mukanya juga mulai merah. "Cinta memang merubah segalanya seorang Rahadian yang aku kenal orang yang paling sabar di dunia akhirnya bisa marah juga karena urusan cinta…" Anwar berbicara dalam hati sambil menarik nafas dalam-dalam dan menggelengkan kepalanya karena ia tidak menyangka sama sekali jika sahabat nya ini bisa juga marah dan sebab kemarahannya ini dari urusan cinta. Di tempat yang berbeda tepatnya di tempat Arlita berada dimana Arlita masih dengan aksi diamnya sehabis mengatakan ia ingin pernikahannya dengan Rahadian dibatalkan ia sama sekali tidak bicara apa-apa dan ia hanya mendengarkan saja Rahadian sedang berbicara dengan nada yang tinggi, ia hanya tertunduk lesu sambil memegang hpnya dan terus mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Rahadian. "Tes… Tes… Tes…" Tanpa ia sadari air matanya mulai jatuh dan ia saat ini merasa terpukul dan bersalah dengan Rahadian tapi tampaknya ia masih berat untuk mengatakan apa yang sedang ia alami, wajah Arlita saat ini tampak lusuh sekali wajah cantiknya sudah ditutupi oleh kabut rasa bersalah yang mendalam tapi kabut masalah itu sulit untuk ia tepis karena hanya kejujuran yang bisa menepis semua kabut masalah yang saat ini menyelimuti dirinya, tapi ia tidak sanggup untuk memulai kejujuran itu karena ia tahu dalam sebuah kejujuran pasti akan ada kepahitan yang sangat menyakitkan bahkan ia pun yakin jika kejujuran ini ia ungkapkan secara otomatis pasti Rahadian akan kecewa dan pasti akan marah. Hal pahit sudah ia rasakan di saat sebuah kejujuran itu ia ungkapkan kepada kedua orang tuanya, kejujuran yang ia ungkapkan membuat kedua orang tuanya langsung terpukul, Arlita mengungkap sebuah kenyataan pahit ini kepada kedua orang tuanya sebelum ia menelpon Rahadian, ia saat ini menelpon Rahadian pun atas saran dari kedua orang tuanya tapi masih saja mulutnya terasa terkunci rapat dan rasanya mulutnya tidak bisa ia buka sama sekali, karena ia tahu jika kenyataan yang akan terjadi pasti akan benar-benar menyakitkan bahkan ia sudah membayangkan jika kehancuran sudah ada di depan mata. Arlita tetap saja diam air matanya terus mengalir dengan derasnya bak air terjun yang jatuh ke dalam sebuah muara, hatinya juga bergejolak dan perang batin mulai muncul di dalam benaknya apakah ia harus jujur dan menerima kenyataan ataukah ia tetap diam seribu bahasa serta lari dari kenyataan ini. "Apa yang harus aku lakukan saat ini, mulutku terasa berat untuk berbicara jujur ke Rahadian dan aku tidak mampu menghadapi kenyataan ini… andai saja aku dulu jujur ke Rahadian sebelum ia melamar mungkin ceritanya tidak akan seperti ini… tapi nasi sudah menjadi bubur… bahkan aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana… aku juga tadi benar-benar kaget saat papa menamparku di kala aku mengungkapkan semua masalah yang sedang aku hadapi saat ini… sakit memang tapi aku maklum kenapa papa berbuat seperti ini terhadapku dan aku akui aku memang salah… aku juga kasihan sama mama yang hanya bisa menangis menerima kenyataan ini… mungkin kalau mama tadi tidak membela diriku mukaku pasti sudah habis babak belur di tampar oleh papa… jujur aku bingung… aku juga bingung mau kemana lagi… bahkan aku tidak sadar sama sekali kenapa aku bisa sampai ke gedung hotel ini…". Sambil tertunduk lesu Arlita berbicara di dalam hati tentang apa yang ia alami saat ini, tapi ia masih memegang hpnya dalam posisi menelpon Rahadian bahkan ia sudah tidak mendengar lagi kata-kata yang keluar dari mulut Rahadian karena hatinya sedang bergemuruh gundah gulana resah tanpa arah. Dan ternyata saat ini Arlita sedang berada di rooftop hotel bintang lima tempat ia dan Rahadian akan menikah, dan entah kenapa ia bisa berada di rooftop hotel bintang lima tersebut padahal jelas-jelas ia ingin agar pernikahannya dibatalkan, Arlita memang benar-benar sudah kehilangan arah, bahkan Rahadian yang sejak tadi berbicara panjang lebar di telepon sama sekali tidak ia dengarkan karena pikirannya sudah melambung jauh entah kemana. Beberapa kali Arlita tampak menarik nafas panjang dan beberapa kali juga ia terlihat mengusap air matanya yang terus mengalir tanpa bisa dibendung lagi, tapi terlihat ada gelagat Arlita bakal mulai berbicara. Tak lama kemudian… "Sayang… aku boleh ngomong jujur ke kamu… tapi sebelumnya aku benar-benar minta maaf ke kamu karena selama ini aku banyak bohong ke kamu dan aku mau kasih alasan dulu ke kamu kenapa aku ingin pernikahan kita dibatalkan… jadi sebenarnya itu semua karena aku saat ini sedang hamil tiga bulan dan janin yang ada di perutku ini sama sekali bukan anakmu dan jujur selama ini aku ini selingkuh dari mu…" Dengan berurai air mata akhirnya Arlita mengatakan sebuah kejujuran ke Rahadian dimana kejujuran itu amat pahit dan menyakitkan. Kembali lagi ke ruang kerja Rahadian dimana Rahadian sangat terkejut mendengar penjelasan dari Arlita yang sangat mengejutkan sekali dimana ternyata alasan Arlita membatalkan pernikahan karena saat ini Arlita sedang hamil dan janin yang ada di perut Arlita bukan anak dari Rahadian, ditambah lagi yang lebih mengejutkan adalah bahwa selama ini Arlita telah melakukan perselingkuhan. "HAAAH… KAMU HAMIL…!!!". Dengan wajah memerah dan berbicara dengan nada yang tinggi Rahadian mengucapkan hal tersebut. Jelas saja hal ini membuat Anwar juga kaget dan bertanya-tanya kok bisa Arlita hamil, tapi Anwar hanya bisa diam dan belum berani menanyakan hal tersebut ke Rahadian tentang perihal kehamilan Arlita. Setelah berbicara dengan nada tinggi, Rahadian langsung terdiam sejenak ia juga langsung mengatur nafasnya agar ia bisa mengontrol emosinya, tapi yang jelas terlihat sekali amarah yang muncul dalam diri Rahadian karena ia sama sekali tidak menyangka jika akan mendapat sebuah pengakuan dan kejujuran dari Arlita tentang apa yang terjadi sebenarnya, dan yang disayangkan oleh Rahadian kenapa harus hari ini Arlita mengungkapkan hal itu, dan kenapa di saat ia akan melangsungkan pernikahan, pikiran Rahadian berkecamuk tidak karuan bahkan nafasnya juga mulai sesak menahan amarah yang mendalam, tidak hanya amarah saja tapi rasa sakit hati yang sungguh dalam dan menyakitkan serta rasa sakit ini tidak ada obatnya dan akan sulit sekali untuk di sembuhkan dimana ia harus mengetahui sebuah kenyataan pahit yang baru saja diungkapkan oleh Arlita. "Iya Mas aku hamil… dan janin yang ada di perutku ini bukan anakmu… bahkan selama ini aku tidak mencintaimu mas… aku selama ini hanya kasihan saja sama kamu… makanya aku terpaksa menjalani hubungan kita ini dengan rasa berat hati… bahkan di saat kamu melamar aku waktu itu sebenarnya aku ingin menolaknya tapi Mama dan Papa yang sangat berharap sekali aku bisa nikah sama kamu… aku benar-benar minta maaf mas… aku selama ini tidak pernah tulus mencintaimu… dan aku selama ini hidup dengan kebohongan… aku mengatakan ini karena aku tahu kamu orang baik dan kamu tidak pantas berdampingan hidup dengan ku Mas… aku minta maaf dan benar-benar aku minta maaf…". Dengan berlinang air mata Arlita mengatakan semua kejujuran yang ingin ia ungkapkan selama ini dan itu semua ia pendam begitu lama, bahkan tangisnya juga sudah tidak bisa terbendung lagi dan bahkan sepertinya ia sudah bulat untuk membatalkan pernikahannya terdengar ia sudah tidak memanggil Rahadian dengan panggilan sayang lagi tapi hanya memanggil Rahadian dengan sebutan Mas. Rahadian terdiam mendengar setelah mendengar semua kejujuran yang diungkapkan oleh Arlita. Dunia terasa mau hancur dan langit terasa runtuh dimana semua impian yang selama ini ingin ia bangun bersama Arlita semua hilang sirna berantakan, ibaratkan ia sedang membangun sebuah istana pasir di tepi pantai dengan susah payah dan dengan segenap pikiran serta tenaga tapi di saat istana pasir yang indah itu sudah mulai jadi dengan mudahnya istana pasir itu di hancurkan oleh Arlita, sebuah kenyataan yang sangat ronis sekali, sudah bisa di bayangkan betapa malunya nanti kedua orang tua dari Rahadian dan Arlita bahkan tidak hanya itu keluarga besar kedua belah pihak juga akan menanggung malu ini jika benar-benar acara pernikahan antara Rahadian dan Arlita dibatalkan, karena beberapa media sudah memberitakan jika pernikahan Rahadian dan Arlita ini di gadang-gadang akan menjadi sebuah pernihakan termegah dan termewah di tahun ini, banyak sekali orang yang menantikan acara pernikahan ini tapi di hari ini semua itu akan menjadi isapan jempol belaka karena yang jelas bisa di pastikan acara pernikahan yang Megah dan wewah kemungkinan besar akan dibatalkan. Awalnya wajah Rahadian yang memerah karena emosi mendengar semua pangakuan dan kejujuran yang di ungkapkan oleh Arlita, entah kenapa tiba-tiba saja mimik wajah Rahadian berubah dan tampak terlihat tenang, ia juga beberapa kali terlihat menarik nafas dalam-dalam dan menenangkan diri. Tak berapa lama kemudian… "Arlita… aku paham kamu pasti akan bingung dan kalut dengan apa yang terjadi… aku yakin kamu berat mengatakan ini semua… tapi aku menghargai kejujuranmu dan aku menerima itu semua… justru aku mohon ke kamu jangan batalkan pernikahan kita karena aku terlanjur cinta kepadamu Lita… biarlah itu menjadi masa kelam dan pahit buat di jadikan pelajaran dan ayo kita buka lembaran baru… dan aku juga akan mau bertanggung jawab atas janin yang ada di perutmu… aku juga siap menjadi bapak dari anak itu… aku mohon Lita jangan batalkan pernikahan ini… aku akan melupakan semua kejadian di hari ini dan ayo kita merajut mimpi sama-sama…". Dengan tenang Rahadian mengatakan hal itu ke Arlita tapi tetap air mata keluar dari matanya, tapi Rahadian tetap dengan tegas mengatakan hal itu ke Arlita walau mungkin hatinya teriris luka akibat dari kebohongan Arlita selama ini. Tampaknya Rahadian ingin pernikahannya dengan Arlita terus dilanjutkan walaupun ia akan merasa sakit tapi karena memang ia mencintai Arlita dengan tulus sehingga rasa sakit itu kalah dengan besarnya rasa cinta Rahadian ke Arlita. "Itulah cinta bisa mengalahkan segalanya… seorang Rahadian yang aku kenal cerdas dan tegas bisa luluh lantah seperti ini karena cinta… apapun ia korbankan demi cinta… bahkan harga diri sekalipun…". Anwar yang sejak tadi hanya mendengarkan pembicaraan Rahadian dengan Arlita hanya bisa menggelengkan kepala dan berbicara di dalam hati tentang apa yang dilakukan oleh sahabat karibnya. Mendengar penjelasan dari Rahadian barusan Arlita semakin bingung dan ia bahkan sudah tidak tahu harus berbuat apa, ia sama sekali tidak menyangka jika Rahadian selama ini memang benar-benar tulus mencintai dirinya, tapi ia tidak mau terus menyakiti Rahadian karena cintanya bukan untuk Rahadian melainkan untuk laki-laki lain yang telah menghamili dirinya, perang batin terus bergejolak di diri Arlita bahkan ada terbesit rasa ingin terus melangsungkan pernikahan dengan Rahadian tapi kembali lagi tidak mungkin sekali ia bisa seperti itu, mana mungkin ia harus menikah dengan Rahadian dan menerima Rahadian untuk menjadi bapak dari anak di dalam perutnya, air mata Arlita makin tak terbendung tangisnya juga semakin meledak ia bahkan tidak tahu harus menjawab apa, rasa dilema terus muncul di dalam jiwa dan pikirannya, bahkan ada terbesit dari pikirannya ia ingin bunuh diri saja agar semua masalah ini tidak terus berlanjut dan Rahadian bisa melupakan dirinya. "Mas aku minta maaf sekali… kamu memang baik banget mas… aku bahkan menjadi merasa sangat bersalah… aku kira kamu bakal menghujatku dan bahkan menganggap diriku ini rendah tapi ternyata kamu menerima kenyataan pahit ini bahkan kamu malah ingin pernikahan kita di lanjutkan dan kamu juga mau menjadi bapak dari janin yang ada di perutku ini… kamu juga mau melupakan ini semua.. kamu memang benar-benar berhati malaikat mas… tapi maaf mas sekali lagi aku tidak bisa karena memang aku sudah bulat ingin membatalkan pernikahan ini… tidak mungkin rasanya pernikahan kita dilanjutkan karena rasa cinta ini bukan bukan buatmu mas tapi buat orang yang memang aku cintai selama ini… aku minta maaf mas…". Dengan isakan tangis yang sudah tidak terbendung lagi Arlita mengungkapkan hal tersebut ke Rahadian. Rahadian hanya bisa diam tertunduk lesu tanpa disadari kembali air matanya keluar menetes dari kedua matanya, begitu berat dan pahit kenyataan yang harus ia terima saat ini, benar-benar ia merasakan rasa sakit yang sangat dalam dari cinta yang bertepuk sebelah tangan, yang awalnya ia anggap cinta Arlita itu tulus ternyata itu semua hanya sandiwara belaka dan itu benar-benar sangat menyakitkan, cinta yang ia rasakan selama ini hanya cinta semu bak fatamorgana di padang pasir semua terlihat indah tapi ternyata tidak nyata, dunia terasa kiamat kata-kata yang diucapkan Arlita bagaikan belati tajam yang langsung menusuk tajam ke hatinya dan itu sungguh menyakitkan, bahkan niat tulusnya untuk tetap melanjutkan pernikahan dan mencoba menerima semua kesalahan dari Arlita justru malah ditolak oleh Arlita. "Arlita… kamu yakin akan membatalkan pernikahan ini… kamu sekarang dimana Lita… aku mohon kita ketemu dulu… dan aku ingin kita bicarakan hal ini dulu dengan kepala dingin… aku tahu kamu saat ini lagi emosi… tapi aku ingin kita bisa ketemu dan aku ingin melihat wajah mu Lita… tidak etis rasanya memutuskan membatalkan pernikahan di telepon aku ingin kita ketemu Lita… dan apapun nanti keputusan yang kamu buat aku akan terima asal kita bisa ketemu…". Walaupun merasakan rasa sakit yang sangat mendalam Rahadian tetap berusaha untuk tenang dan ia ingin sekali bertemu dengan Arlita agar bisa membicarakan hal ini tidak di telpon saja tapi mereka berdua harus bertemu. "Iya Mas… ya udah kita ketemuan aja… aku sekarang ada di gedung hotel tempat kita akan menikah… kita ngobrol di sini aja Mas…". Akhirnya Arlita mau bertemu dengan Rahadian. "Oh… Ya udah kamu tunggu di sana dan aku bakal kesana bareng Anwar… aku harap kamu tenangin diri dulu aja jangan mikir apa-apa… aku bakal ke sana terus kita obrolin ini semua secara baik-baik… ya udah aku tutup ya telponnya…". Rahadian agak lega karena ternyata Arlita berada di hotel tempat mereka akan melangsungkan pernikahan dan itu artinya masih ada kemungkinan jika pernikahan dirinya dengan Arlita masih bisa di selamatkan. Setelah menutup teleponnya, Rahadian langsung menarik nafas panjang dan mengusap air matanya serta ia langsung meminum air yang sejak tadi ada di meja kerjanya, setelah itu ia sempat menyadarkan punggung di kursi kerjanya dan memejamkan mata, nampaknya ia sedang berelaksasi untuk menenangkan dirinya sejenak agar di saat ia bertemu dengan Arlita dalam kondisi tenang dan tidak emosi. "Gimana Kring…? Arlita sekarang lagi dimana…? lu yang sabar ya Kring…? gue doain semua berjalan lancar…". Anwar berusaha menghibur Rahadian yang tampaknya masih agak kalut dan masih menenangkan dirinya di kursi kerjanya. "Makasih Ndut… Lita sekarang ada di hotel tempat gue sama Lita bakal menikah… nanti anterin gue ya Ndut… masalahnya gue gak bisa konsentrasi buat nyetir karena pikiran gue lagi kemana-kemana… tapi gue mau calling down bentar… pikiran gue lagi ruwet banget Ndut…". Rahadian langsung menjawab pertanyaan dari Anwar sambil tetap menyandarkan dirinya di kursi kerjanya, dan wajahnya masih terlihat berantakan dan sedih setelah ngobrol panjang lebar dengan Arlita di telepon. "Iya Kring… Lu yang sabar aja… gue yakin ini pasti ada hikmahnya… tapi gue salut sama lu… di kondisi kayak gini lu masih memaafkan Arlita dan bahkan lu masih mau menikahi Arlita… lu memang terlalu baik sih Kring…". Anwar mencoba menghibur Rahadian dan mengatakan hal tersebut. "Gak tau Ndut… gue kalo urusan cinta nyerah gue… hati gue gampang banget luluh… tapi gue masih agak penasaran Ndut… siapa ya laki-laki yang menghamili Arlita…???". Rahadian langsung menanggapi obrolan dari Anwar dan ia ternyata masih penasaran siapa sebenarnya yang menghamili Arlita. Dan tiba-tiba saja… "Tit.. Tit… Tit…" Hp Rahadian berbunyi dan ternyata itu dari ayahnya Rahadian karena nama Ayahnya Rahadian tertulis di layar hpnya, Rahadian agak terkejut kenapa Ayahnya menelpon dirinya dan Anwar langsung memberikan isyarat ke Rahadian agar ia segera mengangkat telepon tersebut. "Assalamu'alaikum… Kamu lagi dimana sekarang Nak…??? kamu yang sabar ya nak… Papa cuma mau kasih kabar kalau Arlita sudah meninggal karena ia bunuh diri lompat dari rooftop gedung hotel tempat pernikahan kalian… kamu di mana sekarang…??? Papa harap kamu bisa segera ke sana… ini Papa sama Mama sedang menuju ke sana…". "HAAAAH…ARLITA MENINGGAL…???!!!" "BRAAAAAK…!!!" Mendengar kabar tersebut Rahadian langsung ambruk pingsan tak sadarkan diri. Bersambung ke Chapter 3
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD