Kak Dewi Suka Ngasal

1696 Words
Kak Dewi Suka Ngasal “Sepertinya di rumah ada tamu “, pikirku. Dan benar saja, ternyata kak Dewi yang membukakan pintu. “Hai kak, sudah lama? “, tanya ku sambil memasukkan motor. “sudah dari tadi pagi Neno, kamu dari mana? “, kak Dewi balik bertanya. “Dari tempat temen sekelas, terus mampir sebentar ke rumah Widya.”jawabku. “Widya atau Senja?”, goda kak Dewi sambil mengiringi aku menuju kamar. Kulihat kak Dewi memandang sambil tersenyum di atas kasur. “Neno, boleh kasih sedikit saran?! “ujar kak Dewi. “Saran apaan? “ perasaan dari dulu yang minta saran kan dia terus, mulai dari model baju, potongan rambut, make up, sampe nomer bra aja yang udah tau tetep nanya..hadeeh ! “Kamu yakin sama Senja? ,emang dia serius?, lebih baik tahan dulu,ngga usah ngikutin kakak! “, ucap kak Dewi lagi Kak Dewi ini saran apa nasehat siy?? “Ooh gitu ya kak, alasannya? “tanyaku kemudian. “Yah, alesannya karena emang belum waktunya, jangan ikutin jejak kakak. Bukannya kakak ngelarang, tapi ini berdasarkan pengalaman yang pingin di Share ke kamu. “ “asli belum ngerti kak. “balas ku Dalam hati siy, emang beneran ngga ngerti yang lagi di bicarain kak Dewi he, he, he. “Yaudah besok aja dech ngobrolnya”, kak Dewi mengurungkan niatnya. “Jadi kakak mo nginep?”tanya ku kemudian. “Iya, soalnya suami tadi nitipin kakak di sini dulu, dia mo belanja di Singapura. “jelasnya sedikit kecewa. “Ooh, kok ngga Sekalian ikut? “ “Males ah, capek belanja kesana kalo ngga ada jalan-jalannya. “terangnya sambil tertawa. “Asyik hari ini begadangan, ah! “, celetuk ku sedikit usil. “Bukannya besok sekolah?! “, matanya setengah keluar, hii... takut ah! “Besok anterin ya kak? “, tes manja ah... Hi hi hihi. “Iya, gih tidur sana, kakak mau ngobrol dulu sama ibu”. Sepertinya agak serius nada bicaranya. *’* Benar saja hari ini aku diantar jemput oleh kak Dewi ke sekolah, walau menggunakan motorku tak mengapa lah, atau jangan – jangan karena hari ini pendaftaran masuk universitas. Seperti yang aku samar-samar mendengar tadi malam jika kak Dewi tetap ingin melanjutkan pendidikan? Hmm..., “Neno, turun! “, ujar kak Dewi membuyarkan lamunanku. Ternyata sudah di depan tukang bakso depan perumahan langganan Senja, segera ku turun dan memgikuti kak Dewi yang tengah memesan beberapa untuk dibawa pulang. Kembali motor yang di kemudian kak Dewi melaju perlahan melewati jalan utama perumahan, sesaat kepalaku menoleh ke arah rumah Senja, “jam segini sudah pasti belum pulang “, pikirku. Ternyata...!?? Sepertinya aku mengenal satu sosok yang tengah mengobrol di bangku teras depan saat tadi melintas? Bukankah itu.., Jingga !!.? Sedang apa dia di sana ?! “Neno!” ngelamun terus, udah sampai nih ! “Eh, iya kak* duh, kena lagi deh di bentak gegara ngelamun. Ngga terasa sudah dua mangkok bakso berhasil masuk perut, emang ini bakso juara dah kalo lagi laber alias laper berat. Kak Dewi ngga jauh beda, mungkin udah lama ngga jajan kali ya? Atau..? selama nikah ja’im sama suaminya jaga makan pedas biar ngga sering-sering buang gas!? Ha, ha, ha...!! “Heh! Kenapa tiba-tiba ketawa, ada yang lucu? “tanya kak Dewi heran. “Engga kak, Cuma penasaran kok belum kentut juga kek biasa? “ Lagi ja’im ya? Eh ngga ding! Sialan.., langsung di jawab !! Selesai makan bakso sepertinya kak Dewi berniat melanjutkan perbincangan tadi malam. Beberapa kali kak Dewi mengingatkan aku untuk tetap fokus dan mengutamakan mengejar cita-cita, serta melupakan sejenak asmara semu. “Tapi kak, ngga bisa, gimana dong? “, aku menolaknya karena Senja yang pertama menembus ke dalam hati ini. Gampang! cari aja yang baru tapi jangan di seriusin kalo yang lama udah lupa, tinggalin tuh penggantinya !! “What?? “ “Ini soal perasaan kak, bukan makan bakso pedas trus minum es jus!” Balasku senewen. “Terserah,tapi Cuma itu caranya! “ucapnya lalu berlalu sambil tersenyum. “Kamu tuh Cemburuan, ngga kayak Kakak, lihat saja nanti “, teriaknya dari dapur. ** “Neno, tadi si Rendy kirim salam tuh “, dhien berkata dengan mimik muka sangat ingin tahu. “Iya, makasih. “jawabku singkat, ngga tahu mengapa setiap kali dhien menyampaikan sesuatu yang berbumbu comblang mendadak ngga mood. “jiaaah, serius neno!? “tambah maksa kek nya. “Buat lo aja deh dhien, daripada cape comblangin gue nanti kehabisan loh stoknya “. Ha, ha, ngga bisa jawab kan lo sekarang!? “iish elo siy neno, nanti pulang sekolah dia udah nunggu lo di gerbang! “, ucap dhien yakin. Dan..!? “Hai, Neno!? “Bareng Yah, gue mau ngobrol “. “yaelah Rendy, lo nyuruh gue jadi preman jalanan apa? “, jawab ku. “Maksud lo? “ “lah kan gue naik motor, elu juga sama, trus ngobrol diatas motor sambil pulang gitu?! “, ha, ha, ha... “Ya, maksudnya kemana dulu gitu? “, mukanya kaya udang rebus jadinya “Oke deh, tuh boncengin dhien aja. “pintaku kemudian, lama-lama kesian juga. “Kita kemana? “saat motor tengah melaju. “Ya, kerumah yang lo boncengin! “ ** “Siapa yang beli nih dhien? “, tanyaku sesaat tiba ditempat ya, melihat bungkus bakso dan es campur di atas meja. “Tuh, yang lagi cuci tangan di keran samping. “jawabnya sambil menang es campur pada gelas. “Sogokannya boleh juga.“ Balasku nyinyir. “He, he, he gue yang minta.“ dhien memotong sambil nyengir kuda. “Loh kok, Cuma dua dhien? “, sedikit amat eh, heran maksudnya.... “Rendy ngga suka bakso, ngga minum dingin! “Hmm. bodo ah!“ laper pikirku Terlihat Rendy berjalan menghampiri dengan rambut setengah basah. Sempat terlintas dalam fikiranku kalau sepertinya Rendy cowok perfectly stylish, ngga urakan, yah maklumlah anak basket, anggota OSIS siapa coba yang.. udah, udah ah ngawur.. *’ Tiba saatnya menyantap bola tenis berbentuk bakso urat, ups! Ya begitulah.., Terlihat melintas satu sosok yang sangat kuhapal di luar kepala.., Jingga !! “Hmm, suda pasti ini jalan menuju ?! “ “Gaes!? “ “Sorry ya gue, ada urusan mendadak somplak yang ngga mau gue tolak.....!! “ Dan..., ngeeng..! Sampek juga, bodo amat! Emosi tingkat tinggi! Ku hampiri mbak Sri yang tengah luluran pake ampas kelapa parut, “Mbak Sri, Jingga ngapain kesini ?! Tanyaku dengan hidung penuh ingus sisa makan bakso pedas barusan. “hah, hah, siapa? “ ternyata mbak Sri ngga tau kalo ada yang tengah ber tamu karena wajahnya tertutup lulur, ya sudahlah hajar langsung!? “Eeh Neno, mau nyusul ibu ya?! “, Suara tante terdengar dari dalam,ku hampiri... dan benar dugaan ku ada ibu, namun..?! “Hai Neno!? “, “Jingga?! “, ucapku sedikit merasa aneh dengan situasi seperti ini. “Mau nyusul ibu ya? “, kini ibu yang bertanya. “Iya bu “, jawaban paling singkat, padat, anti malu, dan aman., menurutku... Hihi, hi, hi “Kalian sudah saling kenal rupanya, ya sudah ibu tinggal sebentar untuk mempersiapkan pesanan kamu ya, Jingga!? “Baik tante, terima kasih”. Jawab Jingga. Kulihat Jingga tersenyum lantas sedikit melirik ke arah ku. “Jadi Jingga ke sini?! “, belum habis kalimat yang ku ucapkan. “Ketemu Senja maksudnya Neno? “, ucapnya sambil tersenyum. “Terus terang Neno..., Iya!! “, ucap Jingga, dan kembali melanjutkan, “Neno, aku ngga masalah kamu telah merasa memiliki dia, tapi aku juga tidak mau membohongi diri dan bersembunyi dari kamu “, ungkap Jingga. “Oke Jingga, aku terima keterus terangkan kamu setidaknya jangan kamu tunjukkan dihadapkan ku, dan sebaliknya aku juga akan bersikap yang sama! “ balasku Tak mampu lagi ku berfikir jernih,genderang telah di bunyikan sudah terlanjur terlontar kata-kata mengandung emosi. Sekali terucap sulit untuk di koreksi, hanya waktu mungkin yang nanti dapat menentukan kemana arah angin akan berpihak Aku atau Jingga. “Senja, jam berapa bazar di mulai? “, ku hanya ingin memastikan agar tidak telat Sesampainya di sana. “Jam sepuluh pagi, berangkat bareng sama Widya aja! “, balas Senja lalu mematikan sambungan panggilan video. “Jadi kamu berangkat ke bazaar Neno, jauh loh tempatnya ? “, tanya Ibu saat aku hendak mengeluarkan motor. “Iya bu, berangkat bareng sama Widya karena kan, sekalian antar katering, nanti dia yang bawa mobilnya”, jawab ku. “Ooh, ya sudah, jangan kecapean nanti kamu sakit lagi, baru juga sembuh! “, ibu mengingatkan. “Iya bu,”, ku jawab singkat dan bergegas menuju Widya yang tengah memasukkan kotak makanan ke dalam bagasi mobil. “Senja emang jarang pulang ya wid sekarang, terus tidurnya dimana dia? “, tanyaku saat perjalanan memasuki gerbang tol menuju selatan ibukota. “Seringnya sih nginap di tempatnya Oom Dirga, Yah gitu deh cowok, cuek. “sahut Widya dengan tetap fokus memperhatikan keadaan jalan. Kemudian menambahkan jika teman-temanya sejak kecil juga banyak disana maklum rumah yang ditinggali tersebut masih satu lingkungan dengan tempatnya terdahulu. Memasuki satu kawasan perbelanjaan daerah selatan penyangga ibukota, sebuah lapangan parkir luas yang dijadikan arena bazaar ini terlihat sudah cukup ramai. “Di sana Widya! “, kulihat lambaian tangan Senja bersama Oom Dirga yang telah mengenali mobil yang kami kendarai semenjak masuk karena memang lokasi yang berdekatan. “Wadaaw si Shiro banyak fans nih Oom Dirga?! “, kata ku saat kulihat beberapa orang sedang ber selfi di depan motor Oom Dirga yang kemarin bikin heboh hasil modifikasi. “Siapa dulu modelnya”, sahut Widya. Terlihat Senja tengah melayani beberapa calon konsumen yang mendaftar serta mengisi formulir untuk memodifasi motor mereka. “Sudah banyak yang daftar Senja?! “, ucapku. “lumayan, satu Klub sekitar lima nih yang ingin dirombak penampilannya”, sambil tangannya menunjukkan formulir. Mataku tak sengaja menangkap satu sosok pada satu gerai aksesoris yang letaknya beberapa baris dari tempat ku berdiri. “Jingga! “tengah melayani seorang pembeli. “Hmm, Senja mau di ambilin minum, kelihatannya haus?! “, tanyaku. “Boleh, tau aja klo lagi haus. “jawabnya. Seperti yang telah aku duga sebelumnya, perhatian itu, senyum kecut itu. Bukan maksudku meniupkan terlebih dahulu trompet karnaval ini, semua waktu yang mengatur, mungkin merencanakan sedari awal, bukankah posisi kau dan aku sama...,Jingga.?! ** Matahari semakin terik, beruntung gerai yang Oom Dirga buka hari ini telah melampaui target penjualan, dan hanya membutuhkan saju jam saja Saatnya mengeluarkan katering pesanan untuk makan siang, terlihat barang – barang pun sudah di rapihkan. Tetapi sepertinya kepala ini kok terasa begitu berat dan... Aargh?!! ** “Kamu sudah baikan? “, sebuah suara lembut serta bisikan hangat terasa ditelinga. Ku buka kelopak mata, “senja?! “Aku ada dimana? “, tanyaku kemudian. Mataku kembali menangkap satu sosok di sudut ruangan sedang memainkan gawai bergegas bangkit menghampiri, “Jingga!? “Sudah merasa lebih baik? “, Senja bertanya, tangannya lembut membeli Rambut ku, terlihat wajah sedikit khawatur tampak jelas. Jingga pun tersenyum menatapku. “Hmm, iya. “jawabku. Kembali mataku menatap kearah pintu yang tengah terbuka, Widya datang bersama ibu. “Neno, kamu sudah baikan? “, tanya Ibu kembali. “Iya bu sudah ngga apa apa. “ “Benar kan yang tadi ibu bilang, kondisi kamu belum seratus persen fit sudah lagu-laguan , “tegur ibu. “He, he, he, iya ibu bener “, balasku. “Memang Neno belum fit kenapa bu? “, tanya Senja kemudian. “Kebanyakan jajan, makannya ngawur! “, jawab ibu sedikit menyindirku. Sesaat kemudian seorang perawat datang dan memberitakan jika kami sudah dapat meninggalkan rumah sakit, karena hasil pemeriksaan menyatakan hanya faktur kelelahan dan hanya butuh istirahat total selama beberapa hari di rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD