Audisi Malah Jadinya Berantakan
--------------------------------------
Setelah beberapa minggu melatih skill masing-masing, menggunakan fasilitas ruang studio milik sekolah.
"Gimana nih!? " Bimo mematikan peralatan untuk memulai percakapan.
"Gue sih hayuk aja!" ku menoleh kepada Ari dan Yudi, Mereka pun mengangguk setuju.
"Oke deh kalo begitu nanti bel pulang langsung ke lokasi, semua udah bawa baju ganti, kan!?" tegas Bimo,mungkin audisi berlangsung hingga malam.
Setelah mematikan serta merapikan peralatan, kembali ke kelas masing-masing menunggu waktu hingga jam pulang.
***
Suasana Cafe semakin malam semakin benderang, pengunjung terlihat menikmati makanan ditemani "live perform" salah satu band pendatang.
Manager Cafe tersebut yang bernama Mas Angga, kami memanggilnya. Adalah alumnus sekolah yang kini tengah kuliah dan bekerja di sini, datang menghampiri.
"Waah, hebat adik kelas gue yang sekarang!"
"Boss puas tuh, liat skill sama penampilan kalian", ucapnya senang. Lalu menyerahkan kertas kontrak untuk tampil rutin dengan beberapa syarat dan catatan. Kami pun telah membacanya serta menyetujui klausul yang ditawarkan, semuanya ter-akomodasikan.
Jadwal penampilan setiap sabtu atau akhir pekan, durasi tampil hanya satu jam. Yang terpenting tidak mengganggu pelajaran, kami pun mendapat penghasilan.
Tiba saatnya kami berpamitan. Mas Angga mempersiapkan, serta memberikan tips saat kami audisi langsung dalam pertunjukan.
"Bagi rata ya?
Pesan mas Angga lalu memberikan empat lembar, " Ini sekedar tambahan, anggap aja ganti ongkos sama makan". sambil mengantar kami hingga pelataran parkir.
Sudah jam sebelas malam, Bimo melirik jam di tangannya.
"Sen, jadi kan ikut gw nginep", ucap bimo.
Memang, yang terjauh rumahnya hanya aku, Ari dan Yudi pun hanya lima menit waktu yang di tempuh untuk pulang.
Setelah saling berpamitan, mengikuti Bimo dari belakang kendaraan.
Berbelok memasuki sebuah Apartemen yang sepertinya sering kupandangi setiap hari saat pulang.
Memasuki lobby serta menaiki lift menuju lantai tiga. Bimo mengetuk lalu membuka pintu yang bertuliskan 510 yang artinya Unit lantai lima nomer sepuluh.
Masuk bergantian dan...,
"Hai Senja?!" sapa seseorang dari belakang
"Jingga?" ucapku
"Siapa lagi, emang?" sambil tersenyum.
"Dia emang tinggal disini, Sen!" Bimo menjelaskan lalu menerangan keluarganya tinggal di apartemen ini serta memiliki beberapa unit untuk disewakan. Salah satunya tempat ini.
"Bapak sama Ibu di mana Kak?" tanya Bimo kepada Jingga yang sedang membuka kulkas.
"Kan di lantai empat", jawabnya singkat.
"Sen, di tinggal sebentar ya?, gue mau beli makanan dulu, ga enak tidur kalo kurang kenyang nih perut." ucap Bimo sembari memberikan "master key" padaku.
Sesaat setelah Bimo menutup pintu, aku beranjak menghampiri Jingga yang sedang menonton serial, pada salah satu stasiun tivi.
Menanyakan fungsi dari benda di tanganku, "Kak Jingga, ini maksudnya seperti apa?" meminta keterangan darinya.
"Masih panggil Kak sih!?" goda Jingga lantas menjelaskan bahwa master key adalah kunci elektronik yang hanya dimiliki oleh pemilik Unit, yang dapat membuka beberapa pintu hanya dengan satu kartu.
Terdapat pula jumlah pintu berdasar kode tertentu seperti pada kartu yang di pegangnya tertera angka dua belas.
"penghuni unit yang ini, baru saja berakhir kontrak, rata-rata tidak dilanjutkan karena Visa kerja juga sudah hampir kadaluarsa dan kembali ke Negaranya," rupanya semua pengontraknya warga negara asing kini aku mulai paham.
Bimo masuk sambil tangannya menjinjing tas kertas, sebuah Burger tampaknya.
" Nih..., lumayan buat ganjel", menaruhnya di atas meja, mengambil satu lalu melahapnya.
"Gue nanti aja deh..., mau bersih-bersih, ganti baju dulu", ucapku sambil beranjak menuju kamar mandi. Jingga tampak ikut bangkit dan mengambil makanan sambil berkata, "Kalo gitu sekalian deh, kembali ke unit dulu", sambil mengambil master key miliknya yang berkode 402",rupanya lantai yang berbeda", pikirku.
"Jingga memang sudah semester berapa Bim?" tanyaku sembari melahap burger,lantas mendengarkan keterangannya.
Bimo menerangkan, jika Jingga adalah anak pertama dari dua bersaudara yang jaraknya jauh dari segi usia, Jingga 18 tahun sedangkan adiknya masih 6 tahun. Kedua orang tuanya menyewakan serta mengelola setelah membeli beberapa unit semenjak Apartemen ini di bangun. Menjual rumah karena terkena proyek pengembangan kota yang ternyata hasilnya cukup untuk mendapatkan beberapa unit sebagai modal usaha penyewaan. Dua unit di lantai empat untuk mereka huni dan sisanya di lantai ini.
Tanpa sadar aku menguap, mungkin karena lelah atau habis makan jadi mengantuk.
"Eh, sen?"
"Ngga apa kan lo sendiri?
Gue di unit 504 yang ada streamingnya, nanti kan ada pertandingan bola, lo nonton ngga?" tanya Bimo sambil tangannya membuka laci berisi kartu elektronik.
"Ga tau deh, tergantung mata.," balas ku kembali menguap dan membiarkan Bimo pergi meninggalkanku sendiri mempersiapkan kasur lipat di bawah televisi yang menyala dan rebahkan tubuh yang terasa lelah.
*****
Mataku terbuka saat kulihat televisi masih menyala," Baru pukul dua",
Sesuatu yang aneh kurasa ini penyebab hingga aku terbangun, adalah rasa hangat di punggung.ku menoleh kaget mendapati Jingga tengah memelukku dari belakang sambil matanya tetap menonton televisi.
"Kata Bimo kamu suka nonton bola, tadi tanya dia", sambil tersenyum menyematkan dagu padaku. "Bimo malah udah pules tuh, ya sudah, aku langsung kesini aja nemenin kamu" tambahnya.
Ku bangkit untuk duduk serta berbalik arah menghadapnya.
Ku perhatikan Jingga rupanya telah mengganti pakaian yang tadi di kenakan dengan piyama. Lalu beralih menonton televisi yang sepertinya pertandingan sepak bola akan di mulai.
"memangnya kak Jingga ngga di cari nanti?," tanya ku kemudian.
"nggak,!, lagian juga,
Di lantai bawah kan aku sudah terpisah tinggal di unitku sendiri" terang Jingga, lalu,
"Kan dah dibilang jangan pake Kak!", tiba-tiba !!!
Jingga memposisikan tubuhnya dengan sengaja, menghalangi pandangan untuk menonton pertandingan.
Dengan lembut menyongsongkan wajahnya lalu mencium bibirku secara perlahan. Hembusan nafas itu tertahan, berlanjut desahan berulang.
" Sen...?!" ucapnya lirih.
Aku tak bisa menjawab hanya mengingat perasaan serta gairah yang sama saat bersama Neno, seperti saat ini, ingin menikmatinya lagi, dan lagi.
Namun berbeda untuk kali ini, Jingga perlahan menuntunku, memanduku, bahkan membiarkan diriku melintasi puncak angkasa, membiarkan tanganku membelai awan putih, berguling diatasnya. Hingga saat sang awan melepaskan seluruh jubah nya, jubahku pun ikut terlepas.di selimutinya tubuh dengan awan beserta rangkulannya. Hangat terasa, semakin lama.
dan akhirnya ku Jejakkan tubuh ini lebih dalam, awan diam sesaat..... Mendesah,!
Berhenti sesaat....., memandangi sang awan merebahkan raga, hingga menit-menit berlalu tak terasa.... Kembali saat melintasi awan untuk memberi tempat bagi sang mentari untuk menyinari dengan kehangatan didalamnya.
"Tak mengapa, Sen... Aku siap", Jingga pun mengharap....... Aaargh!!"
" Sensasi seperti yang pernah kurasakan sebelumnya, namun kini lebih hebat". hingga satu saat nafas serasa terhenti.Sang awan. Diterangi sinar mentari, hangat,dan semakin hangat hingga mengucur bulir-bulir peluh nikmat sinergi antara awan nan lembut bersama hangat sang mentari.
*****
"Terima kasih ya..., Sen!" ucap Jingga lalu tertidur sesaat sambil tersenyum bahagia dalam pelukanku.
Rupanya aku juga tertidur sesaat.
Volume televisi membuatku kembali terjaga. Ku buka kelopak mata, menatap Jingga masih dalam keadaan semula tanpa sehelai perca pada tubuh gemulainya. Menghampiri dan membisikan, "Sen....?", desahnya manja, tangannya meraih sesuatu yang sekejap membuat tubuh ini kembali hangat menggelora.
"Lanjut lagi!?", Jingga kembali meminta untuk sekali lagi bertamasya.
Kali ini dengan panorama yang berbeda, menyelami samudera dalam.birahi bersama menyelami serta menyusuri indahnya koral-koral karang di dasar lautan.
***''
"Sen, bangun!" terdengar sebuah suara dan guncangan pada tubuh.
Bimo membangunkan sambil membawa makanan lebih tepatnya mungkin makan siang, karena jam menunjukkan pukul sebelas.
"Lo makan burger sambil tidur yak!?", tanya Bimo sambil tangannya menunjuk burger yang menempel di paha, serta noda yang tertinggal di kasur lipat.
Dengan reflek aku terlonjak, kudapati diriku kini telah berpakaian lengkap, "Jingga", Kuperhatikan lebih teliti, bercak ini bukanlah noda seperti yang Bimo duga, aku dengan pasti dapat mengira ini sesuatu lainnya dan
kurasa Jingga lah yang melakukan ini semua.
Saat makan masih terbayang dalam benakku, wajah dan senyum Jingga serta perlakuannya....
Bahkan hingga pulang berkendara masih merasa tak percaya apa yang kurasa...
Ah sudahlah !!
Gawai bergetar, notifikasi pesan WhatUp dan k****a,
"Senjaaaa.... Kamu lagi dimana!",
profil Neno tertera dengan beberapa tanya serta tanda emoticon murka.