Jadi apa pendapat mu?

886 Words
HuJadi apa pendapat mu Tiba di rumah, dan memasukkan si oren kembali ke garasi, keadaan seperti biasa, sunyi. Mba Sri terlihat berjalan sambil tangannya memegang kunci motor milik Widya. " Mau kemana mba Sri?", tanyaku. "Ini, nganterin aksesori pengantin bu Sulo yang ketinggalan", jawab mba Sri. "Lho, bu Sulo emangnya ke sini?, ada apa?", tanyaku dengan rasa ingin tahu. "Iya, berdua dengan Neno, dari tadi pagi sama Mama kamu ,rias pengantin." lalu menjelas keingintahuanku setelah itu bergegas pergi ke tempat perhelatan yang dimaksud. "Emang ada Neno di sini Wid?", mengulang pertanyaan yang sama kepada Widya yang tengah makan mie instan di depanku. "He..., eh", jawabnya singkat. "Sekarang dimana?", tanyaku lagi yang dibalas dengan isyarat mata menghadap ke atas. "Hmm, diatas", gumamku. Ku buka pintu kamar, ku dapati dirinya sedang asyik memainkan laptop, menonton streaming atau Drama Korea pada salah satu channel yutup, "pikirku". Tampaknya dia belum menyadari kehadiran ku berdasar penglihatan ini pada telinga yang tertutup "headset", yang dikenakannya. Ku tutup perlahan daun pintu lalu menghampiri dan bartanya, "Sudah lama ya?". Tanyaku sambil tersenyum. Wajahnya menunjukkan sikap tak perduli dengan melipat bibirnya. Namun kemudian melepaskan headset dari laptop, juga yang berada di kedua telinganya. "Kamu semalam kemana Senja?". "Di hubungi ngga aktif", Tangannya langsung merangkul pinggang, meminta jawaban dengan pertanyaan manja. Ekspresi wajah yang begitu cepat berubah membuatku berkerut . "Ini !" , ku tunjukkan sepotong copy surat kontrak dari mas Angga semalam. Neno langsung membacanya. "Mau ganti baju nih!", kataku. "Ya ganti aja, emangnya kenapa", "Malu? " Kan udah pernah liat semuanya! ", matanya terlihat sedikit menggoda. " Ga..., ah, biasa aja! ", balasku santai. Saat sedang berganti pakaian sengaja ku bertanya tentang kejadian tempo hari di tempat tantenya. Sekedar melihat ekspresinya saja sewaktu berganti, di samping rasa ingin tahu diriku tentang hal tersebut dari sudut yang berbeda. Kuperhatikan Neno terlihat biasa saja hingga saat dirinya memintaku untuk duduk di sisinya. "Memangnya kenapa, sampai tanya-tanya yang itu?". Sambil kembali melingkarkan tangannya di tubuhku. "Sekedar pengen tahu aja, apa kamu ngga takut?", tanyaku "Kamu, takut ngga?", balik bertanya. "Dasar perempuan!", pikirku, sulitkah untuk menjawab secara langsung sebuah pertanyaan mudah. "Sedikit, kamu. ", jawabku datar menunggu jawaban pertanyaan tadi. "Hmmm.... He... Eh!", terlihat mendesah dan, "Gimana ya...?, biasa aja sih...,tapi", tidak melanjutkan. "Tapi, apa? ", keingintahuanku semakin bertambah melihat ekspresi Neno yang menganggap hal ini tidaklah terlalu merisaukan untuk dirinya. "Senja,... begini", mulai menjelaskan dari sisi dirinya. Lalu mengakhirnya dengan kalimat , "Aku dapat memilih sesuai hasrat yang juga Aku sendiri yang memiliki", "Prinsip wanita sekarang, ya seperti ini", ucapnya mengakhiri. Aku hanya terdiam, tak sepatah kata terucap dariku. Hanya memandangnya serta berfikir dalam tanya, "Apakah dasar yang membuat mereka mempunyai pola pikir seperti ini?", hingga.!! "Dah ah, kebanyakan tanya, nih biar diem!", Kembali dilumatnya bibir ini, lalu menyudahi dan berkata, "Nanti aja, belum kepengen banget ! ", "Aku ambilin makan ya?", sambil membuka pintu meninggalkan aku yang duduk termanggu.. *'**** "Senja, tahu nggak!?", sambil menyiodorkan sepiring mentung makanan dan meletakan botol minum di atas nakas. "Enggak...,! Kok banyak banget nasinya?!", jawabku singkat, sambil protes karena piring yang terlampau penuh. "Aah,..., Serius kenapa!", rajuk Neno manja,sementara tangannya malah mengambil sendok lalu menyuap untuk dirinya. "Makannya Berdua!", setelah mengunyah dan menelannya. "Ya sudah cerita..., apa?", giliranku menyuap sembari menunggu keterangannya. "Ternyata Ibu sama Mama kamu itu dulunya satu sekolah", terangnya lagi. Neno menceritakan kejadian tadi pagi, mendengar keterangan dari Ibu mereka, bahwa mereka sudah berteman semenjak sekolah di Jogyakarta. Hingga menikah serta mempunyai anak,sampai akhirnya tinggal dalam perumahan yang sama,pada akhirnya Neno bertanya. "Senja sudah berapa lama, tinggal disini ?", tangannya mengambil sendok beserta piring-piringnya, bergeser sedikit menjauh. "Udah berapa hari ngga makan?", pura-pura heran. "Jawab...,!?, sambil menghunuskan sendoknya ke arahku. Ku ambil botol air di sisiku meminum seteguk isinya lalu menyerahkan botol tersebut ke hadapannya, " Kurang lebih dua tahun, begitu lulus es em pe baru pindah kesini", menjelaskan bahwa sebenarnya kami sekeluarga telah memiliki rumah ini, semenjak perumahan ini dibangun, namun baru menempatinya dua tahun belakangan, mengingat usia kami yang masih terlalu kecil di tinggal orang tua bekerja.selain itu karena rumah yang lama belum laku terjual. "Kalo Neno sendiri?", ujarku balik bertanya. "Dari umur Kak Dewi satu tahun". Jawabnya singkat, sambil memberikan piring. "Sekarang Kak Dewinya sudah nikah jadi ikut suami." lanjut Neno. "Emang sama kakaknya beda berapa tahun?", tanyaku penasaran. "Lima tahun..., sehabis lulus sekolah langsung nikah, baru juga beberapa bulan yang lalu", terang Neno. tangannya meraih piring yang telah kosong, membawanya ke dapur untuk di cucinya. Kembali ke kamar dengan membawakan dua cangkir coffee mix panas. "Woow, mantab!", ujarku takjub. "Terusin dong ceritanya yang tadi", pintaku. "Ngga ah, udah ngga mood!", "sekarang mau ngomongin surat itu!", "Jadi, setiap sabtu atau akhir pekan Senja udah ada yang punya yah..., pacar bukan, saudara apalagi?!", keresahan Neno mulai di tampakkan padaku. "Kan waktunya, bisa di atur", mencoba membela diri. "Tapi kan, tetap aja jadi terbatasi", tetap enggan untuk mengalah. "Cuma live perform satu jam doang, apa ruginya siy?!", ku belai rambutnya mencoba meminta pengertian. "" Kalo mau ikut juga boleh", ku merajuk sambil mencium bibir untuk menggodanya. "Serius...!?", ekspresinya langsung berubah. "kalo ke sana keroyokan sama temen-temen gimana? ..., hi, hi, hi, pasti seru nih!", tambahnya. Woow !!! Selamat datang Senja dalam dunia tanpa sekat, dimana logika bercampur dengan ilusi, menciptakan satu imajinasi dalam satu bahasa halusinasi, kokoh berdiri dalam satu sosok yang bernama" Wanita". **'** **'**
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD