2. Pembuat Onar

1409 Words
“Paketnya sudah sampai?” tanya pria yang mengenakan jas semi formal berwarna merah bata dengan kemeja yang serasi sesaat setelah mengangkat panggilan masuk melalui ponsel pintarnya. “Sorry … sorry banget. Sepertinya nggak sesuai rencana. Paketnya akan sampai hari Rabu atau Kamis nanti, bro,” ucap suara serak yang sudah tidak asing lagi itu. Tara terlihat sedikit frustrasi setelah mendengar berita yang dia tunggu sejak Jum’at kemarin. “Well, gue nyuruh lo sabar nunggu beberapa hari aja bukan beberapa tahun, jangan stres,” ucap pria itu sesaat setelah mematikan sambungan telepon. Tapi baginya satu hari terasa bagaikan setahun. Dia sudah menanti hal ini selama 15 tahun. Dia semakin dekat dan membuatnya makin tidak sabar. Setiap detinya berharga bagi Tara. Dia ingin segera mendapatkan kepastian itu. Hari itu Tara bersama tim memiliki jadwal pertemuan dengan beberapa orang-orang hebat di dunia fashion dan model. Dirinya mendapat tawaran menjadi fotografer di sebuah variety show pemilihan model terbaik yang di audisi dari beberapa negara di Asia. Indonesia menjadi tuan rumah acara kali ini. Tara dan tim akan bergabung di acara tersebut. Seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang yang elegan menggunakan mini dress berwarna biru muda masuk ke dalam ruangan. Seolah menghipnotis semua mata. Mini dress tanpa lengan dengan hiasan batu mutiara di bagian atas dress itu membuatnya tampak manis. Dia membalas tatapan semua yang sudah hadir di ruangan rapat itu satu persatu seraya tersenyum ramah. “Ini yang punya Spektrum, Bos. Yoona Aresha si top model, istri muda pengusaha raksasa Julian Narendra,” bisik salah seorang tim Tara kepadanya. Pria itu hanya mengangguk dan memperhatikan sekilas lalu beralih kepada ponsel miliknya. “Kabar wanita ini adalah simpanan Julian, lalu dia dijadikan istri sah kedua. Dengar-dengar istri pertama Julian menyetujui pernikahan itu, gila, ya?” oceh salah satu tim Tara lagi. Namun, pria itu tidak terlalu menanggapi dan tampak tidak peduli. Rapat formal sudah dimulai. Membahas sistematis pelaksanaan acara yang sebelumnya sudah dibahas lebih dalam pada meeting kecil. “Terima kasih, Mas Megantara −,” ucap wanita cantik itu terhenti ketika melihat lawan bicara yang seolah akan menyanggah kalimatnya barusan. “Tara, aja.” “Terima kasih, Mas Tara, sudah mau menerima ajakan Ares untuk bergabung di acara ini. semoga kita bisa bekerja sama dengan baik ke depannya.” Wanita cantik itu menjabat tangan besar Tara dengan senyum yang tidak memudar dari wajah kecilnya setelah rapat selesai. Telapak tangan wanita itu tampak mungil dibanding dengan Tara. Setelah berbasa-basi dengan orang-orang yang hadir dalam rapat tersebut, Tara dan timnya pun pamit lebih dulu karena harus menyiapkan pemotretan untuk besok. Seperti dugaannya Senin menjadi hari yang hectic. Sejenak dia melupakan rasa frustrasi akibat tidak bisa memiliki paket yang berisi informasi keberadaan sang adik itu. Bahkan jika salah satu tim yang bertugas menjadi asistennya tidak membelikan atau menyiapkan makan untuk Tara, dia akan lupa kebutuhan tubuhnya itu. Tara bahkan membawa beberapa baju ganti ke kantor. Sering kali dia berakhir tidur di studio miliknya selama beberapa hari. Rumah membuatnya memikirkan masa lalu dan membuatnya berakhir terjaga semalaman. Setidaknya jika dia tetap bekerja di studio dia akan tertidur karena lelah. Ajang pemilihan model kali ini memilih model terbaik pria dan wanita. Biasanya di beberapa season yang diadakan setiap tahun, pemilihan model hanya akan berfokus pada satu gender saja. Namun, kali ini lebih berbeda dan istimewa. Pertama kalinya di Asia, pemilihan top model ini menggabungkan konsep pria dan wanita seperti sebelumnya pernah diadakan di Amerika dan sukses besar. Tara merasa beruntung bisa berkesempatan terlibat di salah satu acara akbar dunia fashion seperti ini. Dia dapat membawa timnya kepada pengalaman yang berbeda. Dirinya sendiri dikenal sebagai fotografer yang cukup diakui para senior, muda dan memiliki gairah yang besar di dunia ini. Beberapa hasil jepretan-nya sudah terpampang di beberapa cover majalah fashion ternama. Orang lain melihat seorang Megantara Ryo sebagai sang perfectionist bertangan dingin. Sifat tertutup dan jarang terbuka kepada orang lain membuatnya mendapat image dingin sekaligus berwibawa. Sangat sulit membuka obrolan dengannya. Hanya beberapa orang saja yang terbiasa dengan sifat tertutup Tara. Walau demikian Tara sangat dikagumi oleh tim-nya. Mereka betah bekerja selama bertahun-tahun dengannya, bahkan ada di antara mereka yang sudah bersama Tara sejak dia merintis karir di dunia fotografi.   *   “Teh atau kopi?” tanya wanita mungil berambut pendek sebahu dengan kaca mata segiempat yang tampak lucu di wajah bulatnya kepada Tara yang terlihat sibuk. Hari ini dia menggunakan kemeja lengan panjang berwarna hijau botol. Beberapa kancing terbuka sehingga memperlihatkan pemandangan d**a bidang yang menawan. Tara merupakan pria yang sangat menjaga kesehatan dan penampilannya. Membuatnya juga menjadi panutan untuk timnya juga. “Teh hijau, ya, tanpa gula,” ucapnya masih fokus dengan beberapa hal kecil. Tak lama setelahnya 24 model berjalan masuk ke lokasi pemotretan. Kali ini mereka akan melakukan pemotretan kelompok dan individual untuk poster acara nanti. Para model pria dan wanita itu langsung diarahkan untuk segera berganti kostum setelah sebelumnya telah melakukan make up di tempat terpisah. Tara mengamati mereka dari tempat dia duduk sambil mengesap teh hijau hangatnya. Salah satu dari model tersebut balik menatap Tara. Pria dengan kemeja hijau botol itu berhenti sejenak dari kegiatannya minum teh, begitu pula dengan model muda itu. Seolah sedang mengidentifikasi sesuatu keduanya terdiam cukup lama. Kemudian pria muda itu menampilkan senyum lebarnya, sangat menawan dan berlalu pergi mengikuti rekan lainnya. Tara masih di sana melihat punggung itu menghilang dalam ruangan lainnya. Ada perasaan yang sudah lama tidak dia rasakan. Bukan sesuatu yang asing, tetapi terasa jauh untuknya. Seolah sulit baginya menggapai asa itu dan dia tidak tahu apa. Pemotretan berlangsung seharian, sejak pagi hingga sekarang menunjukan pukul 21.30 malam hari. Namun, semua berjalan sesuai rencana dan cenderung lancar di luar dugaan. Tara masih terlihat sibuk melihat hasil kerja semua timnya. “Sulit nggak sih jadi fotografer?” tanya seorang pria muda jangkung dengan senyum lebar yang sangat kontras dengan wajah tampannya menghampiri Tara. Wajah model itu sudah tidak berlapis make up lagi, tapi tidak juga mengurangi ketampanannya. Tara melihat pria yang lebih muda itu. Lagi-lagi dia terdiam. Kali ini dia dapat melihat wajah model yang tadi tersenyum padanya lebih dekat. Mata hitam pekat yang menawan disertai senyum lebar yang membuat pesonanya membuncah. Pria angkuh di hadapannya ini sangat menarik. “Tergantung,” ucap Tara masih memperhatikan. Pria yang lebih muda itu duduk berhadapan dengan Tara. Melipat kedua tangannya di sandaran kursi yang dia duduki terbalik. “Kenapa? Bosan jadi model?” tanya Tara kembali setelah melihat pria di hadapannya tampak asyik memperhatikan kegiatan yang sedang dilakukan Tara. Dia tertawa pelan, suara tawanya renyah. Tara tampak kagum dengan suara tawa yang seolah menggelitik telinga, membuatnya melamun dan mengingat memori masa lalu. “Tidak ikut yang lain pulang?” tanya Tara lagi karena merasa canggung dengan kesunyian setelah tawa renyah tadi. Pria muda itu menggeleng dan masih memperhatikan kegiatan Tara yang tengah merapikan alat-alatnya. “Mas Tara,” sapa seorang wanita yang sudah tidak asing lagi. Kali ini wanita itu menggunakan dress hitam selutut dengan belahan cukup tinggi. Semua pernik mewah seolah menegaskan dari mana semua itu berasal. “Yoona, kapan sampai?” tanya pria muda yang sedari tadi asyik memperhatikan kegiatan Tara. “Malam, Bu,” balas Tara kemudian setelah sempat terdiam dengan sapaan pria di hadapannya. “Aku lebih senang jika dipanggil Yoona, jangan ‘Bu’ atau ‘Mbak’. I don’t like it, just call me Yonna.” “Oke. Yoona. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Tara canggung. Secara tidak langsung wanita yang lebih muda darinya itu adalah orang yang menggaji dirinya. Seorang investor di acara besar ini sama seperti Ares, sahabatnya. Bedanya Ares tidak terlibat langsung seperti Yoona yang berpengalaman di bidang ini. “To pick up this boy. Kamu siap, Axel. Ayo kita pergi.” Pria muda yang bernama lengkap Axel Dafa itu menangguk saja dan berdiri dari tempatnya duduk. “Oh ya, mungkin Mas Tara belum dengar. ada perubahan rencana untuk syuting episode pertama. Lokasinya akan dilakukan di Bali, tidak jadi di Bandung. Besok kita akan berangkat penerbangan terakhir.” Tara cukup terkesiap dengan informasi yang baru dia dengar ini. Namun tidak membuatnya segera melakukan pengecekan lebih lanjut. Dia lebih tertarik melihat gerak gerik sepasang muda mudi yang melangkah meninggalkan ruangan itu. tingkah mereka menegaskan hubungan yang terjalin di antara keduanya. Tidak mungkin hanya sekedar teman. Tidak juga mungkin hubungan senior dan junior. Saat punggung keduanya lenyap dari pandangan mata. Tara masih melamun di tempatnya mencoba memutar kembali suara tawa yang dia rekam baik-baik tadi. Tawa renyah yang tidak asing, tapi di mana dia mendengar suara yang mirip ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD