Bab 3

1143 Words
Keesokan harinya, Tini menjalani aktifitasnya seperti biasa. Meskipun sebenarnya hatinya masih belum tenang. Terpikirkan masalah yang tiba-tiba datang kemarin. Suaminya pun belum menampakkan diri nya lagi. Katanya ia sudah berangkat lagi keluar kota mengirim barang. Suaminya itupun tak lupa mengingatkan ancamannya kemarin. Tinipun menjadi resah, ia bertanya-tanya siapa yang tega memfitnahnya. Berulangkali Tini berkata ia tak selingkuh berkali-kali pula suaminya tak mempercayainya. Ia menghembuskan nafas kasar hingga terdengar oleh Aisyah, anak pertamanya yang tengah membantu nya di dapur. "Ibu kenapa?" "Aah ibu gakpapa kok," "Tapi Isyah liat Ibu daritadi ibu melamun, seperti tengah memikirkan sesuatu?" "Ibu gakpapa Ibu cuma kepikiran Bapak kamu saja," "Bapak kan lagi kirim barang keluar kota Bu. Ibu jangan khawatir yah kan Bapak udah sering keluar kota," "Iya, Ibu tau cuma kan kemarin Bapak kamu sempet drop badannya Ibu takut jadi makin drop," "Iya sih Bu, tapi Bapak kan laki-laki paling hebat dan kuat hehe pasti Bapak baik-baik aja Bu," Tini pun hanya tersenyum menanggapi ucapan sang anak. Anak gadisnya ini memang sangat mengidolakan Ayahnya. Ia takut jika nanti suaminya nekat menceraikannya bagaimana nasib anak-anak nya. Semoga saja Bang Nusi mau mendengarkanku, batinnya. "Dah buruan siap-siap berangkat ke sekolah gih, biar sisanya Ibu yang ngerjain," suruh nya pada sang anak. "Iya Bu Isyah siap-siap dulu ya sekalian mau cek Izzah udah bangun apa belum," "Iya sana bangunkan adikmu sekalian." "Iya Bu." sang anak pun meninggalkan dapur Sepeninggal sang anak Tini mulai fokus menyelesaikan pekerjaannya. Ia hari ini mendapatkan pesanan jajan lumayan banyak. Jadi sebisa mungkin sebelum anak bungsunya bangun pesanan ini harus selesai. Ia pun bisa sedikit lupa akan masalah yang tengah menerjang nya. Sejam kemudian Aisyah dan Faizzah sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Tini menghampiri mereka berdua yang tengah sarapan. "Aisyah ini pesanan Bu Fatma kamu nanti bawa sekalian yaa. Didalamnya sudah ada nota yang ibu tulis jadi nanti tinggal kasih kan aja dan tunggu sampai uangnya dikasih yaa," "Iya, Bu siap." "Simpan uangnya dalam dompet ini. Taruh dalam tas dan jangan tinggalkan sendiri didalam kelas. Paham?" "Paham Bu." Tini lalu memberikan dompet kecil yang akan digunakan untuk menyimpan uang pembayaran pesanan. "Yasudah segera selesaikan sarapannya lalu berangkat sekolah yah!" "Iyaa Bu." jawab Aisyah dan Faizzah berbarengan. "Kak nanti aku pulang nunggu kakak pulang sekolah yah?" "Loh kenapa Dek?" "Aku takut dijahilin lagi," "Izzah dijahilin sama siapa Dek?" tanya sang kakak. "Itu si Arka dan temen gengnya," "Izzah diapain sama mereka sayang?" Tini yang sejak tadi mendengarkan percakapan sang anak pun ikut menyahuti. "Mereka suka ngejekin Izzah Bu. Katanya Izzah gak punya Bapak karna Bapak jarang dirumah," ucap Izzah dengan kepala menunduk. Tini pun menghela napas. Dulu Aisyah pun pernah diejek seperti itu. Aisyah yang pernah merasakan hal tersebut pun mengelus pundak adiknya seraya berkata "Udah nggak apa-apa Dek. Kan Bapak jarang dirumah juga karna kerja bukan pergi nggak jelas. Biarkan aja nanti mereka akan capek sendiri," "Kenapa sih Bapak jarang pulang Bu?" tanyanya pada sang Ibu. "Pekerjaan Bapak kan emang seperti itu nak. Luar kota terus," "Tapi waktu Izzah belum sekolah Bapak sering dirumah. Kalo kerja enggak lama tapi kenapa sekarang sampai lama banget Bu?" "Sudah sudah Bapak kan kerja juga untuk kita, untuk makan dan sekolah Izzah kan? Jadi Izzah nggak boleh sedih dan mengeluh yah? Benar apa yang dikatakan mbak Aisyah, biarkan saja nanti anak-anak itu akan capek sendiri. Toh Bapak Izzah kan melakukan hal yang benar diluar sana, mencari nafkah untuk keluarganya. Iyakan?" Izzah yang mendengar penuturan sang Ibu pun mengganguk dan mulai menunjukkan senyum nya "Nah gitu dong anak Ibu itu kalo senyum wahh cantiknya bersinar hahaha..." "Hahaha... Ibu bisa aja nih. Kan cantik juga karna mirip Ibu ya dek ya." ucap Aisyah "Betul tuh kak hehehe..." "Yasudah yasudah. Selesaikan sarapan kalian trus berangkat nanti telat loh kalian kalo godain Ibu terus hmm..." "Siap Ibu cantik." Sejenak Tini bisa melupakan kegundahannya. Ketiganya pun tertawa bersama. Sungguh pagi yang indah meski tanpa kehadiran sosok sang Bapak. Sedangkan tanpa mereka tau ditempat lain, Nusi yang katanya berangkat keluar kota nyatanya tengah asyik bermesraan dengan perempuan lain. "Gimana Bang kamu udah mulai menjebak Istri bulukmu itu?" "Yaa sudah. Kemarin aku pulang langsung marahin dia," "Trus trus gimana reaksi dia?" "Yaa dia terkejut dan tak terima aku tuduh," "Bisa marah juga dia Bang. Katamu dia sangat sabar?" "Ya bisalah, siapapun pasti marah jika dituduh selingkuh," "Makanya lebih baik selingkuh beneran daripada hanya dituduh yakan Bang hahahaaa..." ucap perempuan berbaju ketat itu. "Yaa benar sekali kamu. Seperti kita inikan hahaha..." "Tapi nikmat kan Bang rasanya selingkuh?" "Yaa apalagi jika tak ketahuan," "Oh ya Bang aku mau ngenalin laki-laki yang aku minta buat ngejebak istri kamu itu," "Oh ya siapa dia?" "Dia salah satu temanku di club. Aku sudah menyusun rencana untuk menjebak istri kamu itu," "Aku serahkan padamu saja Ningsih sayang. Yang penting rencana kita berjalan dengan lancar. Kapan dia akan datang?" "Nanti dia akan kasih kabar lagi Bang. Palingan jam segini dia masih tidur Bang," "Kok kamu tau kebiasaannya?" Seketika Ningsih pun terkejut dengan pertanyaan Nusi. "Yaaa...aa..aaku kan dulu juga pernah kerja di club Bang, darisana kan baru pulang sebelum subuh. Nyampe rumah subuh sudah pasti langsung tidur Bang," Nusi pun manggut-manggut mendengar jawaban Ningsih, ia tak curiga sama sekali. Sedangkan Ningsih menghela napas lega. "Bang abis ini aku mau pergi ke rumah temen. Abang mau disini apa mau pulang ke rumah Abang?" "Mau ke rumah temanmu yang mana Ningsih?" "Halah si Dea itu loh Bang dia semalam minta aku kesana," "Yasudah nanti aku antar." "Ehh ehh gak usah Bang aku berangkat sendiri saja." "Kenapa?" "Nanti Abang capek, Abang kan nanti sore mau berangkat luar kota kan?" "Hmm tapi tak apalah hanya mengantar kamu saja aku tak akan merasa capek." Ningsih yang tak bisa menolak pun hanya bisa tersenyum mengiyakan. Lalu ia mulai menggoda Nusi agar pria itu hanyut dalam permainannya. "Bangg, masih jam segini. Yuk.." godanya seraya menciumi rahang Nusi, tangannya pun tak diam saja, ia sudah bergerilya kesana kemari. "Hmmm kamu ini emang paling jago menggodaku." "Haha iyadong Bang..." ia berikan Nusi kedipan mata membuat Nusi semakin b*******h. Padahal tanpa Nusi tau ada maksud terselubung Ningsih menggodanya. Lalu merekapun hanyut dalam permainan panas mereka. Saling bertukar keringat dan saliva. Saling berbagi kenikmatan tanpa takut dosa. Dan setelah keduanya mencapai apa yang mereka inginkan. Ningsih pun mulai beranjak meninggalkan Nusi yang tertidur pasca aktivitas panas mereka. Ningsih mulai membersihkan diri dan berhias secepat mungkin. Setelahnya ia berjalan mengendap-endap meninggalkan Nusi yang tengah tertidur pulas. Biarlah nanti aku kirim dia SMS saja yang penting aku bisa pergi tanpa ketahuan. Batin Ningsih Ningsih pun berjalan sedikit jauh dari kos-kosan nya. Ia menghampiri seorang laki-laki yang tengah duduk diatas motor mengenakan pakaian serba hitam. "Maaf sedikit lama," "Hmm tak masalah," "Aku kangen banget sama kamu," "Aku juga, yuk ke hotel." Ningsih pun mulai naik ke atas motor dan motor mulai melaju meninggalkan Nusi yang tidur seperti orang pingsan. Ia tak tau bahwa tengah ditinggal selingkuh oleh selingkuhan nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD