Part 3

858 Words
Pagi pertama di kampung Ciemoh-dinamakan Ciemoh konon katanya karena semua penduduknya memelihara sapi- dengan pemandangan kaki gunung yang indah, udara sejuk dan juga keramahan orang-orangnya,Mira memulai aktivitasnya. Jika di kosannya dulu ia dengan bebas sebebas bebasnya habis solat subuh tidur lagi. Di sini tidak berlaku. Jam 4 Mira harus bangun kalau tidak, suara Umi yang akan jadi pengganti alarm. Seperti pagi ini Umi membangunkan Mira yang lupa memasang alarm. "Neng bangun neng, udah siang nih...." Umi menggedor pintunya. Tentu saja Mira yang sedang tidur nyenyak dan berselimut ria jadi terganggu. Apalagi Uminya langsung masuk ke dalam. "Neng ayo bangun...Siang!!" sekali lagi Bu Sari membangunkannya. Kali ini sambil mencolek telapak kaki anaknya. Seketika Mira terbangun. Hmmm padahal kan lagi seru-serunya mimpiin Pak Satria dosen kecengannya. "Umi...Kan masih pagi. Dingin..." Mira berkata sambil mata masih terpejam. "Anak perawan mah harus tanginas. Bangun pagi terus solat dulu..." Umi mencolek pipi tembem Mira. "Hah, solat? Mira lagi libur kali Mi..Lagian ini teh belum adzan" Mira membuka matanya lalu menggosok gosok nya sambil melirik ke arah jam dinding. Sudah pukul 4 pagi. Suasana kamar memang terang berderang. Jadi dengan mudah melihat jarum jam. Mira memang takut gelap dan gak akan bisa tidur jika lampu dimatikan. "Walau lagi libur juga tetep bangun pagi. Buka jendela biar udara segar masuk." Umi malah berceramah "Cepet ke kamar mandi dulu!" perintahnya. lalu Bu Sari keluar dari kamar anaknya. Meninggalkan Mira yang masih bermalas-malasan. "Dasar Umi, ga tahu saya lagi mimpi Indah sama pak Satria, eh malah gangguin," dumelnya. Tentu saja tadi dihadapan Uminya ia tak berani berujar **** Setelah mandi, Mira langsung membereskan tempat tidur dan juga kamarnya. Di pojok ternyata paket kirimannya sudah tiba. Lebih dulu tiba dibanding orang yang mengirimkannya. Karena matahari masih belum menampakkan sinarnya ia membongkar barang-barangnya lalu membereskannya. Menata baju-bajunya ke dalam lemari. Tentu saja butuh waktu satu jam. Karena pakaiannya itu sangat banyak. "Neng Mira lagi apa?" Umi datang lagi ke kamar anak gadisnya. "Beresin pakaian Mi," jawab Mira "Umi pikir kamu tidur lagi, ya udah atuh kalau gitu Umi mau ke dapur mau masak." Bu Sari tidak mau mengganggu putrinya. "Abah udah pulang Mi?" Mira memang anyaman keberadaan ayahnya yang tadi malam tidak ada di rumah. "Udah semalam pulang jam 11. Abah kangen tapi kamu udah tidur. Abah tidak mau mengganggu Neng. Sekarang Abah masih di Mesjid sebentar lagi juga pulang. Ya sudah Umi ke dapur dulu mau masak." Bu Sari kemudian pergi meninggalkan anak gadisnya yang masih sibuk membereskan pakaiannya. Duh ga muat nih. Harus segera bongkar isi lemari. Harus buru-buru diwariskan. Mira baru menyadari bahwa ukuran lemari jati 4 pintunya nya yang besar itu sudah tidak muat lagi menampung pakaiannya. Hobby shoppingnya itu membuat isi lemarinya semakin penuh. Karena semua sepupunya adalah laki-laki maka yang biasa kebanjiran baju bekasnya adalah anak Ma Cicih. Besok aja kalau udah nyalse diberesin. Tak berapa lama kemudian Mira yang bernama lengkap Mira Nurazizzah itu keluar dari kamarnya. Ia hendak turun ke bawah menuju dapur. "Neng, anak kesayangan Abah apa kabar geulis? Abah kangen pisan." Tiba-tiba Abah muncul dari ruang tamu saat Mira menuruni anak tangga terakhir. "Abah...Mira juga kangen." Mira setengah berlari mendekati ayahnya. Ia lalu mencium tangan Abahnya. "Alhamdullilah kabar Mira baik Bah," lanjutnya. Kedua ayah anak itu lalu berjalan bersama menuju ruang makan. ****** Bu Sari sedang sibuk memasak di dapur bersama Ma Cicih yang membantunya. Urusan membereskan pekerjaan rumah sudah selesai. Menyapu lantai dan mengepel biasa dilakukan selepas sholat subuh. Mencuci baju pun telah usai karena menggunakan mesin cuci. Ma Cicih tinggal menjemurnya saja. Ia akan melakukannya setelah beres urusan dapur. Jam menunjukkan pukul 6 pagi saat makanan untuk sarapan pagi dihidangkan. Kebiasaan keluarga Pak Haji Rahman memang sarapan lebih awal karena baik pak Rahman ataupun isterinya jam 8 harus sudah ada di Peternakan Sapi. Menu yang terhidang saat ini cukup sederhana. Nasi goreng Ati ampela, kerupuk serta lalapan mentimun dan selada. Minumnya jus jeruk dengan campuran yoghurt. "Makasih ya Mi. Minuman kesukaan Mira." Mira tampak berbinar melihat apa yang telah terhidang di meja makan. "Gara-gara ada Mira Abah juga terpaksa ikutan minum yang begini." Pak Hjaji Rahman si juragan sapi itu berkata sambil tersenyum ke arah anak gadisnya "Kalau ada Neng mah pola makan Abah teh lebih sehat dan teratur." Bu Sari berkomentar sambil melirik ke arah suaminya. "Pokonya Abah jangan kebanyakan minum kopi!" Mira menasihati ayahnya sambil mengisi piringnya. "Cuma 3 cangkir sehari. Pagi, siang dan sore," jawab laki-laki berusia 60 tahun itu. "Tuh kan bener Abah teh ga sehat. minum kopi kaya minum obat aja sehari 3 kali." Mira menatap ayahnya menyalahkan. "Belum lagi kalau ada tamu, si Abah pasti ikut minum juga." Bu Sari mengadu pada anaknya. "Salahnya Umi atuh kenapa dibiarin begitu?" Mira tampak kesal. "Habis Abah pinter pisan merayu Umi jadinya Umi terkena bujuk rayu Abah." Bu Sari malah tersenyum. "He..He...Yang penting Abah sehat kan Neng." Pak Haji Rahman membela diri "Tetep aja atuh Bah jangan over. Abah harus lebih banyak minum air putih dan jus." Mira terus memberi nasihat. "Baik Neng geulis." Abah menyerah supaya tidak terjadi debat panjang. "Hayu atuh ah makannya dihabisin jangan mengobrol saja, pamali makan sambil bicara!" Bu Sari juga , perdebatan. Mereka semua menghabiskan makanannya. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD