Tubuhku mematung melihat paras tampan yang berdiri di hadapanku. Aku terkesima. Pria itu, dia adalah calon suamiku. Orang yang akan menikahi ku beberapa jam lagi.
"Cantik bukan? Dia calon istrimu. Namanya Realina. Dia bersedia memberikan anak pada kita. Iya, kan?" tanya Rania seraya menatapku.
Tubuhku menegang, pertanyaan lembut Rania berbanding terbalik dengan tatapan tajam suaminya padaku. Nyaliku menciut melihat aura kelam dalam wajah pria itu. Dia pria tampan, tapi ekspresi wajahnya sungguh menyeramkan. Aku pun hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan yang Rania ajukan.
"Berapa banyak uang yang kamu dapat hingga bersedia menjual tubuhmu?"
Jantungku terhantam. Menjual tubuh? Uang? Kata-kata pria itu sungguh tajam. Menghujamku hingga relung yang paling dalam. Aku bukan wanita rendah yang bersedia menjual tubuh demi uang. Aku hanya...?
Mulutku bungkam. Pria itu benar. Apapun alasannya, aku memang menjual tubuhku demi uang. Menikah dan memberikan anak, berarti aku harus melakukan pelayanan dengan tubuhku. Pantas saja pria itu memandang rendah diriku.
"Cukup Ken! Rea bukan wanita seperti itu. Dia wanita baik-baik. Aku yang memintanya menikah dengan mu," bela Rania.
Aku terharu mendengar pembelaan Rania. Tapi, itu tidak mengubah apapun. Karena aku harus tetap melayani suaminya.
Pria itu mendengus. "Wanita baik-baik tidak akan mau menikah dengan pria beristri. Dia tidak lebih dari wanita jalanan yang akan melayaniku sampai berhasil mengandung anakku."
Air mataku luruh mendengar penghinaannya. Perkataan pria itu sungguh tajam. Saking tajamnya, kata-katanya berhasil mengoyak hatiku. Dan bodohnya, aku tidak mampu mengelak atau mengingkari semua tuduhannya.
Aku terkesiap saat merasakan sebuah tangan menggenggam tanganku. Seakan menenangkanku, tangan lembut itu menyatukan jari-jarinya dengan jari tanganku.
"Jangan berkata seperti itu. Rea calon ibu dari anakmu. Kamu harus menghormatinya," ucap Rania membelaku. Tutur katanya terdengar lembut dan suaranya sedikit bergetar. "Aku mohon, Ken. Menikahlah dengan Rea dan miliki anak darinya. Lakukan semua itu untukku."
Aku menoleh menatap tubuh Rania yang bergetar. Wanita itu menangis. Tangisannya terdengar memilukan. Hatiku ikut sedih karenanya.
Aku merasakan remasan tangan wanita itu di tangan kananku.Getaran tangannya seakan memintaku untuk menguatkannya. Rania memang wanita gila, tadi dia yang menenangkan aku. Tapi sekarang, malah dia yang memintaku untuk menenangkannya.
"Jangan menangis. Maafkan aku Rania. Tolong jangan menangis!"
Ku tatap pria yang tadi menghinaku dengan alis bertaut. Sikapnya terhadap Rania sangat lembut. Perlakuannya kepada Rania berbanding terbalik dengan perlakuannya kepadaku.
Pria itu, calon suamiku. Dia terlihat sangat mencintai istrinya. Apa jadinya jika aku harus menikah dengannya? Belum apa-apa, perlakuan pria itu kepada Rania sudah membuatku iri.
Tatapan tajam yang tadi diperlihatkannya padaku. Berkebalikan dengan tatapan lembut penuh cinta yang diberikannya kepada Rania.
Pasangan suami istri itu, Kenapa harus aku yang hadir diantara mereka?
"Sayang...maafkan aku," ucap Kenzie. Dia menghapus air mata Rania. Terlihat kesedihan dalam sorot matanya. "Aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan. Aku akan menikahi wanita manapun yang kamu pilihkan."
Mataku terpejam. Air mataku mengalir. Kenapa kehidupan selalu sulit bagi ku? Belum cukupkah aku kehilangan ibu, di campakkan ayah, terlilit hutang dan sekarang aku harus menguatkan hati untuk hidup diantara dua orang yang saling mencintai.
Akankah aku bisa bertahan? Menjadi duri dalam daging. Menjadi penghalang cinta mereka. Menjadi wanita kedua yang selalu akan di pandang hina. Dan menjadi wanita kejam yang bersedia menikah dengan suami orang.
Aku merutuki diriku sendiri. Walau semua ini bukan keinginanku, tapi takdir ini terasa berat bagiku. Aku tidak mau menjadi orang ketiga dalam rumah tangga mereka. Tapi, hanya Rania yang bisa menolongku terbebas dari hutang.
"Terima kasih, Ken. Sekarang kamu bersiap. Sebentar lagi penghulu akan datang. Aku akan membantu Rea untuk berdandan," ucap Rania dengan senyumnya yang selalu menggangguku.
Wanita itu, Rania Dewantara. Dia benar-benar wanita gila. Meminta suaminya bersiap menyambut penghulu dan mempersiapkan wanita yang akan tidur dengan suaminya.
Rania menuntunku menaiki tangga. Sekilas, kulihat tatapan penuh luka dalam sorot mata Kenzie.
"Mandilah! Aku akan menyiapkan pakaian untukmu. Gunakan sabun milikku. Ken sangat menyukai aroma sabun yang aku pakai," ucap Rania.
Tanpa banyak bertanya, aku segera melangkah menuju kamar mandi. Bukan hanya rumah Rania yang megah, kamar mandinya pun sangat mewah. Tidak di ragukan lagi, Rania dan suaminya memang orang kaya.
Aku menenggelamkan diri dalam bathtub yang sudah aku penuhi sabun. Berendam membuat pikiranku nyaman. Ku pejamkan mata untuk memikirkan langkah ke depan.
Haruskah aku kabur dari perjanjian nikah ini? Atau haruskah aku jerat saja suami Rania agar menjadi milikku sepenuhnya? Bibirku tersenyum karena pemikiran keduaku.
Nampaknya Rania memang wanita kaya yang bodoh. Cinta membuatnya buta. Dia sampai Rela menikahkan suaminya dengan wanita tidak jelas juntrungannya sepertiku.
'Lihatlah! Belum apa-apa, aku sudah berniat untuk menaklukkan suaminya,' batinku tertawa jahat.
Aku menghirup udara dalam-dalam, aroma lembut dari sabun menyeruak ke dalam indra penciumanku. Wangi bunga hyacinth, jasmine dan roses dengan sentuhan aura dari white lily dan melon, semerbak wewangian yang sudah lama aku rindukan.
Kepalaku terasa ringan. Beginilah seharusnya hidup, tinggal di rumah mewah, mempunyai suami tampan nan kaya dan mandi dengan wewangian bunga yang menyegarkan.
Aku merindukan kehidupanku yang dulu, hidup nyaman bak putri raja. Dan sekarang, kesempatan itu datang menghampiriku. Bukan hanya hidup sebagai putri, aku bahkan bisa hidup menjadi ratu di rumah ini.
Ku tatap bayangan tubuhku di dalam cermin. Tidak ada yang cacat dengan tubuhku. Walau selama sebelas tahun aku hidup dalam kekurangan, tapi wanita miskin ini mempunyai paras dan bentuk tubuh yang memukau. Tidak kalah cantik dengan Rania yang bodoh itu.
Dengan tubuh seindah ini, Kenzie Mahardika, pria yang sebentar lagi akan menikahi ku. Menjeratnya tidak akan sulit. Dengan status yang akan aku sandang. Aku bisa dengan bebas mengekspresikan diriku untuk menggodanya.
'Ya! Aku akan menaklukkan pria itu,' batinku berbicara.
Ceklek!
Rania masuk ke dalam kamar mandi. Kulihat bayangannya di balik gorden yang menjadi penghalang diantara kami.
"Aku lupa memberimu bathrobe," ucapnya. "Oh ya, jangan berendam terlalu lama. Tidak baik berendam malam-malam dalam cuaca dingin sepeti ini."
Bayangan Rania terlihat menghilang, begitupun dengan suara langkah kakinya yang teredam di balik pintu kamar mandi.
"Dasar wanita bodoh!" umpatku.
Penuturan Rania membuatku geli. Siapa dia berani mengatur hidupku? Kami bahkan baru mengenal beberapa jam lalu. Tapi, dia sudah berani mengkhawatirkan aku.
Dalam keadaan seperti ini, bukan aku yang seharusnya dia khawatirkan. Tapi, Rania yang harus mengkhawatirkan dirinya sendiri. Karena sebentar lagi, suami Rania akan menikahiku dan kami akan merengkuh madu nikmat bersama.
Setelah malam pertama kami, aku tidak akan membiarkan Kenzie menatap wanita lain selain diriku. Aku akan menjerat Kenzie dalam pelukanku. Membuatnya nyaman bersamaku dan melupakan wanita bodoh seperti Rania.
Ya, pemikiran yang sangat sempurna. Menjadikan suami Rania sebagai milikku seutuhnya.