DUA PULU DUA

1332 Words
Suara ketukan pintu membuat Reno yang sedang menonton pertandingan sepak bola tim favoritnya harus tertunda sebentar. Ia tidak bisa menyuruh Rino karena sekarang saudara kembarnya itu tengah menyantap makan malam. "Siapa sih malam-malam begini datang?" keluh Reno sambil berjalan menuju foyer rumahnya untuk membuka kan pintu utama kediaman Soeprapto. "Mana masuk lewat pintu depan lagi" Reno menggeleng-gelengkan kepalanya. Reno pun membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang datang malam-malam begini. "Renata?!" Reno kaget melihat kakaknya dengan air mata bercucuran. "Kamu kenapa?" tanya Reno yang heran sekaligus kaget melihat kakaknya itu.  "Mana Andra?" tanya Reno lagi.  Bukannya menjawab Renata malah makin menangis sejadi-jadinya. "Sudah sudah, kita masuk dulu. Kamu bisa ceritakan di dalam" Reno memeluk kakaknya. "Kamu bawa baju ganti?" tanya Renop pelan. Renata mengangguk. "Aku meninggalkan tasku di mobil" jawab Renata diantara tangisnya. "Mana kunci mobilmu?" tanya Reno kemudian. Renata memberikan kunci mobilnya kepada adiknya. "Pak Ujang!!" teriak Reno memanggil satpam rumahnya. Tak lama satpam rumah mereka pun datang. "Iya Tuan?" Pak Ujang datang. "Ambilin tasnya Renata terus bawa ke kamarnya" Reno memberikan kunci mobil Renata. Pak Ujang mengambil kunci mobil tersebut dan kemudian langsung bergegas menuju mobil Renata.  Reno masih memeluk kakaknya yang menangis sesunggukkan. Ia mematikan siaran langsung sepak bola tim kesayangannya. Karena sekarang yang terpenting adalah kakak kesayangannya. Ia mengantarkan Renata masuk ke kamar yang sudah lima bulan di tinggal pemiliknya ini. Reno menyalakan lampu dan pendingin udara kamar kakaknya tersebut. Renata yang masih sesunggukkan duduk di tepi tempat tidur kesayangannya sebelum menikah. "Sekarang katakan padaku, apa yang terjadi. Kemana Andra?" Reno bertanya dengan hati-hati. Ia lupa menutup pintu kamar kakaknya itu. "Andra mengusirku" jawab Renata dengan air mata yang makin deras mengalir. Reno terperanjat mendengar jawaban Renata. "Kok bisa? Apa salahmu?" reno langsung bertanya. Renata pun menjelaskan pertengkarannya dengan Andra sebelumnya. Isi ceritanya sempat tersendat-sendat karena ia tak berhenti menangis mengingat pertengkaran memilukan itu.  "Aku berani bersumpah aku tidak pernah menanda tangani sketsa-sketsa tersebut. Aku bahkan tidak tahu menahu tentang itu semua. Ia termakan rumor tersebut" ucap Renata. "Kita bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana bukan?" Renata menatap adiknya yang berlutut di hadapannya. Reno menggeleng lemah sambil tetap membiarkan kakaknya bercerita tentang pertengkaran heboh itu. "Aku lelah" ucap Renata sambil mengusap ai matanya. "Kamu sudah makan?" tanya Reno. Renata mengangguk. "Sekarang ganti bajumu dan tidur" reno memluk kakaknya lagi.  Setelah itu Reno keluar dan menutup kamar kakaknya. "Apa yang terjadi?" Rino, dan kedua orang tuanya sudah berada di depan kamar putri sulung keluarga tersebut. "Kita bicarakan di bawah" Reno mengajak keluarganya untuk turun ke lantai satu dan menceritakan semua yang terjadi. "Papa nggak sangka ini semua terjadi!" Hardi kaget mendengar cerita putra keduanya itu. "Ini pasti salah paham" tambahnya. "Aku juga yakin ini salah paham namun jika memang ini salah paham, tapi jika memang ini salah paham siapa pelakunya sampai ada tanda tangan Renata di situ" ujar Reno. "Kamu sudah lihat?" tanya Dewi, mamanya. Reno menggelengkan kepalanya. "Aku yakin bukti itu masih ada di tangan Andra" Rino akhirnya membuka suaranya. "Lebih baik kita bicarakan baik-baik dengan keluarga mereka. Papa yakin semua bisa di bicarakan baik-baik" Hardi mencoba berpikir positif. "Di bicarakan baik-baik?!" tanya Reno dengan nada ketus seraya berdiri. "Dia membuat kakakku menangis sejadi-jadinya seperti ini hingga mengusirnya dari rumah dan papa masih bilang kita bisa bicarakan semua baik-baik dengannya?!" ujar Reno dengan nada tinggi. "Maaf jika nada bicaraku tinggi, namun aku tidak bisa membicarakan semuanya baik-baik dengan si b******k itu" lanjtunya dengan dengusan kasar. "Aku juga" Rino berdiri. "Aku tidak terima kakakku di perlakukan seperti itu. Kalau memang dia bisa mencari istri yang lebih baik daripada Renata, kenapa tidak secepatnya dia cari dan memasrahkan diri di jodohkan Renata? Dasar bodoh! Kakakku juga bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dan tentunya lebih PANTAS di jadikan suami ketimbang dirinya" Rino berbicara panjang lebar. Hardi dan Dewi hanya dapat pasrah melihat kedua putra kembar mereka ini. Mereka bukan hanya kembar identik dalam segi wajah, namun juga dari segi sikap. Terbukti keduanya kompak untuk tidak membicarakan masalah ini dengan baik-baik.  "Reno, Rino dengarkan Papa dan Mama. Kita coba bicarakan semuanya dengan baik-baik. Semuanya tidak akan selesa dengan menggunakan emosi. Papa juga tidak terima putri papa di perlakukan seperti itu, namun seperti yang kamu yakini ini semua salah paham. Jadi kita harus menyelesaikannya dengan pikiran jernih dan emosi yang redup. Kita hanya urus bagian kesalah pahaman ini. Untuk urusan itu,  biar Andra dan Renata yang menyelesaikannya" Hardi mencoba menenangkan kedua putranya. "Kalau bisa besok Renata mengirimkan surat gugatan perceraian" harap Rino.  "Papa akan coba telefon Danar untuk membicarakan ini. Besok pagi kalian berdua dan papa akan ke kantor mereka untuk membicarakan semuanya. Mama di rumah saja, temani Renata" Hardi bangkit dan bejalan menuju meja telefon.                                                                   *** "Kamu kenapa main tuduh Renata seperti itu?" Diana marah pada adiknya setelah semalam menerima telefon dari ayahnya tentang pertengkaran Renata. Ia terkejut bukan main mengetahui Andra yang mengusir Renata dari rumah. "Bukti kuat sudah ada begini kenapa kamu bilang aku main tuduh?" kening Andra berkerut menatap kakaknya. Jelas-jelas buktinya sudah ada di depan mata. "Bu Diana, Pak Andra di panggil Pak Danar ke ruang rapat" ujar Indah sekretaris Andra. Keduanya saling menatap. Diana lebih dulu keluar dari ruangan kerja Andra dan pergi menuju ruang rapat duluan. Andra memasukkan sketsa-sketsa dengan tanda tangan istrinya itu ke dalam map dan membawanya ke ruang rapat. Ia sangat yakin ia yang benar. Reno melemparkan tatapan dingin ke arah kakak iparnya. Ia teringat Renata yang menangis sesunggukan semalam karena di usir suaminya. Andra yang menyadari tatapan adik iparnya tersebut membalasnya dengan tak kalah dingin. Diana yang menangkap basah tatapan dingin antara keduanya, berdeham untuk menghentikan semuanya. "Bisa kamu berikan pada papa bukti otentikmu itu?" Danar meminta Andra untuk memberikan bukti otentik kebanggaan Andra itu. Putra bungsunya itu memberikan semua bukti otentiknya pada ayahnya. Dengan seksama Danar melihat semuanya. "Ini memang sketsa desain perusahaan kami. Aku sudah melihatnya. Tetapi aku tidak tahu wujud tanda tangan Renata seperti apa" Danar menaruh kertas-kertas itu di meja. "Itu memang tanda tangan Renata" ujar Andra.  Reno mendengus kesal menatap Andra yang 'menjawab' ucapan tersebut. "Masalahnya, sekarang, sketsa ini pasti di plagiat oleh seseorang dan di berikan tanda tangan Renata. Namun Renata sendiri bilang ia tidak pernah menanda tangani ini semua" ucap Hardi dengan tenang. Meskipun kedua putranya tidak yakin dengan idenya unutk membicarakan semuanya dengan baik-baik saja, ia kukuh dan yakin semua pasti bisa jika di bicarakan dengan baik-baik. "Pasti orang ini pintar sekali bisa melakukan ini semua" tambah Danar. "Ini sudah jelas Renata. 30 menit setelah ia berkunjung ke sini, karyawanku masuk dan memberitahuku bahwa sketsa tersebut sudah di temukan. Renata datang tak alam sebelum sketsa-sketsa itu ditemukan. Pasti dia mencari celah untuk menaruhnya kembali dan berhasil" dengan cerdasnya Andra mengatakan semua kesimpulan yang ada di otaknya itu.  Sejujur, Hardi, Reno dan Rino tidak terima dengan ucapan Andra barusan. Mereka yakin ada pihak yang ingin menjatuhkan Renata. "Lebih baik, sekarang sketsa dengan tanda tangan Renata semuanya di scan dan di simpan dalam bentuk softcopy. Aku akan memberikan softcopy tersebut dalam bentuk CR-ROM sehingga bisa di selidiki. Kita akan mencari agensi atau lembaga hukum yang bisa membuktikan ini semua" Danar mencari jalan tengahnya. Hardi mengangguk. "Diana panggilan sekretaris di depan sana, suruh dia berikan sketsa ini pada bagian IT untuk di scan dan simpan dalam bentuk softcopy. Satu CD ROM untuk Om Hardi dan perusahaannya satu lagi untuk perusahaan kita" Danar memberikan sketsa yang sudah di masukkan ke dalam file tersebut. Diana mengangguk dan bergegas menjalankan perintah ayahnya. Setelah semua selesai, Andra adalah orang pertama yang keluar dari ruang rapat tersebut. Ia muak bukan main dengan semua ini. Rasanya ingin secepatnya ia mendaftarkan gugatan perceraian untuk kedua kalinya ke Pengadilan Agama. Ia sudah tidak dapat lagi memikirkan sopan santun ke mertua dan kedua adik iparnya itu.  Reno yang sedang melangkah menuju lift berhenti sebentar dan merogoh kantong celana kerjanya.  Mama calling . . .  "Halo Ma?" tanya Reno yang lanjut berjalan. "Di rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Reno dengan kening berkerut. Rino yang mendengar pembicaraan kembarannya menengok ke arah Reno. "Renata masuk rumah sakit?!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD