TIGA BELAS

951 Words
Risty mendorong kesal pintu ruangan accounting. "Kenapa cemberut begitu?" tanya Hendra yang hendak mengkopi beberapa berkas. "Tadi dia dari ruangan si bos. Kenapa pujaan hatimu itu ngomelin kamu ya?" tanya Sita. "Iya, betul! Dia bilang laporanku tidak akurat bahkan terjadi banyak kesalahan" jawab Risty denan ketus. "Makanya, waktu kamu kerjain, jangan ke bayang mukanya dong!" goda Sita sambil tetap fokus pada layar komputer di depannya. "Bantu aku perbaiki semua laporan ini" Risty melempar map tersebut ke meja Sita. "Kamu tidak lihat ada 5 berkas yang menungguku?" Sita menunjuk lima tumpuk file di sebelah kanannya tanpa melepaskan kedua matanya dari layar komputer. "Oh ya, ada yang beda dari bos kita loh" celetuk Danar selanjutnya. "Apanya yang beda?" Risty langsung menengok ke arah rekan kerjanya tersebut. "Aku sering lihat ada wanita muda yang mondar-mandir ke ruangan Pak Andra" ucap Danar. "Bahkan aku pernah lihat mereka gandengan mesra" tambahnya sambil melirik ke arah Risty. "Heh! Siapa wanita itu? Berani banget dia deketin pujaan hatiku" sahut Risty tak terima. "Pak Andra kan duda, dia bebas dong mau sama siapa saja" sahut Danar. "Lagi pula seharusnya kamu mikir, Pak Andra kalau punya istri kamu wah bisa kelimpungan dia" ucap Hendra yang sudah mengkopi berkas di area mesin fotokopi. "Urus laporan keuangan saja mau berantakan gini, gimana mau urus rumah tangga dengan dia?" tanya Sita sambil tertawa renyah dengan ekspresi cemberut dari Risty.  *** "Kalau memang masih sakit ya jangan ke kantor dulu" ucap Rino sambil membantu memapah kakaknya yang lemas seharian ini. Di tambah lagi ia harus menghadiri rapat penting siang ini. "Sebaiknya kamu pulang, dan istirahat. Aku telfonkan Andra ya?" tawar Rino sambil berusaha merogoh ponselnya. "Tidak, dia pasti sibuk. Sudah, selesai rapat aku pulang" ucap Renata dengan wajah pucat. Suara ketukan pintu membuat keduanya terperanjat. "Selamat siang, Pak, Bu. Maaf saya ke sini untuk memberikan CV dari pelamar yang terpilih untuk meng-handle bagian e-signature perusahaan kita" ucap karyawan mereka sambil menaruh map cokelat dengan tali tersebut. "Terima kasih. Setelah itu nanti saya beritahu bagian HRD untuk jadwal walk in interview" balas Rino sambil tersenyum. Karyawannya langsung keluar dari ruang kerja Renata. Renata memajukan tubuhnya dan mengambil amplop cokelat tersebut. Ia membuka ikatan tali yang melilit amplop cokelat polos tersebut. Ia mengeluarkan kertas-kertas yang terdapat di dalamnya. "Maresha Dwitami" Renata menyebutkan nama yang terpilih menjadi calon karyawannya tersebut. "Wanita ya?" tebak Rino sambil duduk di sofa ruang kerja Renata. "Iya, kenapa? Mau kamu jadikan calon pacar?" goda Renata. "Hmm dia sudah bercerai rupanya" tambah Renata sambil terus membaca isi dari data diri pelamar tersebut. "Janda?" sahut Rino lagi. "Iya, kenapa? Masih berminat? Tidak semua janda itu konotasinya buruk kok" Renata tersebut membaca kertas demi kertas tersebut. Data diri, ijazah dan yang lainnya yang sudah di fotokopi. "Atur jadwal walk in interview nya untuk minggu depan. Kita tidak bisa menunda lebih lama lagi untuk urusan ini. Kita sangat membutuhkan orang ini" ucap Renata sambil menaruh kembali kertas-kertas tersebut ke dalam amplop.                                                                 *** "Kamu mau tahu sesuatu Chessa? Bos kesayanganku itu ternyata sudah ada yang punya!" sentak Risty pada temannya yang tengah menyeruput jus mangga. "Risty apa-apaan sih! Aku kalau tersedak gimana?" omel Chessa. "Aku tuh kesal Andra-ku sudah ada yang punya" sesal Risty dengan wajah cemberut. Dia bukan Andra-mu sergah Chessa dalam hatinya. "Aku memang belum tahu pasti siapa wanita itu, tapi aku harus cari tahu dia siapa dan bla bla bla tentang dirinya. Kalau aku bisa, aku harus menyingkirkannya" ucap Risty dengan licik. Chessa hanya diam dan menyimak setiap kata-kata yang keluar dari mulut Risty. "Pokoknya aku harus tahu!" Risty akhirnya diam setelah steak pesanannya tiba. Sedangkan Chessa tersenyum penuh arti sambil menatap keluar jendela restoran mereka makan siang.                                                                 *** "Jadi akhirnya kamu memutuskan untuk mengakhiri masa lajangmu?" tanya Andra sambil tetap menggengam undangan pernikahan sahabatnya, Galih. Yang di sindir hanya tersenyum penuh arti. "Baguslah kalau begitu, kamu akhirnya menemukan belahan jiwamu" Andra menghela napasnya. "Renata apa kabar?" tanya Galih sesaat kemudian. "Baik, kondisinya hanya sedang tidak kurang enak badan, demam dan lemas" ucap Andra. Ia sedikit terbayang kondisi istrinya saat ini. Meskipun di matanya Renata selalu menyebalkan dan salah, tetapi ia masih memiliki hati. "Kamu jadi suami seharusnya memperhatikan kesehatan istrimu dong" ucap Galih. "Apapun alasannya kamu menikahinya, kamu harus memperhatikannya, dia sudah menjadi tanggung jawab kamu sekarang" tambah Galih. "Mentang-mentang sudah mau menikah, kamu mau nasehati aku gitu?" tanya Andra sambil menaikkan satu alisnya. Galih hanya tertawa kecil. "Aku gak sengaja bertemu Chessa" ucap Andra membuka topik pembicaraan lainnya. "Chessa? Mantanmu saat kita kuliah dulu?" tanya Galih. Andra mengangguk. "Yang hamil di luar nikah itu?" tanya Galih sekali lagi. "Iyaaaa" jawab Andra. "Ketemu dimana?" tanya Galih sambil meneguk Ice Blackcurrant miliknya. "Kemarin aku mau cari hadiah untuk Nafa, eh setelah aku ambil tas yang mau aku beli dia menegurku lebih dulu. Masih ingat saja dia dengan wajahku. Memang ya aku ini tipe-tipe susah di lupakan, sudah putus sekian lama saja Chessa masih ingat wajahku ini" jawab Andra dengan sangat percaya dirinya. Galih mencebik mendengar kata-kata Andra barusan. "Terus, kamu bicarakan apa saja dengan dia?" tanya Galih lagi. "Apa jangan-jangan kalian pergi makan siang bersama gitu? Makan siang dengan mantan mungkin" ucap Galih sambil mencomot potongan pizza berukuran medium yang ia pesan secara delivery. "Enggaklah, aku pergi makan siang dengan Renata" tangkisnya. "Ohh jadi makan siang romantis dengan istri setelah gak sengaja ketemu mantan, gitu?" tanya Galih dengan nada iseng. Andra memukul pelan lengan tangan Galih dan hampir membuat pizza yang ada di genggaman Galih jatuh ke lantai. "Akan aku pastikan kamu membeli satu loyang berukuran large jika sampai pizza di tanganku ini benar-benar terjatuh" Andra hanya tertawa renyah melihat Galih yang bersungut kesal. Meskipun tidak jatuh ke lantai, namun pizza berlumuran saos tomat tersebut berhasil mendarat dengan sempurna di kemeja kerja milik Galih.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD