Tidak Tega!

1138 Words
Tengah malam. Suhu udara Hotel ini semakin dingin. Cuaca di luar juga tidak bersahabat. Hujan deras dan suara petir yang sangat kencang membuat Jacob terbangun dari tidurnya. “Huuhhh berisik sekali,” gerutu Jacob lalu ia mengambil bantal untuk menutupi wajahnya. Jacob menurunkan bantal yang menutupi wajahnya. Ia mengernyit dan melihat istri kecilnya yang meringkuk kedinginan. Jeje hanya menggunakan kaos milik Jacob. Kaos yang besar untuk menutupi tubuhnya. Jacob mendekati istrinya lalu ia melihat wajah istrinya yang terlihat benar-benar natural sekali. Lalu pandangan Jacob tertuju pada paha putih mulus istrinya. Dengan susah payah ia mencoba menelan salivanya. Jacob langsung mengalihkan pandangannya dan ia mengambil selimut dari ranjangnya dan memakaikannya ke tubuh kecil istrinya. Walau kasar dan kejam entah kenapa ia tidak bisa mengabaikan Jeje begitu saja. Apa karena Jeje istrinya? Jacob tak mau ambil pusing ia langsung memesan selimut lagi ke pihak Hotel untuk mengirimkan selimut lagi untuk dirinya. Jacob menyelimuti istri kecilnya lalu ia menunggu sebentar sampai staff Hotel datang. Begitu terdengar suara bel pintu Jacob langsung membukanya dan ia mengambil selimut miliknya lalu Jacob langsung menidurkan tubuhnya kembali. Mentari pagi mulai bercahaya. Cuaca kali ini masih mendung akibat hujan semalam. Udara dingin benar-benar menyelimuti ruang kamar Jacob dan Jeje. Jeje yang benar-benar kedinginan akhirnya mencoba untuk membuka kedua matanya. Jeje mengernyit dan ia melihat selimut tebal menutupi tubuhnya lalu Jeje mengalihkan pandangannya untuk melihat suaminya yang masih terlelap di ranjang yang nyaman itu. Jeje menghembuskan nafasnya lalu ia memilih bangun. Jeje mengambil pakaian yang dibelikan suaminya kemarin, ia melihatnya dan ia bingung ingin memakai yang mana? Semua pakaiannya sangat bagus. Akhirnya Jeje mengambil satu pakaian casual yang menurutnya cocok dengan gaya style dirinya. Jeje membawanya ke dalam kamar mandi dan ia akan membersihkan diri saja lebih dulu. Jacob terbangun saat suara ponselnya terus berdering dengan hebat. Ia melihatnya dan mematikan ponselnya. Jacob melihat ke arah sofa. Istrinya tidak ada? Ke mana Jovanka? Batin Jacob lalu pintu kamar mandi terbuka dan Jacob langsung pura-pura menidurkan tubuhnya kembali. Jacob mengintip, ia melihat istrinya yang sedang mengeringkan rambutnya. Jacob bangun. Ia langsung turun dari tempat tidur melewati istrinya begitu saja. Tidak ada sapaan selamat pagi atau senyuman indah yang Jeje dapatkan. Hatinya kembali bersedih. Apa ia harus hidup seperti ini untuk selama-lamanya? Jeje menunduk dan tanpa ia sadari air matanya terjatuh membasahi kedua pipinya. Jeje merindukan papanya. Lagi-lagi Jeje langsung berteriak dan menutup kedua matanya saat melihat suaminya yang hanya menggunakan handuk saja. “Aaaaaa …” “Kenapa berisik sekali? Apa tidak bisa tidak berteriak di pagi hari?” “Ka-kamu makanya jangan pakai handuk begitu. Bawa pakaian gantinya ke kamar mandi kan bisa!” ucap Jeje sambil menutup matanya dan Jacob dengan asik melepaskan handuknya lalu ia mendekati istrinya. Jacob menarik tangan Jeje dengan kasar dan cengkraman tangannya sangat kuat, membuat Jeje kesakitan. “Aku suami kamu. Buka mata kamu!” “Tidak, kamu sudah gila ya! Pakai baju kamu dulu!” “Tapi aku suami kamu! Kalau aku ingin kamu melayani aku apa kamu akan menolaknya?” “A-aku belum terbiasa, aku mohon pakailah baju kamu,” ucap Jeje lalu ia menangis. Air mata yang mengalir membuat Jacob kaget. Baru kali ini ia mendapati seorang wanita yang benar-benar tidak ingin melihat tubuh kekarnya. Tubuh yang sangat sempurna dan tubuh yang selalu menjadi rebutan banyak wanita di luar sana. Jacob melepaskan cengkramannya lalu ia membuka lemari pakaiannya dan memakainya. “Bersihkan wajah kamu. Kita sarapan di bawah. Ada Mama dan Papa di bawah,” ucap Jacob ketus. Jeje membalikan tubuhnya dan ia langsung menuju kamar mandi tanpa melihat Jacob. Ia tidak peduli dengan suaminya. Pernikahan ini memang bukan keinginannya dan Jeje memang sama sekali belum siap menjalani kehidupan seperti ini. Satu kamar dengan pria asing yang kini menjadi suaminya. Semua ini membuat Jeje merasa seperti mimpi. Jeje dan Jacob keluar dari dalam kamar. Mereka berdua menuju restoran dan Jeje melihat ada ayahnya di sana. “Nah ini dia yang ditunggu-tunggu,” ucap Felycia. Jacob dan Jeje tersenyum bersama. Mereka berdua pintar sekali berakting. “Apa tidurmu nyenyak sayang?” tanya Felycia ke Jeje. “Iya Mama,” jawab Jeje. “Ayo sarapan dulu. Makan yang banyak ya. Pilih saja menu yang kamu suka,” ucap Felycia. “Iya Ma,” jawab Jeje. Jacob langsung duduk di samping istrinya dan ia memesan menu makanan sarapan paginya. “Nanti hari ini kamu tidur di rumah jovanka dulu ya. Biar kamu semakin dekat dengan keluarganya,” ucap Felycia. Jacob kaget. Ia tidak mungkin menolak jika mamanya yang meminta. Walau ia hidup sebagai laki-laki b******k, Jacob sangat mencintai mamanya. Jadi apa saja yang diminta sang Mama, Jacob pasti akan mematuhinya. “Apa tidak apa-apa jika Jacob ke rumah saya? Rumah saya tidak sebesar rumah kalian,” ujar Robert. “Tidak apa-apa. Mereka berdua hanya memiliki waktu beberapa hari di Jakarta. Setelah ini Jacob harus kembali ke Amerika,” ujar James. “Amerika?” gumam Jeje lalu ia melihat wajah sang Ayah. “Tidak usah bingung. Jacob sedang mengurusi usaha James di sana. Karena memang James sedang sibuk mengurusi usaha yang di sini,” ucap Felycia. “Jadi aku akan tinggal di Amerika?” tanya Jeje. “Iya sayang, kamu bisa melanjutkan kuliah kamu di sana. Kamu bisa mengurus berkas-berkasnya lebih dulu sebelum kamu berangkat. Kalian berdua berkelilinglah, nikmati indahnya kota Jakarta sebelum kalian pergi meninggalkan kota cemerlang ini,” ucap Felycia. Apa? Amerika? Aku harus hidup di sana? Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin meninggalkan Papa sendirian di sini, batin Jeje. Begitu makanan yang dipesan datang, Jacob dan Jeje mulai menikmati sarapan mereka berdua bersama dengan orang tua mereka. Jeje masih melamun memikirkan bagaimana nanti kehidupan dirinya di negara asing itu. “Je … Kenapa melamun?” tanya Robert. “Tidak apa-apa kok,” jawab Jeje. Setelah menghabiskan sarapannya Jeje dan Jovanka kembali masuk ke dalam kamar Hotel. Mereka berdua membereskan barang bawaan mereka dan Jeje menatap suaminya yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. “Kenapa?” tanya Jacob yang merasa terus diperhatikan. “Tidak apa-apa kok.” “Kamu sudah selesai? Tidak ada yang tertinggal lagi?” Jeje menggeleng sambil menatap wajah tampan suaminya. Ia sebenarnya bersyukur memiliki suami yang sangat tampan sekali tapi melihat sikap suaminya yang sedikit kejam tadi malam itu membuat Jeje jadi merasa takut. “Ayo kita ke rumah kamu. Nanti beritahu aku jalannya ya,” ucap Jacob lalu ia jalan lebih dulu dan Jeje mengikuti suaminya dengan tergesa-gesa. Kenapa langkah kakinya besar sekali si? Tidak bisakah lebih pelan sedikit jalannya? Aku lelah sekali mengejarnya, batin Jeje yang akhirnya masuk ke dalam lift juga. Jeje menatap ketus suaminya yang justru malah berdiri dengan santai sekali. Di dalam hatinya ia berpikir suami macam apa dia yang tidak peduli dengan istrinya. Jeje masih mengatur nafasnya. Ia seperti habis lari pagi saja, besok-besok ia akan membeli kaki tambahan agar dirinya bisa berjalan dengan cepat sekali. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD